, ,

Prediksi: 2013 Masih Masa Suram bagi Lingkungan

Kalangan organisasi masyarakat sipil menilai, krisis lingkungan hidup akan terus berlangsung tahun 2013. Argumentasi ini dilandasi atas situasi politik dan penegakan hukum lingkungan yang jauh dari harapan. Apalagi tahun ini sudah mendekati pesta akbar demokrasi: pemilihan umum. Bisnis-bisnis ekstraktif merusak lingkungan pun diprediksi meningkat karena diduga kuat menjadi mesin uang bagi politikus.

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, mengatakan, tahun ini kondisi lingkungan bisa lebih buruk karena kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah masih menomorduakan isu lingkungan. “Jadi, masalah lingkungan tidak prioritas oleh pemerintah,” katanya di Jakarta, Rabu(16/1/13).

Di daerah, banyak persoalan lingkungan muncul. “Bukti di mana kepala daerah justru tak memainkan peran, malah langgar aturan dengan membiarkan praktik buka kebun sawit, tambang di luar izin tanpa proses,”

Kondisi tambah parah kala penegakan hukum lingkungan hidup lemah, hingga tidak banyak putusan pengadilan menjadi jurisprudensi yang mendorong perbaikan dan perlindungan lingkungan.  Keluhan masyarakat, kata Abetnego, sering tak jelas di mana saluran penyelesaiannya. “Malah laporan perusahaan lebih direspon pemerintah daripada problem-problem masyarakat.”

Bukan itu saja. Tahun ini, masih banyak peraturan sedang digodok  DPR yang berpotensi mengekang dan menghambat kebebasan masyarakat sipil, seperti RUU Ormas, RUU Kamnas, ditambah yang sudah ada UU Intelejen dan UU Penanganan Konflik Sosial. Jadi, saat ini bukan hanya darurat ekologis, juga darurat demokrasi. “Ini memperkecil ruang masyarakat sipil untuk memperjuangan lingkungan,” ujar dia.

Belum lagi terhambatnya peraturan pelaksana dari UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Meskipun UU ini sudah sah tiga tahun lalu tapi peraturan pelaksana baru terbit satu tahun ini, yaitu peraturan pemerintah (PP) tentang izin lingkungan. “Perlu dua tahun lebih menyusun satu PP.”  Dengan lambatnya peraturan pelaksana, implementasi UU inipun menjadi terhambat.

Menurut dia, setidaknya UU PPLH ini memerlukan 21 PP dan delapan peraturan menteri. “Jika belum terealisasi dipastikan kondisi lingkungan hidup tidak jauh berubah.”

MP3EI pun terus melenggang tahun ini, dengan 82 proyek pembangunan infrastruktur senilai Rp143 triliun dengan rincian antara lain di Jawa 13 proyek. “Ini artinya, pembangunan ekonomi khusus infrastruktur jalan terus meskipun daya dukung alam sudah tidak mendukung.”

Jika Indonesia ingin keluar dari krisis lingkungan dan kedaulatan, pada seluruh cerita model pengelolaan sumber daya alam  bisa memberikan jaminan keselamatan, kesejahteraan rakyat, dan bagaimana jaminan atas keberlanjutan dari fungsi pelayanan alam.

Tahun ini, juga sebagai tahun menata perjuangan gerakan lingkungan dan gerakan sosial untuk memperkuat diri, dan mewujudkan keadilan ekologis. “Tak mungkin menyelesaikan persoalan lingkungan hanya dengan pendekatan teknis lingkungan. Tak mungkin kita terus berkutat dengan jalan-jalan parsial bak menyusun puzzle.” Menjawab persoalan lingkungan, katanya, tak mungkin hanya lewat pendekatan intervensi kebijakan sektoral dan yang sektoral, tanpa berani membidik apa kepentingan atau motif ekonomi dan politik.  “Serta siapa aktor dalam setiap keputusan politik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.”

