,

Pemerintah RI Akan Ajak Utusan AS ke Perkebunan, Pamerkan Sawit ‘Hijau’ Indonesia

Sejumlah utusan dari Environmental Protection Agency (EPA), sebuah lembaga lingkungan pemerintah Amerika Serikat awal pekan depan akan menindaklanjuti upaya pemerintah Indonesia untuk memasukkan komoditi kelapa sawit ke negeri Paman Sam tersebut. Sebelumnya, produk kelapa sawit Indonesia ditolak masuk ke negara adidaya tersebut karena gagal memenuhi standar hijau yang ditetapkan oleh EPA bulan Januari 2012 silam. Lembaga lingkungan AS ini menetapkan setidaknya produk kelapa sawit dan biofuel lainnya bisa menekan pemanasan global dengan standar 20% dalam kebijakan penggunaan energi terbarukan pemerintah, namun komoditi Indonesia ini baru mampu bertahan di angka 17% dan masih belum berhasil masuk ke pasar AS.

Kebijakan EPA ini  dinilai beberapa pihak memukul beberapa pemain utama di bisnis kelapa sawit dunia, termasuk Indonesia dan Malaysia. Apalagi belakangan ini Indonesia mendapat tekanan internasional terkait kasus deforestasi di lahan gambut Rawa Tripa, di Nagan Raya, Aceh. Indonesia dan Malaysia adalah penyuplai sekitar 90% kebutuhan kelapa sawit dunia.

Pmbukaan hutan di Kalimantan Barat untuk perkebunan kelapa sawit. Foto: Rhett A. Butler

Untuk menindaklanjuti negosiasi pemerintah RI, utusan EPA akan mengunjungi propinsi Riau yang memiliki sekitar 1,4 juta hektar lahan kelapa sawit dan juga menggelar dengan menteri pertanian di Jakarta. Hal ini diungkapkan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Gamal Nasir kepada Reuters oekan sebelumnya.  “Kunjungan ini sangat penting bagi kedua belah pihak, baik EPA maupun rakyat Amerika dan Indonesia,” ungkap Nasir. “Hal ini merupakan langkah positif untuk membuktikan apa yang diklaim oleh EPA dan apa yang menjadi argumentasi pemerintah Indonesia.”

“Lebih lanjut, kami akan membuktikan argumen kami di lapangan,” lanjut Gamal.

Rencana kedatangan ini diamini oleh seorang juru bicara di EPA mengatakan bahwa rombongan ini telah diundang oleh pemerintah RI dan akan mengunjungi Asia Tenggara pekan depan, namun beliau tidak bisa memberikan keterangan detail lebih lanjut.  Selain EPA, rombongan ini juga akan ditemani oleh Indonesia Palm Oil Board, yang enggan berkomentar soal kunjungan ini.

Data perbandingan pertumbuhan sawit dan musnahnya hutan tropis di Indonesia dan Malaysia akibat perkebunan kelapa sawit. Sumber: Mongabay.com

Indonesia, adalah peghasil komoditi kelapa sawit terbesar di dunia saat ini. Negeri di khatulistiwa ini menghasilkan sekitar 23 hingga 25 juta metrik ton kelapa sawit per tahun, dengan 18 juta metrik ton diantaranya diekspor. Setiap tahun, lahan kelapa sawit di Indonesia bertambah sekitar 200 ribu hektar. Hingga saat ini Indonesia sudah memiliki sekitar 8,2 juta hektar perkebunan kelapa sawit.

Ekspansi perkebunan yang masif ini mendapat reaksi dari berbagai pihak, terutama kerugian lingkungan yang dihasilkannya. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Universitas Yale dan Stanford, diprediksi emisi karbon akibat kelapa sawit ke udara akan mencapai 558 juta metrik ton di tahun 2020. Angka ini jauh lebih besar dari emisi karbon seluruh kendaraan di Kanada yang menggunakan energi fosil. Dalam studi ini, emisi karbon di Kalimantan akan menjadi sekitar 18 hingga 20% dari seluruh emisi karbon di Indonesia tahun 2020.

Besarnya nilai bisnis dan komoditi yang telah ditanam oleh ribuan pebisnis sektor kelapa sawit ini, nampaknya membuat pemerintah RI bertindak agar menghindari kerugian lebih jauh. Akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit, sejak 1990, perkembangan kebun kelapa sawit telah memusnahkan 16.000 kilometer persegi hutan primer dan hutan tanaman industri, setara dengan luasnya negara bagian Hawaii di Amerika Serikat. Luasan ini, kira-kira sekitar 60% dari keseluruhan hilangnya hutan tropis Indonesia saat itu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,