Aplikasi Peta Baru dari WRI, Singkap Lahan Sawit Tersembunyi di Indonesia

World Resources Institute menggandeng NewPage Corporation, sebuah perusahaan percetakan dan kertas di Amerika Serikat beromzet 3,5 miliar dollar AS dan Project POTICO yang fokus dalam manajemen hutan berkelanjutan di Indonesia, merilis dua buah aplikasi untuk website yang memantau produksi dan memastikan ekspansi perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan menekan laju deforestasi.

Aplikasi tersebut adalah Suitability Mapper, yang membuat perusahaan dan perncang kebijakan pemerintah untuk menggunakan metode yang standar dan mudah diaplikasikan untuk mencari lokasi potensial untuk mengembangkan perkebunan sawit yang berkelanjutan. Dan aplikasi baru lainnya adalah Forest Cover Analyzer yang menyediakan perangkat unik untuk memantau keadaan tutupan hutan dan membantu para pembeli, investor dan pemerintah untuk menghindari deforestasi lebih parah saat mengembangkan perkebunan baru.

Forest Cover Analyzer yang membantu perusahaan dan pemerintah memberikan data tutupan hutan. Foto: http://www.wri.org/applications/maps/forest-cover-analyzer/

Suitability Mappers membantu penggunanya mencari lokasi perkebunan dan mengidentifikasi lokasi dengan bantuan sebuah peta yang bisa dikustimisasi sesuai kebutuhan penggunanya. Sementara Forest Cover Analyzer bisa melihat perubahan tutupan hutan dari waktu ke waktu di lokasi tertentu dengan bantuan citra satelit terkini. Aplikasi Forest Cover Analyzer ini kurang lebih sangat mirip dengan aplikasi GloFDAS Pelacak Deforestasi (Deforestation Tracker) yang dimiliki oleh Mongabay.com dan Mongabay Indonesia, yang mampu memberikan data terkini tutupan hutan di seluruh penjuru dunia.

“Bisnis kelapa sawit di Indonesia memberikan kesempatan yang besar kepada rakyat dan para pebisnis di Indonesia, dan sudah seharusnya dilakukan dengan cara yang mampu menghindarkan kerusakan hutan dan tanah,” ungkap Andrew Steer, Presiden World Resources Institute. “Perangkat online baru ini akan memudahkan pihak perusahaan untuk mengeidentifikasi lebih baik tempat-tempat yang tepat untuk produksi kelapa sawit dan mengidentifikasi potensi deforestasi dan faktor lainnya yang mengancam keberlanjutan industri ini.”

Sementara itu Sekretaris Jenderal RSPO, Darrel Webber menambahkan bahwa pengembangan teknologi dan perangkat seperti yang dilakukan oleh WRI lewat Suitability Mapping dan Forest Cover Analyzer ini memungkinkan anggota RSPO melakukan praktek produksi kelapa sawit yang berkelanjutan dengan cara yang kredibel, dengan mengidentifikasi lokasi dan dampaknya terhadap lingkungan.

“Kedua aplikasi ini membuat kami bisa menyiapkan jawaban yang cepat dan mudah atas pertanyaan-pertanyaan dari pihak industri dan pemerintah,” tambah Beth Gingold, peneliti dari POTICO.

Saat ini, aplikasi ini sudah memberikan data dan informasi terhadap pulau kalimantan, dan akan berkembang terus dalam beberapa bulan ke depan. Dari data yang didapat dari hasil pemantauan Suitability Mappers dan Forest COver Analyzer, terdapat beberapa poin penting:

– ada sekitar 14 juta hektar lahan potensial untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit

– Kalimantan kehilangan tutupan hutan seluas 2 juta hektar sejak tahun 2005 hingga 2010.

– Ada lebih dari 33 juta hektar hutan bernilai konservasi tinggi dan lahan basah di Kalimantan dengan kemungkinan mengandung simpanan karbon yang tinggi dan level keragaman hayati yang tinggi.

Aplikasi ini dikembangkan secara bersama-sama oleh WRI bersama dengan Sekala, Rainforest Alliance, SarVision, University of Maryland, South Dakota State University dan Puter Foundation. Kedua alat ini didesain oleh Blue Raster dan ESRI.

Perangkat ini mungkin membantu dalam memilih lokasi yang baik dan benar untuk ekspansi perkebunan sawit di Indonesia, namun tentu tak bisa mengontrol para pelaku bisnis untuk memenuhi prosedur hukum yang benar dalam pengambilalihan lahan untuk perkebunan. Perangkat ini akan sangat berguna, jika pihak perusahaan juga memiliki informasi seputar status lahan yang ada di dalam peta tersebut, termasuk hutan adat yang dimiliki oleh warga sekitar hutan agar menghindari pengambilan lahan secara sepihak dan pembukaan lahan tanpa analisis dampak lingkungan yang benar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,