,

Maulid di Lahan Konflik, Polisi Tangkap dan Aniaya Petani Ogan Ilir

Konflik antara warga dan PT PN VII Unit Cinta Manis, kembali memanas. Polisi menangkap dan menganiaya warga yang tengah merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW di lahan bersengketa di Desa Betung Kecamatan Lubuk Keliat, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel)  pada Jumat (25/1/13). Dalam insiden itu, satu orang diamankan, Suardi bin Damiri (32) dan lima warga mengalami luka lebam karena pukulan aparat kepolisian yang dibantu preman perusahaan.

Kronologis penangkapan dan penganiayaan dari Walhi Sumsel, menyebutkan, pada pukul 14.30, warga berkumpul untuk ritual Maulid Nabi Muhammad SAW di Musolla Az Zahrah.  Ada laki-laki, dan perempuan, dari dewasa sampai anak-anak.  Mereka menunggu kehadiran penceramah, sambil mempersiapkan acara, seperti memasang kaligrafi, bendera, memasang spanduk, dan membuat spanduk.

Pukul 15.30 sekitar 1.000 an orang terdiri dari aparat kepolisian Polres Ogan Ilir, Kodim, Pemda Ogan Ilir, dan preman mendatangi warga sekitar 200 orang itu. Di dalam musolla, Kapolres Ogan Ilir, AKBP Denni Dharmapala menyatakan, kedatangan mereka untuk silaturahmi,  tetapi dilanjutkan arahan mendata warga. Alasannya, guna mengetahui warga yang memiliki lahan.

Warga menyatakan mereka semua pemilik lahan. Denni mengatakan, tindakan warga menyalahi hukum. Langsung, Kapolres menekankan dua pilihan ke masyarakat: harus meninggalkan lahan dan proses hukum tidak akan diteruskan atau tetap berada di lahan lalu polisi menindak warga.

Atas pernyataan ini, warga menyatakan lahan ini merupakan lahan mereka. Terjadi silang pendapat berulang-ulang antara warga dengan Kapolres Ogan Ilir. Kapolres menekankan kembali, masyarakat bertindak melawan hukum. Dia perlu menjalankan kewajiban dengan  mendata warga yang merasa mengklaim lahan. Warga menolak dan secara bersamaan keluar dari dalam musolla dan mendekati kebun karet pribadi milik mereka. Jaraknya, sekitar lima meter dari musolla.

Di kebun karet itu warga mulai kegiatan maulid, diawali membaca surat Yasin, tahlil, dan zikir. Mereka langsung dikepung aparat. Saat maulid berlangsung, satu warga Ali Aman bin Bain (52) yang berada di pinggir barisan massa dipukuli aparat dan preman menggunakan kayu dan tangan kosong. Dia diancam pistol dan akan diangkut ke mobil.

Musolla yang dibangun warga pun dihancurkan aparat, disusul penangkapan dan pemukulan beberapa warga lain. Alasan polisi, memeriksa senjata tajam. “Allah Akbar,” teriak warga bersamaan.

Aparat terus memukuli dan menangkapi warga. Warga mundur dari kebun karet ke rerimbunan pohon berjarak sekitar 10 meter dari kebun.  Aparat terus mengejar. Sebagian warga memilih menghindar. Sebagian bertahan.  Sekitar pukul 18.30 hampir seluruh warga kembali ke desa.

Dalam aksi aparat itu, setidaknya lima warga mengalami pemukulan, Ali Aman bin Bain (52), Asmadi bin Abdul Hadi (cidera pada kaki kanan), Yuden bin Sya’i (memar pada punggung), Syakfan bin Safar (24), dan Samroni (50).

Satu orang ditangkap, Suardi bin Damiri ini, dengan alasan telah ada panggilan pertama 26 Desember 2012 dan kedua 25 Januari 2013. Padahal,  Suardi tidak pernah mendapatkan panggilan Polres Ogan Ilir. Selain merusak musolla, satu sepeda motor dan puluhan batang karet warga dirusak aparat.

