Bisnis Sawit Indonesia Akuisisi 220.000 Hektar Lahan Petani Miskin Liberia

Tak cukup dengan berbagai kasus konflik lahan dan hutan dengan masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia, raksasa bisnis Sinar Mas Grup kini juga berseteru dengan sejumlah petani lokal di Liberia, Afrika akibat salah satu anak perusahaan mereka, Golden Veroleum Liberia mengakuisisi lahan milik para petani secara sepihak dengan harga murah di kawasan Sinoe County, di selatan Liberia.

Seperti dilaporkan oleh AFP, Golden Veroleum Liberia memperoleh hak pengelolaan lahan dari pemerintah Liberia (GVL) di tahun 2010 seluas 220.000 hektar untuk ditanami kelapa sawit. Perizinan yang akan berlaku hingga 63 tahun ke depan ini hanya mewajibkan GVL membayar sewa lahan sebesar 1,5 dollar AS per tahun untuk setiap hektar hutan alam dan 5 dollar AS untuk lahan yang sudah dibersihkan, izin pinjam pakai ini bisa diperbarui 30 tahun lagi jika masa sewa lahannya habis.

Anehnya, perizinan ini diperoleh oleh GVL di ibukota Liberia, Monrovia tanpa ada satu pun perwakilan dari Sinoe County yang menjadi areal perkebunan. Tak urung, hal ini menuai protes dari petani setempat yang lahannya diambil oleh GVL berbekal surat izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat Liberia tersebut.

Salah seorang petani bernama Benedict Smarts, seperti dilaporkan oleh AFP menyatakan bahwa dirinya tidak menentang pembangunan, namun mereka hanya ingin didengar dan dihargai. “Kami ingin orang-orang itu mendengarkan kami,” ungkap Benedict kepada AFP. Surat keberatan resmi sudah dibuat dan disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri Liberia.

Petani lainnya bernama Benedict Manewah menambahkan bahwa, pebisnis asal Indonesia ini muncul pertamakali bulan September 2010 silam. “Mereka berkata, kami memiliki surat izin konsesi yang diterbitkan oleh presiden anda, yang telah menjual lahan anda kepada kami,” ungkap Manewah. “Tiga bulan kemudian mereka kembali….dan mereka mulai menghancurkan bangunan kami, lahan pertanian, tanaman, rumah dan ternak kami,” tambah Manewah. Para petani di Liberia kehilangan perkebunan karet, singkong, jeruk, kelapa dan palem saat para pekerja GVL mencabuti seluruh tanaman pertanian mereka dan mengirimkannya untuk orang-orang mereka sendiri di rumah. Akibat akuisisi lahan ini, kini para petani tak punya pilihan untuk bekerja di perkebunan sawit milik GVL tersebut.

Pengacara para petani, Alfred Brownell dari Green Advocates mengatakan: “Tak ada seorang pun yang bekerja untuk rakyat di negeri ini, yang hanya memiliki sebidang kecil tanah, dan kini anda meminta mereka untuk pergi.” Laporan atas kasus ini tidak disampaikan oleh Alfred Brownell ke pemerintah Liberia, namun ke RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang mengawasi pelaksanaan standarisasi ramah lingkungan bisnis kelapa sawit di dunia. Dalam produksi dan pembukaan perkebunan kelapa sawit membutuhkan informasi tambahan soal bagaimana proses produksi kelapa sawit ini, dan harus dengan disertai surat persetujuan dari masyarakat di lokasi produksi dan perkebunan akan dilaksanakan, hal ini disampaikan oleh Sekjen RSPO Darrel Webber dalam suratnya kepada eksekutif GVL.

Dalam kasus serupa yang terjadi sebelumnya, RSPO menangani kasus konflik lahan antara para petani Liberia dengan perusahaan asal Malaysia, Sime Darby yang membuka lahan seluas 200.000 hektar di Grand Cape Mount County. Negosiasi antara kedua belah pihak hingga kini masih berlangsung.

Imam Mustapha Foboi yang memimpin perlawanan petani dari 17 desa kepada Sime Darby mengatakan bahwa,”Kami telah membuat sejarah tak hanya di Liberia namun juga untuk seluruh Afrika, kasus di Grand Cape Mount menjadi sebuah contoh bagi berbagai kasus lainnya.”

“Cara mereka beroperasi tak ubahnya mafia, mereka menggunakan ancaman, intimidasi, dan penahanan warga secara ilegal,” tambah Alfred Brownell. Sehari setelah diwawancara oleh AFP terkait kasus ini, empat petani di Sinoe County ditahan oleh pihak berwajib, sebuah hal yang sudah kerap terjadi di masa lalu di Liberia.

Pihak GVL sendiri, yang diwakili oleh manajernya, Jeff Benzin menjawab wawancara AFP dengan senyuman,”Jika kami melakukan kesalahan, maka kami akan mengakuinya.”

“Kami membayar kompensasi kepada setiap orang yang menerimanya. Jika mereka menunjukkan secara spesifik kepada kami lahan mana yang sudah dirugikan, maka kami akan berhenti beroperasi. Lagipula perkebunan kelapa sawit akan menyelamatkan ekonomi negara ini,” tambah Benzin.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,