,

Atasi Asap, BNPB Pusatkan Hujan Buatan di Kalimantan

Hasil pantauan satelit NOAA dan MODIS menunjukkan titik api (hotspot) di Kalimantan dalam empat hari terakhir tetap tinggi. Jumlah hotspot di Kalimantan Barat ada 152 titik, Kalimantan Selatan 163 titik, Kalimantan Tengah 525 titik, dan Kalimantan Timur 159 titik.

Dikutip dari Tribunnews.com, sebaran terkonsentrasi terdapat di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Di Sumatera Selatan (Sumsel) 45 titik. Dampak yang ditimbulkan jarak pandang berkurang dan mengganggu aktivitas masyarakat. Sebagian penerbangan terganggu, anak sekolah diliburkan, masyarakat menderita sakit ISPA, dan lain-lain.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam rilis kepada media mengatakan, mengatasi bencana asap, BNPB bersama BPPT menggelar hujan buatan untuk memadamkan kebakaran.

Operasi hujan buatan diperpanjang. Di Kalimantan Tengah harusnya selesai 6 Oktober diperpanjang hingga 18 Oktober 2012 dan di Sumsel hingga 22 Oktober 2012.

Hujan buatan di Kalsel dan Kalbar akan dilaksanakan selama 15 hari operasi hujan buatan. “Saat ini masih persiapan teknis. Selain itu operasi pemadaman di darat juga dilakukan,” katanya Sabtu(6/10/12).

Total dana yang sudah dikeluarkan BNPB untuk hujan buatan di enam provinsi yaitu Riau, Jambi, Sulsel, Kalteng dan Rp17,76 miliar, untuk dukungan pemadaman di darat Rp3,2 miliar.

Menurut dia, operasi hujan buatan ini salah satu dukungan BNPB dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan.  Dalam pelaksanaan hujan buatan, kendala utama awan-awan potensial minim. “Asap juga berpengaruh terhadap minimnya pasokan uap air hingga awan sulit terbentuk.” Selain itu, pembakaran lahan dan hutan masih terus terjadi hingga kebakaran terjadi dimana-mana.

Pemerintah Lemah

Deddy Ratih, juru kampanye Eksekutif Nasional Walhi belum lama ini mengatakan, titik api bila dilihat hampir sebagian besar terjadi di kawasan lahan dimana upaya land clearing dengan membakar masih menjadi pilihan selain murah dan cepat.

Walhi melihat, pada sisi tanggung jawab pemerintah daerah masih lemah. “Ini bisa dilihat dari terlalu mengharap atau bertumpu pada pemerintah pusat menanggulangi. Bisa dilihat dari alokasi anggaran pemda dalam APBD kecil padahal kerentanan di beberapa daerah itu tinggi,” katanya kepada Mongabay.

Tak hanya itu, upaya penegakan hukum juga lemah karena monitoring terhadap perilaku bakar ini tidak serius. “Hingga pemerintah cenderung mengambil sikap tak tegas karena secara bukti mereka lemah.”

Problem kabut asap, karena pembakaran hutan dan lahan di Indonesia, masalah tahunan yang terus berulang. Semestinya, ada penyelesaian komprehensif dan berkelanjutan mulai dari monitoring sampai upaya pendidikan masyarakat. “Jadi kebakaran lahan dan hutan memang kejadian berulang dan tidak mampu diselesaikan dengan baik,” ucap Deddy.

Untuk kekabaran di kawasan perkebunan khusus skala besar, Kementerian Pertanian terlihat tak mampu menyelesaikan problem ini. Beberapa hal yang menjadi penyebab upaya pencegahan tumpul karena sebagai institusi pemberi izin usaha, Kementerian Pertanian cenderung menutupi perbuatan korporasi di sektor perkebunan ketimbang menindak.

Di sisi lain perangkat monitoring dari kementerian ini hampir tak ada. Dengan perangkat minim berakibat pada mekanisme yang dibangun dari monitoring sampai penindakan tak bisa berjalan. “Hingga penegakan sanksi pun menjadi lemah.”

Kementerian Dalam Negeri yang mengkoordinasikan pemerintah daerah, tak memiliki sistem dalam permasalahan kebakaran hutan dan lahan ini. “Mekanisme yang dibangun saat ini cenderung bertumpu pada koordinasi saat terjadi kabut asap (kebakaran lahan dan hutan).”

Informasi Tabel FWI di Sumatera, Kalimantan dan Jawa 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,