,

APP dan APRIL Siap Terima Masukan dari Walt Disney Terkait Kebijakan Lingkungan

Pukulan telak yang diterima oleh pabrikan kertas Asia Pulp and Paper setelah hengkangnya raksasa bisnis anak-anak Walt Disney, nampaknya membuat pabrikan ini kini bebenah diri. Asia Pulp and Paper, beserta perusahaan induknya Asia Pacific Resoures International Holdings (APRIL) yang kini menguasai pasar dengan 80 persen produk kertas dan turunannya di tanah air menjelaskan bahwa mereka membuka diri untuk segala masukan terkait dengan aktivitas penebangan, produksi dan keberlanjutan lingkungan dari Disney dan mitra lingkungan mereka, Rainforest Action Network (RAN).

Seperti dilansir oleh Jakarta Post, Kusnan Rahmin Presiden Direktur APRIL Indonesia mengatakan bahwa perusahaannya juga mengundang perwakilan Walt Disney ke perkebunan mereka untuk mempelajari lebih lanjut praktek manajemen hutan yang baik yang dituangkan oleh Asia Pulp and Paper dan APRIL dalam Sustainability Roadmap 2020 yang diluncurkan bulan Juni 2012 silam.

“Kami kecewa dengan proses konsultasi yang dilakukan oleh Walt Disney, yang katanya meminta masukan dari berbagai pihak saat mengambil keputusan, namun tidak meminta keterangan dan informasi apapun dari APRIL sebelum mengambil keputusan, salah satu produsen kertas dan pulp terbesar di dunia,” ungkap Kusnan kepada The Jakarta Post.

Sebelumnya tanggal 11 Oktober 2012 silam, Walt Disney perusahaan bisnis anak-anak yang memiliki 25.000 pabrik di seluruh dunia memutuskan untuk tidak membeli kertas dari Indonesia atas konsultasinya dengan Rainforest Action Network karena dinilai merusak hutan tropis Indonesia.

Keputusan ini diambil perusahaan penghasil produk anak-anak tersohor ini setelah bernegosiasi selama dua tahun dengan Rainforest Action Network (RAN) dalam sebuah kebijakan tertulis. Kebijakan ini intinya menekankan bahwa Walt Disney akan melakukan segalanya untuk menjaga hutan tropis yang terancam dan ekosistemnya.

Selain memutus hubungan dagang dengan APP dan APRIL, Walt Disney juga menegaskan niat mereka untuk bekerjasama dengan lembaga-lembaga non-pemerintah untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan perhatian mereka terhadap negara-negara yang tidak memiliki manajemen kehutanan yang baik dan masih memiliki angka deforestasi yang tinggi. Perkembangan terkait kebijakan ini akan dimasukkan dalam bagian khusus dalam laporan tahunan mereka.

Walt Disney merupakan perusahaan penerbitan kesembilan yang sudah mengambil langkah tegas memutus rantai deforestasi dengan pebisnis yang melakukan penggundulan hutan, sebagai sebuah tanggapan nyata dari penelitian yang dilakukan oleh Rainforest Action Network di tahun 2010, yag memuat data-data ilmiah serta bukti-bukti bahwa buku-buku yang diterbitkan untuk anak-anak selama ini sudah menggunduli hutan dunia.

Sementara itu, berdasar laporan dari Greenomics, raksasa kayu Indonesia PT Asia Pulp and Paper (APP) memberikan data jauh dari kenyataan mengenai area moratorium penyiapan lahan hutan alam pada konsesi ‘milik’ mereka maupun pemasok  di Sumatera dan Kalimantan. Fakta di lapangan, ‘hutan alam’ yang disiapkan seluas hampir 200 ribu hektar itu ternyata mayoritas berkonflik dengan masyarakat.

Demikian laporan Greenomics Indonesia yang dirilis 22 Oktober 2012, berjudul “Mengapa Asia Pulp and Paper (APP) direkomendasikan oleh Kementerian Kehutanan Indonesia untuk merevisi “APP Sustainability Roadmap 2020 and beyond?”

Laporan Greenomics itu juga menyebutkan, areal moratorium penyiapan lahan pada hutan alam di sembilan konsesi seluas 198.841 hektar mayoritas sudah tidak lagi hutan alam tapi areal berkonflik dengan masyarakat. Jadi, tidak tepat jika disebutkan sebagai areal moratorium penyiapan lahan pada hutan alam dalam pembangunan HTI seperti yang disebutkan dalam APP Sustainability Roadmap.

APP sendiri mengakui, sebagian besar areal moratorium itu berupa belukar atau lahan garapan masyarakat (lahan berkonflik karena dikuasai pihak ketiga), namun masih ada sebagian kecil berupa hutan alam. APP menyebutkan, ada areal hutan alam seluas 204 hektar berada satu blok, tidak terpencar-pencar, yang terkena kebijakan moratorium. “Dengan luas izin sembilan HTI milik APP seluas 1.082.934 hektar, areal moratorium hutan alam yang benar-benar masih berupa tutupan hutan alam dan berada dalam satu blok hanya 204 hektar, tentu klaim moratorium hutan alam itu tidak tepat,” tulis laporan itu.  Areal 204 hektar itu terdapat di konsesi HTI milik APP, yakni PT Satria Perkasa Agung Unit Merawang.

Selain Walt Disney, beberapa hari sebelumnya jaringan perdagangan eceran Amerika Serikat Dollar General yang memiliki 100 ribu toko di negeri Paman Sam itu juga memutus kerjasama dengan APP dan APRIL.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,