Konflik Lahan PLTU Batang: Proses Kriminalisasi Warga Berlanjut ke Meja Hijau

Senin siang, 21 Januari 2013, puluhan warga tolak pembanguan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang bersama puluhan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang geruduk Pengadilan Negeri Semarang untuk melakukan aksi untuk menuntut keadilan atas dikriminalisasinya kelima warga Batang yaitu Casnoto, M. Ali Tafrihan, Kirdar Untung, Riyono dan Sabarno.

Agenda persidangan pada siang kemarin adalah pembacaan eksepsi dari LBH Semarang sebagai kuasa hukum dari kelima warga Batang ini.  “Kedatangan puluhan warga Batang ini sebagai aksi solidaritas atas disidangnya kelima warga Batang ini agar kelima terdakwa ini tetap kuat dan mendorong dan mengawal proses persidangan ini agar tidak diadili secara sewenang-wenang“, kata Wahyu Nandang Herawan, Staff LBH Semarang.

Kepada Mongabay Indonesia, Nandang menjelaskan, persidangan ini dipisah menjadi dua dengan majelis hakim yang sama.  Akan tetapi dakwaan yang diberikan berbeda, yaitu Casnoto dan M Ali Tafrihan didakwa dengan pasal 333 KUHP dan atau pasal 170 KUHP dan atau pasal 160 KUHP dan atau pasal 335 ayat (1) Jo pasal 55 KUHP tindak pidana dengan merampas kemerdekaan orang dan atau melakukan pengrusakan barang secara bersama-sama dan atau perbuatan tidak menyenangkan. Sedangkan untuk Kirdar Untung, Riyono dan Sabarno didakwa dengan pasal 333 ayat (1) KUHP dan atau pasal 335 ayat (1) 1e KUHP jo pasal 55 KUHP.

Selain itu, rilis dari LBH Semarang yang diterima Mongabay Indonesia dijelaskan bahwa, kelima orang tersebut dikriminalisasi karena peristiwa datangnya warga Jepang Sakatoshi Sakamoto. Mereka didakwa telah melakukan penghasutan, kemerdekaan orang dan pasal lainnya. Padahal kenyataannya mereka mencoba mengamankan Warga Negara asal Jepang tersebut agar tidak menjadi sasaran kemarahan warga atas penolakan PLTU Batang, tetapi mengamankan orang Jepang tersebut menjadi dalih Polres Batang untuk menangkap mereka dengan menjerat pasal 33 ayat (1) yaitu merampas kemerdekaan orang. Adapun Eksepsi dari LBH Semarang dikatakan bahwa dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kabur dan terkait Kompetensi relatif.

“Kami menuntut keadilan seadil-adilnya terhadap kelima saudara kita yang tidak bersalah dan tidak pernah melakukan tindak pidana apapun dan mohon segera Majelis hakim menilai dengan hati nurani”, kata Taryun, warga Ponowareng.

Taryun kepada Mongabay Indonesia menambahkan bahwa, masyarakat menolak dengan adanya Pembangunan PLTU tersebut karena mereka tidak mau kehilangan lahan/sawah produktifnya yang memiliki irigasi yang baik. Masyarakat juga berjuang terhadap dampak potensial yang akan timbul apabila PLTU Batang tersebut terbangun,antara lain kerusakan lingkungan dan kesehatan (ispha/sakit pernapasan).

Masyarakat mengetahui adanya dampak potensial tersebut melalui survei-survei masyarakat di PLTU Cilacap dan PLTU Jepara dan langsung bertemu dengan korban-korban PLTU. Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Kembang periode 1 Januari 2011-30 Juni 2011 terkait jenis penyakit yang dialami masyarakat Kecamatan Kembang Jepara yang memang berdekatan dengan PLTU, beberapa penyakit yang ditimbulkan antara lain penyakit pernapasan seperti Nasopharingitis, Arthitis Rematoid, Bronkitis Akut, panas yang tidak diketahui penyebabnya, Demam tifoid/paratifoid, farangitis Akut, penyakit Kulit Alergi, gastritis/diodenitis, penyakit kulit infeksi, Diare dan ganstroenteritis.

“Mereka tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata dan kami juga ingin mengetuk hati masyarakat Indonesia agar sama-sama mengawal proses ini dan mendukung perjuangan masyarakat Batang,” tutup Nandang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,