Para Ahli Kembangkan Sistem Pantau Keragaman Hayati Global

Perubahan iklim sejauh ini telah memiliki sebuah sistem yang terkoordinasi dan termonitor di seluruh dunia untuk memantau setiap fenomena yang terjadi, namun dalam upaya pelestarian satwa dan memantau perubahan spesies hal ini seratus delapanpuluh derajat terbalik. Hingga kini, belum ada sebuah pendekatan global untuk melakukan monitoring kehilangan keragaman hayati di seluruh dunia.

Setidaknya itulah yang disampaikan dalam sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Science dan dipimpin oleh Henrique Miguel Pereira dari Centre for Environmental Biology dari University of Lisbon, Portugal. Dia beserta timnya, yaitu 30 pakar lainnya mengajukan sebuah sistem yang bisa memonitor keragaman hayati dunia berbasis beberapa variabel yang sudah ditentukannya.

Dengan menentukan pengukuran yang paling esensial yang secara akurat dan bermanfaat bernama essential biodiversity variables (EBV), para ahli berharap informasi yang dihasilkan bisa memberikan masukan pada kebijakan yang terkait keragaman hayati dan merangsang investasi dalam pengembangan pengukuran dalam perubahan kergaman hayati global.

Sampel-sampel yang akan diambil termasuk di dalamnya adalah sampel keragaman genetik satwa liar, vegetasi dan spesies domestik, kelompok populasi yang mewakili jenis tertentu (seperti burung, satwa terancam dan tanaman bermasalah), wilayah tutupan dan contoh struktur habitat dimensi tiga dimensi, dan nutrisi yang digunakan dalam sebuah ekosistem tertentu.

Salah seorang penulis, associate profesor bernama Melodie McGeoch dari Sekolah Biologi Monash University mengatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir angka kehilangan keragaman hayati begitu tinggi dan mengkhawatirkan, namun masih terjadi kekosongan yang kritis dalam pengetahuan ilmiah.

“Misalnya, hanya sekitar 11 persen negara yang memiiki informasi yang baik terkait spesies invasif, dan hal lainnya misalnya seperti dilaporkan oleh PBB dimana kendati proses sertifikasi kayu diimplementasikan secara luas, namun pembalakan liar tetap berlangsung di seluruh dunia,”ungkap McGeoch.

Dalam penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa hilangnya keragaman hayati sudah menyebabkan kerugian yang signifikan dalam fungsi, efisiensi dan stabilitas ekosistem dan jasa lingkungan yang diberikan bagi manusia.

“Dampak perubahan keragaman hayati terhadap kehidupan manusia dan kemampuan bertahan mereka makin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia dan meningkatnya suhu dunia, dan menyebabkan meningkatkanya kebutuhan akan air dan sumber daya lainnya, dan juga habitat alami yang diubah demi keperluan pembangunan,” tambah McGeoch.

“Kebijakan publik yang benar sangat diperlukan untuk masa depan yang lebih sustainable, dan sistem yang secara global memiliki harmonisasi yang baik untuk memantau komponen-komponen esensial keragaman hayati diperukan untuk menghasilkan kebijakan seperti ini.”

Hal senada diutarakan oleh penulis utama, Dr Pereira, bahwa menjadi sangat esensial untuk mendiskusikan pembagian tanggung jawab internasional dalam pengembangan sistem monitoring keragaman hayati global.

“Celah terbesar dalam monitoring keragaman hayati muncul di negara-negara berkembang, di wilayah yang menerima tekanan terbesar dalam hal lingkungan, dan banyak tekanan ini disebabkan oleh negara-negara maju,” ungkap Dr. Pereira.

H. M. Pereira, S. Ferrier, M. Walters, G. N. Geller, R. H. G. Jongman, R. J. Scholes, M. W. Bruford, N. Brummitt, S. H. M. Butchart, A. C. Cardoso, N. C. Coops, E. Dulloo, D. P. Faith, J. Freyhof, R. D. Gregory, C. Heip, R. Hoft, G. Hurtt, W. Jetz, D. S. Karp, M. A. McGeoch, D. Obura, Y. Onoda, N. Pettorelli, B. Reyers, R. Sayre, J. P. W. Scharlemann, S. N. Stuart, E. Turak, M. Walpole, M. Wegmann.Essential Biodiversity Variables. Science, 2013; 339 (6117): 277 DOI: 10.1126/science.1229931

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,