, ,

Perusahaan Sawit Bantah Video Pekerja Anak, Ada Warga Lain Lapor Kasus Serupa

Perusahaan berkali-kali membantah tak ada kebijakan mempekerjakan anak. Merekapun meminta Hovek, pembuat video, mengklarifikasi. Ternyata belum usai. Ada lagi warga yang lapor ke Sekda Kalbar tentang pekerja anak di kebun itu.  Dia meminta Dinas Tenaga Kerja Provinsi turun lagi ke lapangan karena laporan dari dinas kabupaten menyatakan tak ada pekerja anak.

Siang itu, Rabu (20/2/13), di sebuah warung kopi di pusat bisnis Kota Pontianak, Aditia Insani Taher, Media Relatian Assistant Manager PT Sinar Sawit Andalan (PT SSA), datang bersama dua warga Desa Kemangai, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Salah seorang Hovek, perekam video yang memperlihatkan anak-anak tengah bekerja di kebun sawit.

Hovek hadir di Pontianak memenuhi panggilan PT SSA. Hovek diminta mengklarifikasi rekaman video yang dia buat. Namun,  Hovek tetap menyebut tidak ada rekayasa dalam video itu. “Video itu benar saya yang ambil gambar. Saya tidak pernah merekayasa gambar. Tidak juga pernah menyuruh anak itu membawa polybag lalu saya rekam,” katanya.

Kata Hovek, anak dalam video itu, yang bernama Bumbung memang benar mengangkut polybag. Namun, menurut Hovek, setelah menanyakan kembali, anak-anak itu bukan bekerja, hanya main-main. Dari keterangan yang dia peroleh di camp, anak-anak itu ikut orangtua mereka dan sedang bermain di perkebunan.

Aditia pun mengatakan, perusahaan tidak pernah memiliki kebijakkan mempekerjakan pekerja anak atau anak di bawah umur sesuai ketentuan peraturan dan UU tenaga kerja yang berlaku.

Perusahaan sudah membantah ada pekerja anak. Video yang direkam Hovek pun diklarifikasi, bahwa anak-anak itu hanya bermain. Meskipun benar terekam ada aktivitas angkut mengangkut oleh anak-anak itu.

Ternyata, dua hari sebelum itu, Senin(18/2/13), di Pontianak, warga lain lapor kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) kasus serupa, pekerja anak di PT SSA.

Sekretaris Desa Kesange, Rabab, hari itu menghadap Sekretaris Daerah Pemprov Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie, di Kantor Gubernur. Sekitar satu jam sejak pukul 09.00, dia bersama Ketua Paguyuban Dayak Uud Danum, Rafael Syamsudin berdialog dengan orang nomor wahid di jajaran PNS di provinsi itu.

Hadir pula Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Sintang, Florensius Kaha dan sejumlah staf lain. “Kami mengadu ke Sekda Kalbar soal pekerja anak dan sengketa lahan antara warga dengan PT SSA. Kami juga sudah dapat progress report dari Dinsosnakertrans yang membantah keberadaan pekerja anak di perusahaan itu,” kata Rabab.

Rabab tidak yakin dengan hasil verifikasi Dinsosnakertrans Sintang di kawasan PT SSA itu berjalan maksimal. “Bagaimana mungkin fakta itu dibantah. Salah seorang pekerja anak di video itu adalah Bumbung. Dia masih keponakan saya.”

Atas dasar itu, dia meminta Sekda Kalbar kembali menurunkan tim ke lokasi untuk mengecek kebenaran progress report yang sudah dibuat Dinsosnakertran Sintang. Pada saat itu juga, M Zeet berjanji menurunkan tim.

Rabab juga menyodorkan bukti lain lewat rekaman video di ponselnya terkait pekerja anak di PT SSA. Dalam rekaman video berdurasi tiga menit 48 detik itu, terungkap pengakuan warga Desa Kesange bernama Agus, warga Dusun Dahtah Bungai II.

Agus berbicara menggunakan Bahasa Dayak Uud Danum. Dalam video itu,  kata Rabab, Agus menceritakan,  punya seorang anak masih kelas IV SD dan ikut bekerja di perkebunan sawit milik PT SSA. “Waktu libur anak saya ke perusahaan bekerja. Tapi namanya tak dimasukkan dalam absen. Ada 50 sampai 60 pekerja anak. Mereka ini belum layak kerja, tapi mendengar ada uang mereka mau juga,” kata Rabab menerjemahkan salah satu penggalan kalimat yang dilontarkan Agus.

Bukti-bukti inilah yang mendorong Rabab meminta bantuan Sekda Kalbar agar menurunkan tim dari provinsi. “Hari ini juga saya akan kembali ke desa. Supaya saya tahu bagaimana unsur pemerintah melakukan verifikasi sebuah kasus,” ucap Rahab.

Sebelumnya, Aditia juga mengirim rilis progress report. Di situ dia menjelaskan ada empat orang dari Dinsosnakertrans Sintang, termasuk kepala dinas, Florensius Kaha, bertolak ke lokasi pada 12 – 13 Februari lalu.

Selama dua hari, mereka menemui sejumlah pihak seperti Kepala Desa Kemangai, pemborong pengisian polybag lokasi kerja Desa Kemangai dan Desa Kesange, karyawan pengisian polybag, Manager Plantation dan HRD PT SSA serta seorang anak bernama Bumbung, yang terekam video sedang memikul polybag.

Dalam laporan itu, perusahaan dan pemborong pengisian polybag menyatakan tidak pernah memiliki kebijakan mempekerjakan anak-anak. Perusahaan juga tidak pernah meninggalkan utang Rp37 ribu kepada anak maupun karyawan. Kehadiran anak-anak di lokasi kerja semata-mata ikut orangtua mereka lantaran tidak ada yang menjaga di rumah.

Kepala Desa Kemangai, Ambuk, mengakui keikutsertaan anak-anak itu ke lokasi kerja orangtua mereka. Dia mengatakan, sejak sosialisasi awal sudah menyampaikan kepada masyarakat anak-anak tidak boleh bekerja di perusahaan.

Hatta, pemborong pekerjaan pengisian polybag di Desa Kesange menyebut foto anak yang terekam video itu sedang bermain bersama kawan di lokasi kerja orangtua mereka.

Koordinator Divisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, mengatakan, perusahaan tentu tak akan pernah mengakui kalau mempekerjakan anak di bawah umur. “Saya sudah baca beritanya, juga sudah tonton videonya. Meski durasi pendek, ada fakta pekerja anak di kebun sawit yang terekam kamera video.”

Adam menyebutkan, PT SSA sesungguhnya tidak sendiri mengantongi izin di Sintang. Masih ada perusahaan saudaranya, PT Sumber Hasil Prima di Kecamatan Serawai. Keduanya ada di bawah Group PT Agro Harapan Lestari.

Salah satu dokumen berupa catatan tentang pekerja anak yang dibawa Sekdes Desa Kesange, Rabab, saat lapor kasus ini ke Sekda Pemprov Kalbar. Rabab juga membawa rekaman video dari orangtua yang anaknya bekerja di kebun saat libur sekolah. Foto: Rabab
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,