,

Hutan Mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang Kritis

HUTAN mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang di Desa Patuhu, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, makin memprihatinkan. Luas kawasan terus menyusut seiring pembukaan tambak besar-besaran di lokasi ini.

Rahmad Dako, koordinator program Telum Tomini Susclam (Sustainable Coastal Livelihoods and Management), mengatakan, kawasan seluas 3.000 hektar itu, kini diperkirakan tersisa sekitar 600 hektar.“Sekitar 70 persen lahan mangrove di cagar alam ini terkonversi menjadi tambak udang dan bandeng,” katanya di Gorontalo, Jumat(23/11/12)

Cagar alam ini ditetapkan sebagai kawasan suaka alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut/TGHK 362/85). Kawasan meliputi Desa Patuhu dan Randangan ini menjadi tempat hidup babi hutan, ular, buaya muara, burung-burung air, dan kera hitam. Burung maleo, endemik Sulawesi, dulu masih ada, namun kini tak ada lagi akibat luasnya terus menyusut.

Berdasarkan catatan Suclam, pesisir sepanjang cagar alam ini adalah habitat mangrove ideal. Namun, wilayah ini sangat dinamis terutama karena proses sedimentasi. Mangrove pun sukar mencapai umur tua dan kontinu mengalami pergantian.

”Dari hasil penelitian terbaru, hutan mangrove bisa menyimpan karbon paling tinggi di daerah tropis, mengalahkan hutan di pengunungan, terumbu karang, laut lepas dan lain. Jadi, hutan mangrove menjadi sangat penting dilestarikan,”  kata Rahman.

Zulkarnain Duwawulu, Kepala Desa Patuhu, mengungkapkan, tambak di wilayahnya dan masuk cagar alam kurang lebih 1.015 hektar.  Dia tahu, kawasan itu masuk cagar alam tapi tak tahu batas-batas dengan jelas. ”Sebenarnya sudah ada larangan membuka hutan mangrove menjadi tambak, tapi itu tidak membuat orang-orang jera,” ujar dia.

Menurut Rahman, wakil rakyat, setelah didesak, akhirnya melahirkan panitia khusus (Pansus) Mangrove beranggotakan anggota  DPRD Gorontalo. Sayangnya, pansus mangrove tak bertaji. “DPRD Gorontalo yang diharapkan membuat perubahan melalui pansus, ternyata tidak bisa berbuat apa-apa.”

Hamparan pohon mangrove yang mati, mengering. Foto: Christopel Paino
Lahan ini sebelumnya hutan mangrove. Foto: Christopel Paino
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,