Sebuah studi baru megungkapkan bahwa negara-negara yang paling rentan mengalami masalah dengan penurunan sektor perikanan laut akan mengalami masalah dengan sumber protein, dan cenderung mengalami masalah dalam ketersediaan pangan. Penelitian ini dilakukan oleh Wildlife Conservation Society yang megidentifikasi negara-negara paling rentan di dunia mengalami kerusakan terumbu karang dan kondisi laut mereka, sekaligus menyiapkan sebuah kerangka alternatif mengganti suber protein dari sektor kelautan yang menurun tersebut.
Penelitian ini dilakukan di 27 negara di dunia dan menemukan dua karkteristik umum: Pertama, negara-negara dengan pendapatan rendah yang tidak memiliki kemampuan beradaptasi untuk mencari sumber protein alternatif. Kedua, negara dengan pendapatan menengah dengan kapasitas dan kemampuan adaptasi yang lebih tinggi untuk mencari sumber protein alternatif, namun jauh lebih senitif terhadap perubahan iklim.
Berdasar hasil analisis yang dilakukan, Indonesia dan Liberia adalah negara-negara paling rentan terhadap penurunan sektor perikanan dari perpektif ketahanan pangan, sementara Malaysia dan Sri Lanka menjadi negara -negara yang terhitung kuat.
Penelitian ini dimuat dalam jurnal Environmental Science dan Kebijakan edisi November 2012 , dan ditulis oleh Sara Hughes, Annie Yau, Lisa Max, Nada Petrovic, Davenport Frank, dan Michael Marshall dari University of California, serta Tim McClanahan dari Wildlife Conservation Society, Edward Allison dari WorldFish Center, dan Josh Cinner dari James Cook University.
Para penulis mengatakan hasil studi ini harus menjadialarm pengingat bagi negara-negara yang termasuk rentan untuk mulai memberlakukan kebijakan untuk mempromosikan sumber protein alternatif, baik melalui sumbe protein yang bisa ditumbuhkan di daratan seperti kacang-kacagan dan peternakan, atau meningkatkan sektor perikanan darat.
Perikanan terumbu karang diperkirakan akan menurun dengan perubahan iklim dan gangguan-gangguan lainnya yang disebabkan oleh ulah manusia. “Studi ini mengidentifikasi di negara mana perubahan iklim kemungkinan besar akan dirasakan pertama, dan akan mengancam orang-orang yang bergantung pada perikanan,” kata salah satu penulis studi, Tim McClanahan dari Wildlife Conservation Society. ”
“Negara-negara ini merupakan prioritas utama untuk mengembangkan sebuah kerangka tindakan adaptasi sebelum dampak perubahan iklim melemahkan kemampuan mereka untuk menyediakan pangan mereka sendiri. Beberapa negara yang mengalami tekanan akibat perubahan iklim belum memiliki kapasitas yang cukup untuk membuat adaptasi, sementara yang lain tidak. Hal ini akan membuat mereka menyadari lebih awal untuk bisa menyelamatkan masa depan manusia dari penderitaan,” sambung Tim.
Diantara enam negara yang menjadi bagian dari pusat penyelamatan terumbu karang dunia bernama Coral Triangle Initiative, Indonesia adalah negara yang memiliki garis pantai terpanjang yang harus dilindungi, yaitu sepanjang 80.791 kilometer! Garis pantai ini bahkan jauh lebih panjang dibanding urutan kedua di negara yang termasuk dalam Coral Triangle Initiative (CTI) yaitu Filipina, yang hanya sepanjang 22.540 kilometer.
Segitiga terumbu karang dunia atau Coral Triangle memiliki 30% dari seluruh jenis terumbu karang yang ada di dunia, 86% dari spesies penyu laut yang ada di dunia, 2.228 spesies ikan, dan lebih dari 500 spesies terumbu karang. Segitiga termbu karang dunia, memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dan seringkali disebut sebagai “Pusat dari Keanekaragaman hayati dunia” oleh berbagai peneliti di seluruh dunia.
Sayang, kerusakan yang terjadi pun sepadan dengan kekayaan yang dimiliki. Berbagai kasus pemboman ikan terus terjadi, pengambilan ikan secara berlebihan dan merusak terumbu karang juga masih dilakukan sampai saat ini.