,

Nasib Ribuan Warga Tergantung Hasil Investigasi Komnas HAM Atas Kasus PLTU Batang

Tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian Polres Batang pada Sabtu, 29 September 2012, akhirnya mendapat respon dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kedatangan tim Komnas HAM, Rabu, 10 Oktober 2012, pukul 10.00 WIB, yang terdiri dari Sriyana, Wiwin dan Iwan berencana akan melakukan investigasi di lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) penembakan dan lokasi rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di desa Ponowareng dan desa Karanggeneng, Batang, Jawa Tengah.

Menurut Sriyana, kedatangan Komnas HAM untuk melakukan investigasi dilokasi kejadian bentrok warga dengan aparat kepolisian yang terjadi beberapa waktu lalu. Selain itu, mereka akan melakukan berbagai upaya sesuai dengan yang dimandatkan dalam undang-undang. Komnas HAM akan mencoba melakukan proses mediasi dengan berbagai pihak yang terlibat dan secepatnya mengeluarkan hasil rekomendasi berdasarkan temuan-temuan yang ada di lapangan. “Kami berusaha secepatnya mengeluarkan laporan temuan di Batang ini, berbagai upaya akan kami lakukan seperti yang dimandatkan dalam Undang-Undang,” Kata Sriyana.

Terkait dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Batang, Komnas HAM akan menemui Polres Kabupaten Batang dan Polda Jawa Tengah serta Pemerintah Daerah kabupaten Batang dan Pemerintah Daerah Jawa Tengah. Mereka akan meminta keterangan dari pihak-pihak tersebut terkait dengan rencana pembangunan proyek PLTU dan kronologis kejadian tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggotanya. “Kami akan mendatangi, Polres Batang, Polda Jateng, Pemkab Batang dan Pemda Jateng, untuk menanyakan pembangunan PLTU dan kejadian kekerasan yang terjadi, serta kami juga akan menemui pihak perusahaan,” tambah Sriyana.

Raihan, warga Roban Timur, berharap kedatangan Komnas HAM dapat menindaklanjuti atas tuntutan warga Ponowareng, Roban dan Karanggeneng yang secara tegas menolak pembangunan PLTU. Komnas HAM harus segera mengeluarkan laporan temuannya. Bukti-bukti sudah banyak. Korban, Saksi,temuan  slongsong peluru,adanya intimidasi, dampak lingkungan dan ancaman dari pembangunan bagi masyarakat sekitar sudah sangat lengkap untuk dijadikan bukti. Raihan menolak apabila Komnas HAM akan melakukan mediasi dengan pihak perusahaan. “Sudah banyak pihak yang menawarkan mediasi, kami tetap menolak PLTU. Bagi kami tolak PLTU harga mati,” kata Raihan.

Peta Struktur Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah. Dok: LBH Semarang. Klik untuk memperbesar peta.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Slamet Haryanto kepada Mongabay Indonesia bahwa, Komnas HAM harus mendengarkan keinginan warga tiga desa yang menolak pembangunan PLTU di Karanggeneng Batang. Komnas HAM juga harus mengawal upaya hukum terhadap oknum anggota polisi yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga.

Ancaman terhadap mata pencaharian mereka adalah hal yang paling dikhawatirkan warga bila PLTU jadi dibangun. “Komnas HAM segera keluarkan laporannya, baik adanya pelanggaran hak Ekosos maupun pelanggaran hak Sipil yang terjadi di lokasi (Batang) yang akan di bangun proyek PLTU,”  tutup Slamet.

Kasus Pembangunan PLTU Batang di Ujungnegoro, Jawa Tengah ini dinilai melanggar RTRW Propinsi Jawa Tengah dan wilayah Konservasi Laut di Pantai Utara Jawa Tengah sehingga warga menolak keberadaan PLTU ini. Belajar dari kasus pembangunan PLTU lainnya di Jepara dan lainnya, sumber pencaharian warga hilang akibat pencemaran dan sawah warga hilang diterabas proyek raksasa ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,