Wayan Suarjana tampak begitu resah. Warga Desa Adat Pelandung, Kabupaten Karangasem, Bali itu mengaku gelisah oleh aktivitas eksplorasi air tanah yang dilakukan PT. Tirta Investama, produsen air mineral bermerk Aqua, di wilayahnya.
“Titik pengeboran dekat sekali dengan sumber mata air di kawasan Tirta Gangga. Kami khawatir, pengeboran itu akan membuat kami kesulitan air, karena sumber mata air Tirta Gangga itu yang mengairi persawahan di desa kami,” ujar Suarjana kepada wartawan di Denpasar, Senin, 14 Januari 2013.
PT Tirta Investama mendapatkan izin ekplorasi dari Bupati Karangasem Wayan Geredeg dengan nomor 01 tahun 2012 pada tanggal 9 oktober 2012. Sejak izin ekplorasi di dapatkan, perusahaan yang bergerak di bidang air minum dalam kemasan itu langsung melakukan pengeboran di dua titik yang berdekatan yang terletak di tengah sawah subak bungbung, wilayah Desa Adat Peladung.
Suarjana memang tak sendiri. Keresahan juga dirasakan oleh total 297 kepala keluarga warga Desa Adat Peladung yang akhirnya sepakat menolak eksplorasi tersebut. Apalagi, kegiatan eksplorasi itu direncanakan akan berlanjut dengan kegiatan eksploitasi air bawah tanah untuk dikemas menjadi air mineral bermerk Aqua. PT. Tirta Investama berencana membangun sebuah pabrik di kawasan tersebut.
“Dalam paruman desa (rapat desa) Desember 2012 lalu, warga Desa Adat Peladung secara aklamasi menolak adanya pengeboran air tanah untuk eksplorasi, pengambilan air tanah dalam bentuk apapun serta pembangunan pabrik oleh Aqua di wilayah desa kami,” ujar Wayan Suarjana yang juga bertindak selaku prajuru (pengurus) desa adat.
Dasar penolakan warga, kata Suarjana, karena kegiatan pengeboran tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kekeringan yang menyebabkan mata air di sekitarnya mati. Hal ini mengingat lokasi sekitar pengeboran air merupakan hamparan sawah serta dekat pemukiman penduduk yang memanfaatkan sejumlah mata air sekitarnya yakni mata air Ababi, Tirta Gangga, Yeh ketipat dan Tahuka. Tak hanya mengairi kawasan Desa Adat Peladung, keempat mata air itu juga menjadi oase yang sangat berarti bagi warga Karangasem pada umumnya, kabupaten yang paling rawan bencana kekeringan di Bali.
“Dengan ini kami mendesak Bupati Karangasem agar segera mencabut izin eksplorasi itu, dan tidak mengeluarkan izin eksploitasi, apalagi pembangunan pabrik,” pintanya.
Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali Wayan Gendo Suardana menyatakan pihaknya mendukung keputusan dan sikap warga. “Ini adalah sikap realistis dari masyarakat yang khawatir daerahnya akan kekeringan. Sikap ini harus mendapat dukungan dari semua komponen, termasuk kami, terlebih air yang menguasai hajat hidup orang banyak kini semakin langka di Bali,” Gendo menegaskan.
“Kami mengimbau kepada Bupati Karangasem untuk menghormati hasil keputusan adat sekaligus menindaklanjuti segera aspirasi warga Desa Adat Peladung, dan segera mencabut surat izin eksplorasi yang sudah diterbitkan untuk PT Tirta Investama, yang selanjutnya tidak memberikan ijin privatisasi air kepada pihak manapun,” ujarnya.
Gendo mengingatkan bahwa ancaman krisis air sudah ada di depan mata. Sejak 1995, Kementerian Lingkungan Hidup memprediksi Bali akan mengalami defisit air sebanyak 1 miliar meter kubik per tahun dan akan terus meningkat hingga mencapai sekitar 27,6 miliar meter kubik per tahun pada tahun 2015.
Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana juga menyebutkan pada 2015 Bali mengalami kekurangan air bersih mencapai 1500 liter perdetik. “Kami menyerukan kepada pemimpin daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, untuk menghentikan upaya privatisasi air dan melakukan upaya untuk mendistribusikan air secara adil untuk keberlangsungan hajat hidup masyarakat Bali,” ucap Gendo.
Dikonfirmasi terpisah, Corporate Communication Manager PT. Tirta Investama Michael Liemena menegaskan bahwa pihaknya melaksanakan eksplorasi air bawah tanah di kawasan Desa Adat Peladung atas dasar izin yang diberikan pemerintah. Pihaknya juga mengaku baru sekadar melakukan penelitian untuk memastikan kelayakan air tersebut dijadikan sumber air untuk produk Aqua. “Kami menghormati keputusan warga, tetapi kami memang belum pada tahap lebih lanjut. Sementara kami baru melakukan penelitian kualitas air dan lain lain, dan semuanya memerlukan waktu cukup lama,” ujarnya.
Michael menambahkan, sumber air Aqua di kawasan Mambal, Kabupaten Badung, Bali, sudah tidak mencukupi lagi untuk memenuhi tingginya permintaan produk Aqua di Bali. Akibatnya, untuk sementara pihaknya harus mendatangkan produk dari sumber air di Pandaan Jawa Timur hanya untuk memenuhi permintaan di Bali. Pengelolaan sumber air baru menurutnya bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar Bali yang terus meningkat.