Kasus perdagangan gelap satwa dilindungi di Indonesia masih terus terjadi. Minggu malam 9 Desember 2012 silam, tim Polisi Perairan Polda Bali mengamankan 33 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dari sebuah kapal yang bersandar di Tanjung Benoa, Nusa Dua, Badung, Bali.
Polisi melakukan penangkapan ini berdasarkan informasi yang didapat tentang penyelundupan penyu yang dilindungi ini. Seteah berupaya melakukan penjebakan pada para pelaku pada hari Senin 10 Desember 2012 dinihari, pihak kepolisian masih belum mengetahui pemilik penyu-penyu ini hingga saat ini, karena pelaku diduga kabur sesaat sebelum penggerebekan ini dilakukan.
Menurut keterangan yang didapat dari Direktur Polair Polda Bali, Kombes Pol. Tubuh Musyareh kepada Bali Post, mengatakan bahwa kemungkinan kedatangan pihak kepolisian sempat diketahui oleh para pelaku.
Dari penangkapan ini polisi berhasil menyita penyu hijau dalam berbagai ukuran. Penyu terbesar, diperkirakan berusia 25 tahun, sementara penyu lainnya yang berbobot 40 hingga 60 kilogram diperkirakan berusia 10 tahun. Seperti dilansir oleh BeritaBali.com, pihak Polair Polda Bali akan menitipkan penyu-penyu ini ke Pusat Penangkaran Penyu Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, setelah berkoordinasi dengan pihak BKSDA Bali.
Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan hewan terancam punah dan dilindungi oleh pemerintah melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES) dan penyu masuk dalam status Appendix 1.
Selain peristiwa penyelundupan penyu, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali pada hari Senin 10 Desember 2012 juga berhasil menggagalkan upaya penyelundupan karang hias tanpa dokumen yang sah (CITES Permit) dengan tujuan ke Amerika Serikat .
Saat ini masih dilakukan pengecekan/penelitian barang bukti untuk diusut siapa pemiliknya. Karang hias sejatinya bukan termasuk tumbuhan atau satwa yang dilindungi, namun terdaftar dalam Appendik II CITES, artinya pemanfaatan untuk perdagangan perlu diawasi dengan ketat, pengambilan specimen dialam diatur dalam kuota Dirjen PHKA dan yang boleh mengambil/menangkap adalah perusahaan yang telah mempunyai izin. Jumlah dan lokasi pengambilannyapun sudah ditetapkan dalam Peraturan Dirjen PHKA. Sampai saat ini belum ada kuota pengambilan karang hias di wilayah perairan Bali.
Terumbu karang yang sudah dibungkus rapi dalam kantong-kantong plastik tersebut saat ini masih diamankan di Kantor Balai KSDA Bali, untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.