, ,

Ratusan Warga Gorontalo Blokir Tumpukan Kayu Perusahaan Sawit

Seratusan warga di Desa Dudewulo, Kecamatan Popayato Barat,  menolak perusahaan sawit, dengan memblokir logpond (penumpukan kayu). Warga yang mengatasnamakan Forum Rakyat Merdeka Pohuwato ini, berhasil memaksa alat berat milik perusahaan keluar dari desa itu.

“Sampai saat ini logpond kami blokir dan masyarakat masih berjaga-jaga di batas desa. Jangan sampai perusahaan sawit masuk lagi,” kata Arlin Kaluku, Ketua Forum Rakyat Merdeka Pohuwato, kepada Mongabay, Jumat (28/12/12).

Pada Jumat dini hari, pos perlawanan yang dibangun warga, dibakar orang tak dikenal. Namun, perlawanan masyarakat tetap berlanjut meski ada yang sengaja memancing konflik.

Menurut Arlin, perlawanan masyarakat terhadap investasi sawit sejak 2007. Kala itu, pemerintah Kabupaten Pohuwato, sosialisasi rencana tata ruang kabupaten yang akan memberikan peluang kepada investor sawit. “Masyarakat sudah sadar rencana ini mengancam kehidupan mereka karena dampak perkebunan terhadap lingkungan dan hutan.”

Namun, karena kekuasaan modal, perusahaan sering menggunakan kekuatan militer dalam meredam masyarakat. Bahkan, pada 24 Agustus 2012, kepolisian Brimob Polda Gorontalo, terlibat aksi kejar-kejaran dengan warga penolak sawit. Empat hari sebelum itu, warga membakar pos Brimob di Kilometer 16.

“Kami menolak kehadiran pasukan bersenjata, sampai saat ini masih di desa kami. Ini menakut-nakuti dan menciptakan keresahan,” ucap Rasyid Umar, warga Dudewulo.

Menurut Rasyid, masyarakat kaget karena alat berat perusahaan yang sudah mendapat izin pemanfaatan kayu (IPK) masuk wilayah mereka dan mulai menebang. Pembukaan kawasan dengan membabi buta, sebagian besar mata air mati, anak sungai ditimbun dengan kayu dan tanah. Bukit-bukit dibersihkan dan diratakan. “Akibat langsung Sungai Popayato cabang kanan mati, setiap hujan ]lumpur turun ke Sungai Popayato.”

PT Sawit Tiara Nusa, satu perusahaan sawit di Pohuwato memberikan kontrak land clearing kepada PT Jaya Anugerah Delima Emas, awal 2012 mengantongi izin IPK dari Dinas Kehutanan Gorontalo.

Perusahaan IPK yang menebang itu, kata Rasyid, sebelumnya tidak sosialisasi kepada masyarakat. Perusahaan sosialiasi hanya mengundang tokoh-tokoh masyarakat yang mereka pilih. Akibatnya, perlawanan makin menjadi-jadi. Karena penolakan itu, hampir setiap kali masyarakat terlibat bentrok dengan Brimob Polda Gorontalo. “Sampai saat ini, kami tetap tidak percaya dengan perusahaan dan menolak serta menolak penggunaan logpond eks HPH di desa kami.”

Menurut Arlin dan Rasyid, 2011 hingga 2012, Menteri Kehutanan memberikan izin pelepasan kawasan hutan produksi menjadi hutan konversi untuk perkebunan kepada PT Sawindo Cemerlang, PT Sawit Tiara Nusa, PT Inti Global Laksana, dan PT Banyan Tumbuh Lestari, dengan luas 53.000 hektar. Kawasan hutan ini terdiri dari Kecamatan Popayato Barat, Popayato, Popayato Timur, Lemito, Wanggarasih, dan Taluditi.

Jhoni Nento, Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Pohuwato, menjelaskan, perusahaan perlu sosialisasi berkesinambungan agar warga merasa dilibatkan. Apalagi, banyak warga belum paham sawit, hingga pemerintah daerah dan perusahaan harus terus sosialisasi. “Terkaitpenolakan warga, itu sah-sah saja di alam demokrasi seperti saat ini. Saya rasa masih wajar masyarakat punya pandangan lain.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,