Sinyal Positif Menuju Moratorium Kehutanan Tahap Berikutnya

Indikasi perpanjangan moratorium semakin menguat setelah Ketua Satgas REDD Kuntoro Mangkusubroto menyatakan bahwa pihak sudah mengajukan perpanjangan moratorium kepada presiden pekan lalu. “Bagus jika kita bisa memperpanjang moratorium penebangan hutan  untuk satu atau dua tahun ke depan,” ungkap Kuntoro kepada Reuters. “Saya gembira dengan hasilnya (yang diraih oleh REDD) sejauh ini, memang tidak sempurna namun setidknya kita sudah mendekati. Kita berhasil mencapai banyak hal, kendati saya sendiri belum puas.”

Urgensi moratorium kehutanan memang dirasa penting untuk Indonesia seiring dengan lajunya deforestasi dan ekspansi bisnis berbasis kehutanan di tanah air. Selain itu, beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia juga mendapat tekanan internasional untuk menekan laju deforestasi  akibat penghancuran lahan gambut yang kaya kandungan karbon demi memperluas perkebunan sawit dan pertambangan.

Sebelumnya pemerintah Indonesia sudah memberlakukan moratorium penebangan hutan alam tahap pertama mulai bulan Mei 2011 selama dua tahun hingga Mei 2013. Bersamaan dengan moratorium ini, pemerintah Norwegia juga menggelontorkan dana untuk menjalankan program REDD (Redusing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Moratorium yang meliputi hutan alam seluas 65 juta hektar, atau sekitar sepertiga wilayah Indonesia ini adalah bagian dari perjanjian perubahan iklim yang ditandatangani dengan Norwegia di tahun 2010 senilai 30 juta dollar.

Kuntoro sendiri menambahkan bahwa pihaknya berhati-hati dalam penggunaan dana tersebut. “Saya adalah orang yang cukup kosnervatif jika terkait penggunaan dana,” ungkapnya. “Saya paham soal lingkungan disini, saya paham birokrasinya dan masalah-masalah di lapangam, jdai saya harus lebih hati-hati.”

Di sisi lain ancaman terhadap deforestasi sendiri masih terus terjadi, Indonesia adalah negara dengan jumlah perkebunan sawit terluas di dunia dengan 8,5 juta hektar perkebunan sawit dan kemungkinan akan terus bertambah sekitar 200.000 hektar setiap tahun hingga satu dekade mendatang.

Terkait hal ini, tingkat produksi sawit Indonesia bisa terus meningkat tanpa harus menambah lagi luasan areal perkebunan. “Jika tujuannya untuk menambah produksi minyak kelapa sawit, anda bisa dengan mudah meningkatkannya tanpa harus menambah luas perkebunannya,” ungkap Kuntoro. “Anda bisa meningkatkan produktivitasnya.”

Sebelumnya Kementerian Kehutanan juga sempat menyampaikan bahwa pebisnis kelapa sawit di Indonesia bisa gunakan lahan yang sudah terdegradasi seluas 24 juta hektar, dibanding harus menambah luasan perkebunan dengan menebang hutan baru.

Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan sebuah target ambisius untuk menekan emisi karbon sebesar 26% hingga tahun 2020.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,