,

Bumi Resources Mulai ‘Aksi’ di TN Bogani Nani Wartabone

Protes warga terhadap alih fungsi lahan di Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone, Gorontalo. Foto dari website TN Bogani Nani Wartabone

PT Gorontalo Mineral, anak perusahaan PT. Bumi Resources Minerals Tbk, mulai eksplorasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Gorontalo. Perusahaan milik keluarga Bakrie ini mendapatkan kontrak karya dan kuasa pertambangan di kawasan ini terdiri dari dua blok.  Blok pertama 28.710 hektar dan kedua 7. 260 hektar dengan total luas 36.070 hektar.

“Kami sedang sibuk uji sampel, sambil menunggu tahap selanjutnya. Di lapangan sedang reklamasi lahan,”  kata Chusnun Hadi, Koordinator Divisi Media, PT Gorontalo Mineral, kepada Mongabay, Jumat (18/1/13).

Saat ini,  perusahaan tahapan eksplorasi, jadi mengambil sample batuan di beberapa titik-titik prospek perusahaan. Sampel-sampel ini akan diuji kandungan mineralnya oleh lembaga independen. “Dari situ akan diketahui kandungan mineral, apakah memenuhi nilai ekonomi atau tidak.”

Sedangkan menurut sejumlah warga di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, yang berbatasan langsung dengan taman nasional, saat ini perusahaan telah membuka jalan di kawasan itu, dengan menebang pohon.

Opan Katili, seorang warga mengatakan, jalan ke taman nasional sudah dibuka perusahaan. Bahkan ojek-ojek di pintu masuk yang biasa disewa penambang rakyat, kini dipakai perusahaan untuk mengangkut semen ke lokasi pembangunan camp perusahaan.

“Menurut pengakuan tukang ojek tambang, mereka dibayar Rp250 ribu untuk satu sak semen ke taman nasional,” ucap Opan.

Menurut Yakob Botutihe, aktivis lingkungan dari Japesda Gorontalo, yang dilakukan perusahaan tidak sesuai prosedur. Sebab, perusahaan belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). “Karena perusahaan masih eksplorasi, belum mengantongi Amdal. Tapi yang dilakukan ini kerja-kerja eksploitasi.”

Yakob mengatakan,  aksi perusahaan merugikan warga Gorontalo. Contoh, ketika banjir bandang dan tanah longsor Desember 2012  karena taman nasional, terus mengalami degradasi. “Yang parah kawasan dikonversi menjadi pertambangan, baik skala kecil oleh rakyat dan skala besar perusahaan dari Jakarta.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,