Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah Tolak PLTU Batang Karena Salahi Aturan

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar Se-Asia Tenggara di Taman Wisata Alam Laut (Ujungnegoro-Roban) selain mendapat penolakan dari warga sekitar lokasi, hal ini juga mendapat rekomendasi penolakan dari Badan Lingkungan Hidup, Jawa Tengah.

Berdasarkan surat Nomor 660.1/BLH.II/0443 tentang penjelasan lokasi rencana pembangunan PLTU Batang, keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 tanggal 19 September 2011 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional dan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6/2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029 serta Perda Kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011 tentang RTRW abupaten Batang tahun 2011-2031.

Dalam dokumen tersebut juga dipaparkan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 peraturan zonasi Taman Wisata Alam Laut disusun dengan memperhatikan, pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam,melarang kegiatan selain wisata alam tanpa mengubah bentang alam, mendirikan bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan wisata alam dan ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang kegiatan wisata alam.

Menurut Wahyu Nandang Herawan dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang kepada Mongabay Indonesia mengatakan, BLH Jawa Tengah mempunyai opsi alternatif dalam surat penjelasan rencana pembangunan PLTU di Batang. BLH menyaranan agar proyek PLTU di bangun di lokasi tanjung Celong, Desa Kedawung, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang. “Alasan BLH dikarenakan Tanjung Celong berada di luar Kawasan Lindung Nasional Taman Wisata Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban, sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” kata Nandang.

Dampak Lingkungan, Ekologis dan Ekosistem

Data dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batang tahun 2010 melaporkan terkait dengan luas lahan dan besaran pendapatan pada sektor pertanian di Desa Karanggeneng dan Ujungnegoro. Untuk tapak calon lokasi PLTU Batang di Desa Karanggeneng, akan mengenai tanah sawah irigasi teknis seluar 125,5 hektar. Lahan tersebut merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat desa Karanggeneng dengan capaian tanam padi dan melati dalam setahun memperoleh penghasilan sebesar Rp. 7.236.000.000,-. “Lahan pertanian sebagai sumber penghasilan masyarakat akan hilang, jumlah pengangguran akan bertambah, dampak lingkungan juga sangatlah besar,” kata Nandang menambahkan.

Arif Fiyanto, Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia kepada Mongabay Indonesia mengatakan, rencana pemerintah membangun PLTU Batubara di Batang ini keliru, karena semakin jelas menunjukkan ketergantungan Indonesia yang sangat besar terhadap bahan bakar fosil, dan menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak mau belajar dari permasalahan-permasalahan lingkungan yang terjadi di lokasi-lokasi dimana PLTU berdiri dan menyebabkan kerusakan lingkungan serta kesehatan terhadap masyarakat yang tinggal disekitarnya.

“Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman Cilacap, Cirebon, Jepara dan Rembang, dan lain-lain. Saat ini terjadi kerusakan lingkungan secara permanen di lokasi tersebut diatas, nelayan dan petani kehilangan mata pencaharian mereka karena pencemaran yang disebabkan oleh PLTU Batubara,” kata Arif.

Pada tahun 2009, Greenpeace melakukan penelitian kesehatan terhadap masyarakat yang tinggal disekitar PLTU. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 80% masyarakat yang tinggal dalam radius 5 km dari PLTU Karang Kadri Cilacap menderita penyakit-penyakit yang terkait pernapasan, mulai dari yang paling ringan adalah ISPA, sampai yang paling parah adalah radang paru-paru hitam yang disebabkan karena terpapar debu batu bara secara langsung dan dalam konsentrasi yang sangat tinggi.

Selain itu, PLTU ini akan dibangun di kawasan konservasi laut daerah yang kaya ikan dan menjadi sumber penghasilan nelayan. “Jika PLTU ini jadi dibangun di KKLD maka, dampak yang paling dasyat adalah kehancuran ekosistem pesisir, nelayan akan kehilangan mata pencaharian mereka,” Arif menambahkan.

Berdasarkan temuan dari penelitian Tim Institut Pertanian Bogor, pada 5 – 8 Oktober 2012, masih ditemukan beberapa biota asosiasi terumbu  karang  yang  memiliki  nilai  ekonomis tinggi  seperti  Rajungan,  Kepiting,  Kerang-kerangan serta ikan.

Sebagai negara yang terletak di kawasan tropis, Indonesia mempunyai energi surya yang sangat berlimpah, seluruh penjuru nusantara berpotensi untuk memanfaatkan energi surya. Di kawasan timur Indonesia, seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara, potensi energi terbarukan yang berlimpah dan siap dimanfaatkan adalah potensi energi angin. Indonesia juga merupakan negara yang mempunyai begitu banyak sungai, sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit litrik tenaga mikro hidro.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,