Sampai saat ini, peta keragaman hayati global yang diciptakan oleh Alfred Russel Wallace masih menjadi tulang punggung untuk memahami keragaman hayati di seluruh penjuru dunia ini. Namun berkat kemajuan teknologi modern dan berbekal data lebih dari 20.000 spesies dunia, para ilmuwan dari Universitas Kopenhagen saat ini telah berhasil memperbarui peta ini ke generasi berikutnya, yang menggambarkan organisasi kehidupan hayati di bumi.
Hasil pembaruan ini diterbitkan dalam Science Express, sebuah jurnal online tanggal 20 Desember 2012 silam. Peta baru ini menyediakan informasi mendasar terkait keragaman kehidupan di planet kita dan signifikansinya terhadap penelitian keragaman hayati di masa mendatang.
Salah satu pertanyaan penting dalam memahami kehidupan di bumi adalah mengapa spesies-spesies yang ada dan tersebar di bumi ini bisa terdistribusi seperti kondisi yang ada sekarang ke seluruh planet? Dalam peta baru ini menunjukkan pembagian kehidupan alam ke dalam 11 wilayah biogeografis besar dan menunjukkan bagaimana tiap wilayah ini terkait satu dengan lainnya.
Ini merupakan sebuah studi pertama yang menggabungkan informasi evolusioner dan geografis terhadap semua sepeies yang sudah diketahui, baik itu mamalia, burung dan amfibi dengan julah total lebih dari 20.000 spesies.
Upaya pertama untuk menjelaskan alam dunia dalam konteks evolusioner dilakukan tahun 1876 oleh Alfred Russel Wallace, yang juga menjadi mitra dalam pengembangan teori seleksi alamiah yang dikembangkan oleh Charles Darwin.
“Tulisan kami adalah sebuah pembaruan yang lama tertunda dari salah satu peta paling mendasar dalam ilmu alam dunia. Untuk pertamakalinya sejak upaya yang dilakukan oleh Wallace kita akhirnya mampu memberikan gambaran yang luas dari alam berdasarkan informasi yang sangat rinci untuk ribuan spesies vertebrata,” kata salah satu penulis Dr. Ben Holt dari Pusat Ekologi Makro, Evolusi dan Iklim.
Dalam peta baru ini membagi dengan lebih detail setiap kelas satwa berdasar wilayah geografis mereka. Peta ini disediakan secara gratis agar bisa memberikan kontribusi dalam berbagai ilmu biologi, serta perencanaan konservasi dan pengelolaan keragaman hayati.
Kontribusi tekonologi modern seperti sekuensing DNA dan kompilasi yang luar biasa dari ratusan ribu catatan pola distribusi mamalia, burung dan amfibi di seluruh dunia telah memungkinkan terciptanya peta baru ini. “Peta ini memberikan informasi dasar yang sangat penting untuk penelitian ekologi dan evolusi di masa mendatang. Peta ini juga memiliki signifikansi dalam upaya konservasi dalam kondisi krisis keragaman hayati yang terus menerus terjad dan perubahan lingkungan yang global. Sementara jika dulu para perencana koservasi telah mengidentifikasi area prioritas berdasarkan keunikan spesie yang ditemukan di suatu tempat, kita sekarang bisa mulai menentukan prioritas konservasi berdasarkan sejarah evolusi yang terjadi selama jutaan tahun,” kata Dr Jean-Phillippe Lessard, yang juga salah satu penulis penelitian ini dari Copenhagen Center yang saat ini berbasis di Universitas McGill, Kanada.
Hal senada juga diungkapkan oleh penulis senior dari Pusat Ekologi Makro, Evolusi dan Iklim, Carsten Rahbek,”Meskipun kemajuan yang luar biasa dari ilmu pengetahuan alam sudah terjadi, namun kita masih berjuang untuk memahami hukum-hukum yang mendasari yang mengatur kehidupan di planet ini. Penjelasan holistik tentang alam yang kami berikan bisa menjadi landasan baru dalam biologi mendasar.”
CITATION: B. G. Holt, J.-P. Lessard, M. K. Borregaard, S. A. Fritz, M. B. Araujo, D. Dimitrov, P.-H. Fabre, C. H. Graham, G. R. Graves, K. A. Jonsson, D. Nogues-Bravo, Z. Wang, R. J. Whittaker, J. Fjeldsa, C. Rahbek. An Update of Wallace’s Zoogeographic Regions of the World. Science, 2012; DOI: 10.1126/science.1228282