,

Penelitian: Restorasi Lahan Bekas Tambang Dengan Tanaman Lokal Bisa Lebih Berhasil (Bagian 1)

Kerusakan lingkungan sebagai dampak dari aktivitas penambangan batu bara tidak hanya terjadi di lokasi tambang itu sendiri, akan tetapi juga berdampak pada daerah-daerah sekitarnya. Selain menimbulkan erosi dan sedimentasi, aktivitas penambangan batu bara dapat menyebabkan meningkatnya kandungan logam berat di tanah yang berpotensi masuk ke lingkungan perairan, penurunan kuantitas dan kualitas air. Belum lagi hilangnya habitat dan keragaman hayati, merubah bentang alam, serta gangguan kemananan dan kesehatan di masyarakat sekitar kawasan pertambangan

Untuk itu diperlukan suatu usaha perbaikan atau rehabilitasi di lahan pascatambang agar tidak menimbulkan kerusakan berkelanjutan.  “Kegiatan rehabilitasi lahan pasca tambang adalah yang dimaksud sebagai bentuk usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha penambangan, agar rona awalnya atau dapat berfungsi kembali secara optimal untuk dibudidayakan,” Kata Ishak Yassir, Peneliti Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam, Samboja pada Mongabay Indonesia.

Dari hasil penelitian Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam yang berada di Jl Soekarno Hatta, Km 38 Samboja, Karakteristik lahan bekas tambang pada umumnya adalah terbuka, sangat panas, tingkat kesuburannya sangat rendah, mudah tererosi, berpotensi menghasilkan air asam tambang dan miskin keanekaragaman hayati.

Selain masalah utama pada buruknya kondisi tanah, kondisi iklim mikronya yang ekstrem juga dapat menjadi faktor pembatas keberhasilan rehabilitasi pascatambang. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan perawatan, perbaikan lahan, stabilisasi lahan dan pengendalian erosi dan sedimentasi sebelum upaya penanaman.

Setelah melakukan semua hal di atas, selanjutnya yang paling penting yakni pemilihan jenis tanaman yang merupakan tahap yang paling penting dalam upaya rehabilitasi atau merestorasi lahan pascatambang. “Pemilihan ini bertujuan untuk memilih jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi tanah dan iklim mikronya. Ada beberapa jenis lokal yang mampu beradaptasi dengan iklim suatu kawasan, namun ada juga beberapa jenis yang tidak mampu beradaptasi dengan kondisi tanahnya,” terang Ishak.

Pemilihan dan penggunaan tanaman jenis lokal dalam kegiatan restorasi akan lebih memberikan jaminan keberhasilan karena jenis tersebut relatif lebih adaptif. Selain itu, menggunakan jenis lokal berarti telah menjaga keutuhan genetik dari populasi jenis lokal, serta mencegah terjadinya kemungkinan terjdinya invasi spesies dari jenis-jenis eksotik atau non lokal. “Tapi untuk penanaman jenis non lokal juga tidak jadi masalah dalam mendukung kegiatan rehabilitasi lahan pascatambang,” ungkap Ishak.

Sedikitnya ada 45 jenis tanaman lokal yang mampu tumbuh di kawasan bekas tambang. Hasil pengamatan Ishak, keanekaragaman jenis pohon yang hadir cukup beragam, seperti Laban (Vitex pinnata), Merambung (Vernonia arborea), Kerumbi (Homalanthus populheus), Keminting (Mallotus paniculatus) dan masih banyak lagi. Jenis-jenis tersebut, sebagain besar di temukan dilokasi bekas tambang.

“Dari hasil pengujian kami, ada 10 jenis tanaman lokal yang kami uji di lahan pascatambang selama satu tahun, ada beberapa jenis yang memiliki ketahanan yang baik di lapngan, hal ini tercermin dari tingginya presentase tumbuh di lapangan. Namun ada beberapa yang tidak mampu tumbuh dengan baik, hal ini terlihat dari rendahnya presentase hidup di lapangan,” kata Ishak Yassir.

Ditambahkan Ishak bahwa bila dilakukan penambahan unsur lain seperti kompos, maka akan terjadi percepatan pertumbuhan di beberapa jenis pohon. “Ada beberapa pohon yang ditanam dengan menambahkan unsur kompos, ternyata sangat berpengaruh pada pertumbuhannya, seperti jenis Balau Merah atau Balangeran (Shorea balangeran), yang merupakan pohon yang dapat tumbuh di lahan terbuka dan kritis,” tambah Ishak

Dari hasil pengamatan Ishak Yassir dan kawan-kawan, bahwa  pada lahan bekas tambang yang telah hadir beberapa pioneer alami (Macaranga sp) melalui proses suksesi alam ternyata terbukti lebih mampu mempercepat perbaikan iklim mikro dan sifat kimia tanah seperti keasaman tanah,” papar Ishak.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,