Pentingnya pendidikan bagi semua orang tentang besarnya manfaat dan fungsi mangrove, mengemuka dalam pertemuan Komite Regional Mangrove For The Future (MFF) yang digelar oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN) mulai hari Minggu 18 November 2012 silam di Karachi, Pakistan.
Nilai pentingnya pendidikan itu, ditekankan oleh mantan wakil presiden IUCN Javed Jabbar dalam pembukaan pertemuan tersebut. “Tugas mendidik dan menyebarkan informasi kepada semua orang tentang pentingnya mangrove kini sangat krusial. Banyak hal yang bisa dipelajari dari berbagai pengalaman yang didapat dari berbagai negara anggota pertemuan ini dalam upaya melindungi mangrove dan konservasi pesisir. Pesisir adalah sebuah sebuah wilayah konflik dalam arti kenegaraan, komunitas dan kepentingan bisnis dan itu membutuhkan manajemen yang baik untuk mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan tersebut.”
Pertemuan MFF ini dihadiri oleh perwakilan dari 8 negara anggota yaitu India, Indonesia, Maldives, Pakistan, Seychelles, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Selain itu hadir juga tiga perwakilan negara non-anggota yaitu Bangladesh, Kamboja dan Myanmar. Tema pertemuan kali ini adalah ‘Ketahanan Pesisir dalam Perubahan Iklim Melalui Keterlibatan Sektor Swasta’.
Dalam pertemuan ini, Direktur Regional IUCN Asia, Aban Marker Kabraji menyoroti semakin meningkatnya tekanan terhadap kawasan pesisir seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk dunia di wilayah tersebut. “Aktivitas manusia berkontribusi erat dengan kerentanan wilayah pesisir dan komunitas di dalamnya sebagai bagian dari perubahan iklim,” ungkap Kabraji kepada Daily Times Pakistan. “Di negeri seperti Thailand misalnya, sekitar 70% hutan mangrove sudah dibabat untuk kepentingan bisnis seperti peternakan udang.”
Keterlibatan sektor swasta juga dinilai sebagai salah satu poin penting untuk menjaga keberlangsungan wilayah mangrove, karena dinilai memiliki peran dan dampak yang luar biasa. Salah satu kunci sukses konservasi mangrove, adalah keterlibatan sektor swasta yang menjalankan prinsip-prinsip bisnis yang berkelanjutan.”
Sementara, Koordinator MFF, Dr. Steen Christensen mengatakan bahwa ekosistem pantai kini berhadapan dengan berbagai masalah terkait perubahan iklim dan hal ini terutama bagi negara-negara berkembang. Setengah dari penduduk dunia ini hidup di wilayah pesisir dan sekitar 70% penduduk di Asia Timur sangat tergantung dengan sumber daya kelautan untuk menunjang kehidupan mereka.
“Hal ini membutuhkan upaya kolektif dari berbagai sektor untuk melakukan pencegahan dampak dan memastikan keterlindungan, ketahanan pangan dan meningkatkan kesempatan bagi kehidupan komunitas lokal yang semakin rentan,” ungkap Dr. Christensen.
Hal senada juga diungkapkan oleh Javed Jabbar, bahwa perlindungan mangrove adalah sebuah tantangan besar karena sekitar 70% sisa buangan manusia dibuang ke laut, dimana hal itu sangat mempengaruhi mangrove dan seluruh ekosistem laut.
Dalam pertemuan ini, diiingatkan lagi bahwa menjaga mangrove memberikan simpanan lebih banyak bagi emisi karbon yang dilepaskan ke udara. Mangrove memilki kemampuan menyerap karbon lima kali lipat dibandingkan hutan tropis. Selain itu, vegetasi pesisir juga menjadi sebuah tameng alami dari serangan badai dan erosi. Vegetasi pesisir adalah sebuah ketahanan alami untuk menghadapi perubahan iklim.
Mangrove For The Future Initiative adalah sebuah kemitraan yang mempromosikan investasi untuk konservasi ekosistem pesisir. Kemitraan yang dimulai bulan Desember 2006 ini memberikan platform kolaborasi bagi berbagai lembaga, sektor dan negara-negara untuk menghadapi masalah dan tantangan yang mengancam ekosistem pesisir dan kehidupan masyarakat. Terutama bagi negara-negara yang pernah terkena dampak tsunami yang parah seperti India, Indonesia, Maldives, Seychelles, Sri Lanka dan Thailand.