Dari Propinsi Riau dilaporkan bahwa tiga hotspot atau titik panas muncul di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di awal tahun 2013 ini. Titik panas ini terdeteksi mulai tanggal 3 hingga 7 Januari 2013 silam lewat pamantauan satelit NASA-MODIS.
Pendeteksian titik-titik panas ini menunjukkan bahwa sejumlah peristiwa kebakaran hutan masih terjadi di dalam kawasan taman nasional ini, apalagi kawasan Taman Nasional Tesso Nilo hingga saat ini sudah dirambah oleh penduduk untuk dijadikan pemukiman dan lahan perkebunan sawit.
Aktivitas perambahan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo hingga tahun 2011 sudah mencapai 42,64% dari total luas kawasan tersebut atau seluas 35.416,43 hektar dari total keseluruhan 83.068 hektar.
Hutan yang tersisa di Tesso Nilo ini adalah habitat gajah Sumatera yang masih tersisa di Riau. DI kawasan ini diperkirakan masih terdapat sekitar 150 hingga 200 ekor gajah Sumatera. Wilayah habitat dan jelajah gajah ini meliputi taman nasional, hutan di sekitarnya, serta konsesi perkebunan sawit dan akasia yang ada di wilayah tersebut.
Sepanjang tahun 2012, angka kematian gajah Sumatera akibat perebutan lahan dengan manusia sangat tinggi. Tercatat tak kurang dari 12 ekor gajah Sumatera mati akibat konflik dengan manusia.
Sejauh ini upaya penanganan konflik gajah dan manusia telah dilakukan dengan pembentukan tim penanganan konflik gajah dan manusia yang terdiri dari 4 ekor gajah yang terlatih dan 8 orang mahout (perawat gajah) dari kerjasama antara WWF dan BKSDA Riau. Tim ini disebut dengan Flying Squad.
Namun luasnya lahan dan banyaknya akses keluar masuk gajah di Taman Nasional Tesso Nilo membuat tim ini masih belum mampu sepenuhnya mengatasi konflik ini. Kebutuhan akan tambahan Flying Squad menjadi krusial mengingat tingginya tingkat perambahan dan potensi konflik yang bisa terjadi di masa mendatang.