Tahun 2013 sebagai tahun politik memasuki persiapan 2014, berbagai pertarungan kepentingan akan dipertaruhkan. Isu lingkungan hidup tidak boleh lagi menjadi “bancakan” elit politik. Untuk itu, tahun ini organisasi lingkungan dan masyarakat juga harus bekerja lebih keras untuk “memecah” konsolidasi dan pemodal serta memutus tali temali kuasa dan modal yang menjalankan praktik politik menghancurkan lingkungan dan memiskinkan rakyat.

Grafis: Walhi

Mesin Uang Parpol

Tak hanya Walhi, organisasi masyarakat sipil lain seperti, Jatam, Kiara, Huma, Ocosoc Right, KontraS, JPIC, FORMMADA dan CSF-CJI juga mengajak masyarakat menyelamatkan  Indonesia dari penjarahan sumber daya alam (SDA).

Caranya, menjadikan 2013 sebagai tahun SOS Indonesia dari politik penjarahan. Langkah ini perlu ditindaklanjuti dengan menyampaikan dan mengangkat terus informasi dan data-data terkait praktik politik penjarahan di masyarakat. Lalu, upaya hukum terhadap pelaku korupsi di sektor pertambangan dan SDA lain.

Kemudian, mengumpulkan dan melaporkan kepada publik, partai-partai politik dan atau politisi yang terlibat dalam politik penjarahan pertambangan dan atau SDA.

Dalam pernyataan bersama mereka menyebutkan, eksploitasi SDA di Indonesia memberikan ancaman nyata bagi keselamatan warga. Sepanjang 2012, kerusakan lingkungan, konflik, dan kekerasan menjadi laporan utama media nasional dan berbagai lembaga masyarakat sipil serta laporan Komnas HAM.

Data menunjukkan, dari 2009 hingga ,2012 korban kekerasan terus bertambah seiring konflik di berbagai daerah. Tercatat 52 korban meninggal, 64 korban tertembak, 604 ditangkap atau ditahan, 321 dianiaya tahun lali. Konflik ini, meliputi tak kurang dari 500.372 hektar lahan dan 69.975 keluarga.

Menurut mereka, banyak aktor berada di balik beragam konflik, kekerasan, dan perusakan SDA ini. “Korporasi menjadi aktor utama seluruh konflik, kekerasan, dan perusakan alam.”

Partai politik, salah satu aktor yang bertanggung jawab atas tumbuh suburnya korupsi di Indonesia, termasuk korupsi di sektor pengelolaan SDA. “Sudah menjadi rahasia umum sumber pendanaan dan mesin “ATM” partai politik dari eksploitasi SDA, baik oleh fungsionaris partai, simpatisan atau mereka yang diberikan proteksi oleh partai politik.” “SDA menjadi sumber jarahan mendanai biaya-biaya politik negeri ini.”

Untuk melihat bagaimana “politik penjarahan” kekayaan tambang bekerja dari produk-produk hukum yang diterbitkan. Kebijakan ini, memungkinkan komodifikasi hutan (kawasan lindung) untuk konsesi tambang.  Tidak sedikit pula ruang publik sengaja diprivatisasi untuk menjamin eksploitasi tetap berjalan.

Sepanjang 2009 hingga 2012, ada 10.677 izin usaha pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena  praktik kejahatan sektor pertambangan dan penyalahgunaan kekuasaan. “Belum lagi sektor perkebunan, HTI, dan lain-lain.”

Tak hanya momen pemilu Pusat. Praktik kejahatan korupsi pertambangan terkait biaya politik terutama malah terjadi saat pemilihan kepala daerah (pilkada). Dia mencontohkan, kisruh tumpang tindih izin usaha pertambangan (IUP) di Kutai Timurdiduga tidak lepas dari campur tangan dua kekuatan partai politik, Partai Gerindra dan Partai Demokrat.

Kasus ini, berbuntut digugatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pemda Kutai Timur dan pemerintah Indonesia ke arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat. “Tidaklah berlebihan jika warga kini mengkhawatirkan mesin uang partai politik berpotensi menjarah SDA Indonesia.”

Grafis: Walhi

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,