Walhi Sumsel, SPI Sumsel, Serikat Petani Sriwijaya, dan Sarekat Hijau Indonesia Sumsel, sangat menyesalkan tindakan aparat  ini. Dalam pernyataan sikap mereka meminta Kapolda segera mencopot Kapolres Ogan Ilir, AKBP Denni Dharmapala. “Karena dengan otoritas yang dimiliki terus mengulangi kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat,” kata Anwar Sadat Direktur Walhi Sumsel, Minggu(27/1/13).

Denni Dharmapala sampai saat ini masih menjabat sebagai Kapolres Ogan Ilir. Padahal, dia penanggung jawab utama di lapangan dalam tragedi berdarah 27 Juli 2012 di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir yang menyebabkan Angga bin Dharmawan (13) meninggal dunia. Lalu, lengan kanan Rusman (36) diamputasi, dan beberapa warga mengalami luka tembak, puluhan orang dikriminalisasi, serta hampir banyak warga mengalami trauma hingga kini.

“Kami mendesak Polres Ogan Ilir segera membebaskan tanpa syarat warga Desa Betung, Suardi bin Damiri, karena apapun alasan penangkapan itu tidak profesional dan penuh rekayasa hukum.”

Mereka juga meminta pengembalian tanah-tanah rakyat yang dirampas PTPN VII Cinta Manis sejak 1980 an.  “Hentikan turut campur Polri/TNI dalam konflik agraria.”

Namun, lagi-lagi, polisi membantah aksi kekerasan yang menimpa warga.  Dikutip dari Tribunnews.com, Kapolres Ogan Ilir, Denni Dharmapala, membantah serangan Polres kepada warga Desa Betung, Kabupaten Ogan Ilir.

Denni mengaku hanya meminta warga meninggalkan lokasi karena hari akan turun hujan saat itu.”Ketika itu, banyak ibu-ibu dan anak kecil. Karena hari akan hujan, kami meminta mereka pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada sama sekali bentrok yang terjadi antara polisi dengan warga,” katanya saat dihubungi Sripoku.com via telepon seluler, Minggu(27/1/13) sore.

Saat datang, dia tak tahu warga sedang menggelar perayaan Maulid Nabi. Dia melihat, warga hanya duduk-duduk berkumpul di pondok kayu. Denni tidak menyangka kalau pondok itu musolla.

Polres Ogan Ilir, , datang bersama dengan pemkab serta TNI AD. Polri, ada sekitar 150 anggota mengenakan seragam dinas. Tujuan kedatangan mereka mendata kepada warga yang masih menentang status kepemilikan lahan yang diklaim milik PTPN VII Unit Cinta Manis.

Dengan pendataan itu, pihaknya akan melakukan tindakan persuasif hingga warga bisa menyadari bahwa tindakan mereka bertentangan dengan jalur hukum. “Kami juga tidak mengeluarkan tembakan peringatan kepada warga. Kami hanya berdiskusi secara baik-baik. Yang memberikan imbauan juga ada dari Pemkab dan anggota TNI.”

Perjuangan warga petani di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel ini sudah begitu panjang. Sejak PTPN VII beroperasi pada 1981, penolakan-penolakan sudah terjadi. Tahun ini, gerakan petani kembali bergolak. Demonstrasi besar-besaran di kabupaten sampai provinsi.

Perjuangan mereka cukup membuahkan hasil. Pada 29 Desember 2009, BPN Sumsel mengeluarkan surat yang menyatakan, areal PTPN VII di Ogan Ilir yang mempunyai hak guna  usaha (HGU) hanya 4.881, 24 hektare (ha). Izin prinsip mereka seluas 20 ribu ha. BPN tak akan memproses HGU  sebelum ada penyelesaian klaim dari masyarakat.

Surat yang menguatkan posisi warga juga keluar dari Gubernur Sumsel, 15 Juni 2012. Dalam surat yang ditandatangani Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf ini meminta lahan PTPN VII yang telah diterbitkan HGU di unit usaha Cinta Manis agar dievaluasi. Lahan PTPN VII yang belum terbit HGU agar dikembalikan ke masyarakat. Dalam surat itu, Gubernur meminta agar Kementerian BUMN memperhatikan tuntutan para petani.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,