SLANK: Otak Para Penguasa Hanya Berpikir Kapital…

Desember 2012 lalu, Grup band Slank yang bermarkas di Gang Potlot, Jakarta ini merayakan tahun yang ke-29 eksistensi mereka. Band dengan personil Akhadi Wira Satriaji yang kerap di sapa Kaka, (vokal), Bimo Setiawan Almachzumi/Bimbin (drum), Mohammad Ridwan Hafiedz/Ridho (gitar), Abdee Negara/Abdee (gitar) dan Ivan Kurniawan Arifin/Ivan (Bass) merayakannya dengan beberapa rangkaian acara. Di mulai dari kunjungan ke pesantren, penanaman pohon di lereng Gunung Merapi dan ditutup dengan konser di Stadion Kridosono, Yogyakarta.

Selain isu sosial, Slank selama ini dikenal sebagai grup musik yang memberikan perhatian khusus terhadap isu lingkungan lewat berbagai lagu soal cinta terhadap alam dan lingkungan. Sejak dulu mereka sudah menciptakan berbagai lagu bertema kerusakan lingkungan seperti Nggak Perawan Lagi di era 90-an, jauh sebelum gerakan green marak di Indonesia.

Mongabay Indonesia mewancarai Slank yang diwakili oleh dedengkotnya, Bimo Setiawan atau Bimbim, disela-sela kesibukan mereka di Yogyakarta pada 22 Desember 2012. Berikut petikan wawancaranya :

Slank, menaruh perhatian khusus untuk isu lingkungan sejak lama. Foto: Aji Wihardandi

Mongabay Indonesia:  Mengapa Slank memilih ikut berpartisipasi untuk isu lingkungan di Indonesia?

Bimbim: Slank dari awal selalu menceritakan soal cinta, anak muda, movement, sosial dan politik. Sosial itu sendiri salah satunya adalah soal lingkungan hidup. Slank peduli banget soal lingkungan pastinya. Paling gampang contohnya adalah persoalan sampah di Indonesia. Di sekitar kita terlalu banyak sampah. Apalagi mau bicara soal illegal logging, yang pasti banyak intrik dan kepentingan pemodal di dalamnya. Slank rasa harusnya negara sebesar Indonesia ini bisa mengatasi persoalan sampah. Negara lain saja bisa, mengapa Indonesia tidak. Tapi, semua ini kita berpikir persoalan sampah sangat dekat dengan masalah kesadaran, baik diri kita sendiri, masyarakat lain dan pemerintahnya. Persoalan lingkungan hidup sangat menarik untuk selalu Slank bicarakan dan akan terus Slank sampaikan.

Mongabay Indonesia:  Apa yang menjadi persoalan besar pada Isu lingkungan kita ?

Bimbim: Kita mengira persoalan besarnya pada persoalan hukumnya. Indonesia ini, persoalan penegakan hukumnya masih lemah. Lihat saja soal illegal logging, kalau saja aparat penegak hukumnya konsisten dan tegas dalam menjalani perintah aturan yang ada serta tegas dalam penegakan hukum di sektor lingkungan, paling tidak persoalan lingkungan bisa membaik. Tapi masalahnya, penegakan hukum negara ini, sedikit-sedikit dimaafkan, sedikit-sedikit tidak apa, akhirnya yang terjadi kebablasan. Hutannya hilang terus, seharusnya pemerintah dan penegak hukumnya sadar. Jadi kita melihat saat ini, walaupun sekarang era demokrasi dan reformasi, yang seharusnya segala persoalan termasuk di sektor lingkungan semakin baik, akan tetapi yang terjadi semakin parah. Namun, dil lain hal Slank juga mengapresiasi, banyak anak muda, organisasi, perusahaan yang mulai “Green life.” Mereka mulai peduli dan prihatin dengan kondisi lingkungan kita. Nah, kita kira saat ini pemerintah tinggal membuat aturannya saja. Walaupun, sebenarnya aturannya sudah ada, tinggal disosialisasikan dan penerapannya saja yang di maksimalkan. Persoalannya, Illegal logging (penebangan liar) itu duitnya banyak, akhirnya aparat terkadang lebih memilih yang uangnya banyak dari pada menegakkan hukumnya.

Bimbim, yang mewakili Slank memenuhi wawancara dengan Mongabay-Indonesia. Foto: Aji Wihardandi

Mongabay Indonesia:  Bagaimana Slank melihat kondisi hutan yang di Indonesia saat ini?

Bimbim: Slank melihat kondisi karena adanya pengaruh keserakahan. Otak para penguasa hanya berfikir kapital. Jadi pikirannya terus menggali, gali batubara, terus menjualnya, lalu menebang pohon dan di ganti dengan sawit yang jelas merusak lingkungan. Perusahaan atau penguasa tidak pernah berfikir akan dampak jangka panjang di sektor lingkungan dan pasti tidak akan pernah. Pikiran mereka hanya mencari keuntungan besar, apapun yang menghalang mereka terjang. Semua ini terjadi karena Uang. Hutan kita terus menyempit dan tinggal sedikit. Bahkan parahnya lagi satwa liar seperti Orangutan dan Macan sudah tidak ada tempat lagi karena habitat mereka hilang. Hal ini semua pastinya akan berdampak pada menurunnya jumlah populasi mereka, bahkan terancam kepunahannya. Kalau sudah punah, lalu kita hanya bisa menyesalinya saja.

Mongabay Indonesia:  Tidak banyak Band yang terlibat khusus mengawal untuk isu lingkungan, Mengapa Slank mau terlibat ?

Bimbim: Slank pernah diajak oleh kawan-kawan Pro fauna untuk kampanyekan persoalan Orangutan.  Lalu dengan Walhi juga sudah sejak lama Slank terlibat mengkampanyekan isu lingkungan di Indonesia. Slank selalu berkomunikasi dengan mereka. Slank akan siap mem-back-up apabila ada persoalan atau isu lingkungan apa yang perlu di kampanyekan oleh Slank.

Penampilan Slank dalam konser mereka di Yogyakarta akhir Desember 2012 silam. Foto: Aji Wihardandi

Mongabay Indonesia:  Bagaimana pendapat Slank soal eksploitasi Sumber Daya Alam di Indonesia timur yang merusak lingkungan, tapi rakyat disana tetap miskin ?

Bimbim: Persoalan ini memang menjadi keprihatinan Slank. Kita bisa lihat, bagaimana Freeport yang merusak lingkungan dan mengeruk semua kekayaan alam yang ada di Papua. Sedih melihat saudara-saudara kita di Papua yang sampai ini masih jauh kesejahteraannya. Tapi, kalau kita mau pakai konsep dalam Islam yaitu zakat, atau dalam istilahnya CSR (Corporate Social Responsibility) bisa menjadi sedikit solusi untuk mensejahterakan masyarakat di Papua. Tapi yang terjadi saat ini masih jauh dari harapan yang ada.

Mongabay Indonesia:  Menurut Slank, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk menjaga lingkungan kita tetap lestari ?

Bimbim: Kembali ke Pancasila kuncinya. Demokrasi tetap harus terus berjalan maju. Apabila nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial bisa dijadikan pegangan kita rasa semua, perlahan-lahan akan ada perubahan dan kemajuan serta kepedulian dari kita sendiri dan pemerintah tentunya untuk menjaga lingkungan kita menjadi lebih baik.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,