,

Upaya Penyelamatan Hutan Kota Babakan Siliwangi

“Hutan kota.. hutan kota.. hutan kota…” Yel-yel itu diteriakkan para demonstran dari beberapa elemen masyarakat, Minggu (3/2/12) di Dago Car Free Day, Bandung. Mahasiswa, aktivis lingkungan, seniman, buruh tumpah ruah meramaikan kawasan itu dengan satu niat: menolak alihfungsi hutan kota di Babakan Siliwangi.

Sekitar pukul delapan pagi mereka berkumpul di kawasan Cikapayang, Dago. Semua memakai kaos berwarna putih. Sebelum aksi, kaos putih mereka disemprot cat pilox dan menulis kata-kata dukungan seperti,”Save Babakan Siliwangi”, “Hutan Kota Bukan Hutan Beton” dan lain-lain. Semua tampak begitu antusias mengantri giliran mendapat jatah semprotan cat di kaos oblong mereka.“Hutan kota yang kami minta, bukan hutan beton!” kata Edhu, salah satu peserta aksi, mahasiswa Biologi Unpad.

Sebelum longmarch menuju kawasan hutan kota Babakan Siliwangi, beberapa peserta orasi menyatakan penolakan alihfungsi hutan kawasa . Beberapa peserta lain juga membaca puisi bersuara lantang. Tepuk tangan dan yel-yel terus menggema. Spanduk penolakan dibentangkan. beberapa peserta ada yang membawa bibit pohon.

Pemerintah Kota Bandung berencana mengalihfungsikan hutan kota Babakan Siliwangi. Di akhir masa jabatan, Walikota Bandung justru mengeluarkan izin buat PT Esa Gemilang Indah (EGI) mengelola kawasan menjadi sentra komersil seperti apartemen, mal dan restoran.

Wacana pengalihfungsian kawasan yang memiliki luas 3,1 hektar ini sebenarnya bukan hal baru. Sejak 2000-an wacana ini sudah sering digulirkan. Namun, mendapat penolakan keras dari warga. Alasannya, karena kawasan hutan kota ini daerah resapan air yang memiliki fungsi ekologis, sosial dan budaya tergolong cukup besar di Bandung.

Kawasan ini termasuk salah satu wilayah di Bandung Utara dengan kondisi lingkungan makin kritis. Keadaan diperparah dengan izin alihfungsi kawasan ini.

“Tahun 2003, konflik soal rencana alihfungsi kawasan Babakan Siliwangi muncul. Saat itu, pemkot baru (Dada Rosada-red) mewacanakan alihfungsi kawasan menjadi apartemen, mal dan restoran. Ini ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jawa bBarat (Jabar), Dadan Ramdhan.

Pada tahun itu, sempat terjadi pembakaran rumah-rumah warga di sekitar kawasan Babakan Siliwangi. Lalu, perjanjian kerja sama antara pemkot Bandung dengan PT EGI sejak 2007. “Awal 2013, izin sudah keluar.”

Padahal 27 September 2007, kawasan itu  dideklarasikan oleh Pemkot Bandung, peserta konferensi Tunza Internasional, publik dan UNEP (salah satu badan PBB fokus isu lingkungan) sebagai kawasan “hutan kota dunia”.

Sejak zaman Belanda, kawasan ini  sudah sebagai green belt Kota Bandung. Dahulu,  Babakan Siliwangi, merupakan kawasan pesawahan dikenal dengan sebutan kawasan Lebak Siliwangi. Di era Jepang, kawasan itu sempat untuk dibangun museum namun tidak sempat terealisasi. Dilihat dari sisi sejarah, dapat dikatakan bahwa kawasan ini sejak dahulu sudah menarik banyak pengembang karena lokasi sangat strategis.

Kota Bandung memiliki luas 16.000 hektar, baru memenuhi enam persen ruang terbuka hijau (RTH) publik dari minimal 30 persen. Jika merujuk pada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang kota dan PP no 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang, pemerintah Kota Bandung harus menyediakan setidaknya 10 persen ruang terbuka hijau privat dan 20 persen publik.

Jika merujuk pada Perda No 18 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung, kata Dadan, sudah ditegaskan pasal 46 bahwa Babakan Siliwangi adalah RTH hutan kota. Pada pasal 60 dan 71 menyatakan, Babakan Siliwangi salah satu kawasan strategis kota (KSK) dari sudut pandang daya dukung lingkungan hidup.

Sekitar tahun 1980-an, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung membangun Sanggar Olah Seni dan Sanggar Mitra Seni. Hingga kini, kedua bangunan itu masih berdiri dan sering digunakan masyarakat sekitar untuk kegiatan.

Dulu, katanya, kawasan Lebak Siliwangi ini juga lahan percobaan bagi pertanian.  Tercatat pada kawasan ini ditanam padi (Mina Padi) dahulu salah padi unggulan Indonesia. Dari sejarahnya, kawasan ini cukup memiliki nilai budaya dan ilmiah penting di Kota Bandung.

Kawasan Babakan Siliwangi, dengan luas hampir 9 hektar, hanya tersisa 3,1 hektar. Perubahan terbesar terjadi saat saat ITB membangun sarana olahraga di kawasan ini. Meskipun mendapat tentangan, namun kesepatakan diambil antara ITB dan Pemkot Kota Bandung, sudah berjalan. ITB berjanji tidak akan merusak ekosistem Lebak Siliwangi.

“Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah kota Bandung. Karena pemerintah kota memang tidak mempunyai wawasan budaya dan kecintaan terhadap lingkungan,” ujar musisi senior Acil Bimbo, pesrta aksi.

Acil mengatakan, Babakan Siliwangi memiliki kesan khusus yang membawa harmoni tetapi akan hilang oleh kepentingan segelintir orang. Pembangunan apartemen di lokasi itu jelas sangat ditentang.

“Sekarang Bandung lebih terkenal sebagai kota kuliner dan factory outlet. Bukan berarti kedua hal itu tak boleh ada, boleh saja ada tetapi jangan sampai merusak atau menggusur lahan terbuka hijau seperti Babakan Siliwangi. PBB Sudah mengakui Babakan Siliwangi sebagai hutan kota dunia. Seharusnya tak boleh diganggu gugat,” ucap Acil.

Ridwan Kamil, aktivis lingkungan juga ikut. Ridwan mengatakan, aksi ini upaya pemenuhan hak warga mempertahankan ruang terbuka hijau. Izin pengelolaan kawasan itu juga mengalami banyak perubahan, sempat akan dibangun apartemen, mal. “Sekarang digulirkan akan dibangun restoran.”

Dia meminta, perjanjian hukum antara Pemkot Bandung dan PT EGI dicabut. Pengelolaan kawasan hutan Babakan Siliwangi tidak usah melibatkan pihak ketiga. “Cukup dikelola masyarakat sekitar seperti sekarang ini,” ucap Ridwan.

Bertentangan dengan RTRW

Dadan mengatakan, rencana pembangunan apartemen di kawasan itu berdampak perubahan pemanfaatan lahan. Rencana ini bertentangan dengan peruntukan lahan berdasarkan RTRW Kota Bandung.

“Jika mengacu pada RTRW 2002 Kota Bandung, Kawasan Babakan Siliwangi sebagai RTH. Berdasarkan RDTRWP Cibeunying, ini kawasan konservasi dan lapangan olahraga atau taman.”

Rencana pembangunan ini juga berdampak pada makin semerawutnya kemacetan di Bandung. Jika dibangun apartemen, setidaknya akan ada 2000 kendaraan memadati jalan Siliwangi. Sementara kondisi jalan sudah tidak memungkinkan mendapat tambahan beban.

Petisi dan Koin

“Saat ini koin yang terkumpul dari warga sebagai sumbangan untuk menyelamatkan kawasan Babakan Siliwangi sudah mencapai 500 ribu lebih,” kata Dadan.

Dadan bersama Walhi dan beberapa komunitas peduli lingkungan menggalang dana dan petisi menyelamatkan kawasan ini. Uang yang terkumpul akan disumbangkan untuk biaya perawatan hutan kota sekaligus buat Pemkot Bandung untuk menambah biaya kompensasi atas pembatalan izin.

Kronologis Konflik

Berbagai penelitian mengenai hutan kota Babakan Siliwangi pernah dilakukan. Peneliti dari ITB, Laksmi T. Darmoyono dalam jurnal berjudul “Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat” disampaikan dalam 1st International Seminar National Managing Conflict in Public Spaces Through Urban Design,  tahun 2004.

Laksmi terperinci menulis kronologis konflik Babakan Siliwangi dimulai Juni 2001. Wacana alihfungsi kawasan menjadi sentra komersil dilakukan karena selama ini pemda menganggap kawasan itu sebagai beban yang tidak menghasilkan income bagi pemerintah kota. Hingga dirancang berbagai wacana agar bernilai ekonomi dan menghasilkan.

Dalam catatan itu, Laksmi menulis, menurut pemda, kawasan itu sudah tidak mungkin masuk peruntukan RTH karena sudah ada bangunan-bangunan termasuk milik ITB. Hingga pemda memutuskan lahan itu boleh dibangun dengan KDB 20 persen. Berdasarkan tanggapan dari Pemda Bandung ini, konsultan melakukan studi kelayakan tanpa menebang pohon-pohon yang ada. Usulan desain dari investor adalah apartemen empat blok masing-masing terdiri dari 15 lantai.

Dari hasil studi konsultan, ternyata menunjukkan pembangunan apartemen sesuai usulan investor tidak memungkinkan pada kawasan ini. Desain optimal konsultan adalah empat hotel masing-masing terdiri dari lima lantai. Usulan konsultan dinilai tidak dapat memberikan keuntungan ekonomi, hingga investor mundur.

Kasus ini muncul kembali saat DPRD Pansus II membahas lembar rencana no 17 tahun 2002 pada awal Oktober. Saat itu Bappeda tidak mempunyai konsep pengembangan kawasan Babakan Siliwangi. Bappeda mengajukan usulan rencana dari investor tentang pembangunan apartemen. Rencana ini dipresentasikan oleh investor kepada DPRD pada 12 November 2002.

Tahun 2003 mencuat lagi ketika Dada Rosada menjadi walikota. Sampai terjadi pembakaran rumah-rumah dengan alasan harus ditertibkan. Karena dulu di tempat itu banyak gelandangan dan prostitusi.

Sempat meredup, wacana pengalihfungsian kawasan Babakan Siliwangi kembali mencuat di penghujung masa jabatan Walikota Bandung. Pemkot Bandung beberapa waktu yang lalu baru mengeluarkan izin pemanfaatan kawasan kepada PT EGI.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,