,

Mobil Logistik Petani Jambi Jalan Kaki 1.000 Km Dilempar Molotov

Sejak 12-12-12, seraturan petani Jambi yang tergabung dalam aksi berjalan kaki 1.000 kilometer (km) menuju Istana Negara, Jakarta, sudah memasuki hari ke 24. Suka duka terjadi. Sambutan hangat dan bantuan datang dari masyarakat dalam perjalanan mereka. Kejadian duka, kala beberapa petani mengalami kecelakaan, tertabrak kendaraan.

Tak hanya itu. Pada, Sabtu(4/1/13) sekitar pukul 3.00 dini hari, kala beristirahat di Lapangan Tenis Indoor, Menggala, Lampung, mobil logistik mereka terbakar,  ternyata dilempar bom molotov. Habislah, perbekalan mereka yang diperoleh dari bantuan warga yang bersimpati sepanjang perjalanan. Kerugian ditaksir sekitar Rp20 juta.

Wondo, seorang petani Jambi, mengatakan, saat kejadian, hampir semua petani terlelap. Mereka begitu lelah setelah menempuh perjalanan panjang. “Tiba-tiba ada teman berteriak ada kebakaran,” katanya seperti dikutip dari Berdikari online.

Para petani pun terbangun. Sebagian panik melihat kobaran api di punggung mobil.“Kami berusaha memadamkan. Ternyata ruangan tempat kami menginap terkunci. Kami hanya bisa melongo melihat mobil logistik terbakar.”

Latief, petani yang melihat kejadian, mengungkapkan, begitu api berkobar di punggung mobil, ada orang berlari keluar dan menaiki sepeda motor.“Larinya cepat sekali. Langsung naik atas motor. Kelihatan menggunakan motor besar.”

Pemadam kebakaran baru datang setengah jam kemudian. Setelah api padam, petani melihat ada botol bersumbu. “Sangat besar, kemungkinan mobil kami sengaja dilempar bom molotov. Ada botol bekas molotov yang ditemukan,” kata Koordinator aksi petani Jambi, Andi Syaputra.

Menurut Andi, polisi juga melihat botol bersumbu itu. Barang bukti yang diduga bom molotov sudah dibawa petugas Polres Tulang Bawang. “Kelihatannya pihak-pihak yang tidak menghendaki aksi kami mencapai Jakarta sudah beraksi. Pasti ada aktor di belakang semua ini.”

Binbin Firman, Bendahara Serikat Tani Nasional (STN) mengatakan, teror ini merupakan upaya menghentikan aksi rakyat. “Cara-cara seperti ini biasa dilakukan perusahaan-perusahaan atau birokrasi korup. Kepentingan mereka terganggu karena aksi ini.”

Aksi jalan kaki (long-march) ini kelanjutan pendudukan petani Jambi sudah lebih sebulan di depan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) di Jakarta sejak 17 November 2012. Mereka dari tiga tempat, yakni Suku Anak Dalam 113, Kunangan Jaya II (Kabupaten Batanghari), dan Mekar Jaya (Kabupaten Sarolangun). Mereka menuntut pengembalian tanah mereka yang berada dalam ‘kuasa’ perusahaan. Petani juga menuntut Presiden SBY segera menjalankan pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960.

Hari ke 17, pada 29 Desember 2012, peserta memasuki Lampung melalui Mesuji. Mereka disambut petani dari empat desa persiapan: Tugu Roda, Tunggal Jaya, Sidorukun dan Mekar Jaya, di daerah perluasan register 45 Sungai Buaya merupakan tanah ulayat. Belasan warga Mesuji ikut aksi jalan kaki ini menuju Istana Negara, Jakarta. Mereka mempunyai permasalahan sama,tanah. Tuntutan utama aksi  ini, petani meminta pemerintah konsisten menjalankan Pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria 1960, tanah untuk rakyat.

Pada 4 Januari 2013, atau hari ke 24, peserta jalan kaki, tiba di Tulang Bawang disambut masyarakat adat dari Lembaga Adat Mego Pak Tulang Bawang (LAMP-TB) disaksikan ribuan massa bertempat di gedung Kesenian RA Kartini Menggala Kabupaten Tulang Bawang.  Sore hari peserta aksi petani Sumatra (Jambi dan Lampung) di pindahkan ke Gedung Tenis Indoor Menggala atas arahan Husni, pegawai pemkab. “Informasi juga didapat, pindah ini atas permintaan Bupati Tulang Bawang,” kata Rakhmat Husein, Ketua Deputi Politik PRD Lampung.  Setelah pindah mereka melakukan makan mandi dan istirahat. “Tiba-tiba  sekitarpukul 03.00 mobil pick-up logistik terbakar.”

Warga menagih janji kepada Kemenhut sesuai pertemuan 16 Desember 2011. Dalam pertemuan itu, Kemenhut berjanji mengeluarkan lahan warga dari konsesi perusahaan. Dalam pertemuan yang  dihadiri Sekretaris Jenderal Kemenhut, Hadi Daryanto ini, disepakati lahan warga akan dikeluarkan dari konsesi perusahaan, dengan persyaratan pemetaan wilayah dan inventarisasi warga. Saat kembali ke Jambi, pemetaan melibatkan pemerintah daerah, perusahaan pun dibuat berikut inventarisasi warga.

Setelah selesai, pada Agustus 2012, warga menyerahkan data peta dan inventarisasi penduduk ke Kemenhut. Saat itu, mereka diterima Staf Ahli Menhut, San Afri Awang, yang dijanjikan dalam setengah bulan akan ada informasi balik kepada warga. Namun, dinanti-nanti, hampir empat bulan, tak ada tanda-tanda usulan dari warga mendapat tanggapan. Warga tiga dusun pun kembali aksi nginap di depan kementerian ini.

Namun, Kemenhut membantah. “Tidak ada janji Kemenhut untuk para perambah kawasan hutan baik di areal HTI antara lain PT. Agronusa dan PT. Wanakasita serta HPH restorasi ekosistem PT. Reki di Jambi,” kata Sekretaris Jenderal Kemenhut, Hadi Daryanto kepada Mongabay, Rabu(21/11/12).

Sumarto Suharno, Kepala Humas Kemenhut mengatakan, pertemuan dengan warga tiga kampung yang aksi ke Jakarta, Senin(19/11/12), ada beberapa poin penting. Pertama, Orang Rimba akan mendapatkan dampingan dari Kemenhut dan pemerintah daerah (pemda), sampai mendapatkan peraturan daerah (Perda) Kelembagaan Hukum Adat. “Hingga, kebijakan kehutanan akan tepat, baik enclave dan atau jelajah hutan berkehidupan masyarakatnya,” ucap Sumarto.

Kedua, warga setempat, akan ditawarkan kemitraan setara kedua pihak, dengan pengawasan pemda dan Kemenhut. Kemitraan ini, akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan perusahaan. “Khusus masyarakat, akan memperoleh kemudahan modal, manajemen, teknologi dan pasar.” Ketiga, bagi, warga di luar itu, penegakan hukum secara terpadu baik pusat maupun daerah akan dijalankan jika merambah hutan.

 Notulen rapat warga Jambi dan Kementerian Kehutanan, 16 Desember 2011 

Para petani Jambi yang aksi menagih janji Kemenhut mengeluarkan kawasan dari konsesi perusahaan. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,