Ancaman Baru Orangutan Kalimantan dari Pebisnis Sawit Singapura

Ancaman terhadap habitat orangutan akibat aktivitas pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, terus mengintai primata besar Indonesia ini. Terutama di kawasan yang memiliki lahan yang masih sangat luas, yang memenuhi syarat dasar ekspansi masif bagi lahan perkebunan kelapa sawit, seperti di Pulau Kalimantan. Pembukaan lahan ini, selain merugikan bagi satwa liar karena kehilangan habitat mereka, upaya pembukaan lahan yang sangat masif juga menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat setempat.

Salah satunya terjadi di Desa Tumbang Koling, yang mulai diratakan oleh perusahaan kelapa sawit asal Singapura, Bumitama Agri Limited, yang melakukan pekerjaan pembukaan lahan di wilayah ini telah dimulai lagi sejak 25 Februari 2013 silam, setelah sebelumnya sudah diratakan oleh anak perusahaan mereka PT Nabatindo sejak 2012 silam. Dari hasil survey keragaman hayati di wilayah ini yang dilakukan oleh Centre for Orangutan Protection, Jakarta Animal Aid Network dan Friends of the National Park, kawasan berhutan ini menjadi habitat bagi 11 jenis mamalia, 34 jenis tumbuhan dan 11 jenis kupu-kupu, serta tanaman obat yang menjadi sumber kesehatan bagi masyarakat adat setempat. Beberapa satwa utama yang ada di kawasan ini adalah beruang madu (Helarctos malayanus), Owa (Hylobates sp) dan kukang (Nycticebus coucang).

Pembukaan hutan tanggal 25 Februari hingga 6 Maret 2013 silam. Foto: COP

Bumitama Agri, adalah anggota RSPO dengan nomor anggota 1-0043-07-000-00, yang mendapat izin untuk menebang berdasar Izin lokasi dan Hak Guna Usaha dari Bupati Kotawaringin Timur No. 803/460.42 tanggal 15 Agustus 2005 dan No. 525.26/678/EKBANG/2005 tanggal 28 November 2005 dengan total konsesi seluas 11.000 hektar. Perizinan ini awalnya diberikan kepada PT Nabatindo Karya Utama, namun selanjutnya Nabatindo dibeli oleh Bumitama Agri Ltd, yang berbasis di Singapura dan terdaftar secara sah di Singapura.

Menurut Centre for Orangutan Protection, Bumitama Agri dinilai telah melanggar UU No.5 Tahun 1990 Pasal 21 ayat 2, bahwa setiap orang dilarang untuk mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur atau sarang satwa yang dilindungi. Serta Pasal 40 ayat 2, Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketenteuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3, dipidanakan dengan pidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100.000.000 juta rupiah.

Penebangan yang dilakukan oleh Bumitama Agri, dinilai telah melanggar hutan yang masuk ke dalam kategori High Conservation Value Forest, karena terdapat habitat orangutan Kalimantan di dalamnya. Keberadaan orangutan ini membuat hutan ini terlarang untuk diubah fungsinya menjadi perkebunan, dan pemerintah harus merevisi perizinan yang telah diberikan kepada Bumitama Agri terkait hal ini.

Orangutan Kalimantan, di Taman Nasional Tanjung Puting. Foto: Rhett A. Butler

Selain mengancam keberadaan satwa liar yang ada di Tumbang Koling, perusahaan ini juga dinilai menjadi ancaman bagi ekowisata yang ada di Taman Nasional Tanjung Puting yang selama ini dikenal sebagai pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan. Apalagi, warga desa di Sekonyer saat ini sangat tergantung dengan keberadaan taman nasional ini sebagai salah satu mata pencaharian mereka. Hilangnya taman nasional ini dinilai akan mengguncang ekowisata serta meningkatkan ancaman kepunahan bagi orangutan.

Sebelumnya, Centre for Orangutan Protection berhasil memaksa perusahaan kelapa sawit yang juga berbasis di Singapura, Indofood Agri Resources, yang menguasai PT Gunta Samba Jaya yang telah melakukan perusakan hutan hujan tropis di Kalimantan Timur, serta mengusir dua bayi orangutan dari rumah mereka dan kehilangan induknya.

Taman Nasional Tanjung Puting yang menjadi pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan, kini terancam akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit PT Bumitama Agri. Foto: Rhett A. Butler

Orangutan di Kalimantan adalah satu-satunya primata besar yang hidup di luar benua Afrika, dan kini tinggal tersisa sekitar 50.000 ekor di Kalimantan dari data yang dimiliki Departemen Kehutanan. Ancaman yang terbesar terhadap habitat orangutan adalah alihfungsi lahan untuk perkebunan, terutama kelapa sawit, dan pertambangan. Setiap tahun jumlah populasi orangutan berkurang sekitar antara 1,5 hingga 2%, menurut Revisi PHVA tahun 2004 di Kalimantan Barat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,