Saat ini para ahli hanya menggunakan perangkat pendeteksi titik api yang hanya memiliki kemampuan moderat berbasis citra satelit, namun ternyata hal itu tidak cukup presisi. Hal ini terungkap dalam sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Geophysical Research, bahwa perangkat ini tidak mampu merekam api-api yang kecil di seluruh dunia.
“Dari penghitungan seluruh api kecil yang membakar lahan dan hutan di dunia, menambah jumlah luasan yang terbakar hingga 35%, daru jumlah 345 juta hektar menjadi 464 juta hektar per tahun,” ungkap para ahli. Mereka menghitung ulang titik api ini menggunakan pencitraan yang menangkap panas untuk merekam api dan kebakaran.
Para ahli menemukan fakta bahwa kendati sejumlah api kecil ini tidak mengubah secara siginifikan titik api yang diperkirakan muncul di hutan boreal atau savana di Afrika dan Australia, mereka secara signifikan menambah jumlah luasan kebakaran di hutan tropis. Dengan adanya tambahan titik-titik api kecil ini, jumlah luasan kebakaran hutan di Asia Tenggara melonjak hingga 90%, dan 143% di Amerika Tengah, serta 157% di kawasan khatulistiwa Asia lainnya. Di Amerika Serikat, lahan yang terbakar melonjak hingga 75% dengan adanya tambahan data ini.
Bertambahnya titik api, artinya bertambahnya emisi gas rumah kaca yang dilepas ke udara dan berbagai jenis polutan lainnya. Misalnya, para ahli menemukan bahwa penambahan titik-titik kebakaran ini meningkatkan jumlah karbon hingga 35%.
CITATION: Randerson, J.T., Y. Chen, G.R. van der Werf, B.M. Rogers, and D.C. Morton. How important are small fires for global burned area and biomass burning emissions? Journal of Geophysical Research. 2012.