Korporasi Asing Terus Lakukan Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih terus berlanjut. Dari Palembang, Sumatera Selatan dikabarkan raksasa pangan asal Amerika Serikat, Cargill Inc. akan menambah luasan perkebunan kelapa sawit mereka di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan produksi mereka dan memenuhi permintaan pasar dunia terhadap komoditi ini. Seperti dilansir oleh blog milik Wall Street Journal, Indonesia yang merupakan produsen terbesar kelapa sawit dunia menjadi incaran banyak produsen kelapa sawit di dunia sebagai lahan produksi, salah satunya adalah Cargill.

Hal ini dituturkan langsung oleh presiden direktur perkebunan kelapa sawit milik Cargill, Anthony Yeow di Palembang, Sumatera Selatan kepada Wall Street Journal,”Kami saat ini memang agresif mencari lahan baru di Sulawesi, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan yang secara lingkungan cukup aman untuk memperluas bisnis kelapa sawit kami.”

Orangutan, salah satu satwa yang terancam akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit. Foto: Rhett A. Butler

Sebulan sebelumnya, perusahaan asal Singapura, Wilmar International Ltd, yang merupakan penyuplai minyak kelapa sawit yang terbesar di dunia telah membeli kepemilikan  mayoritas di perkebunan kelapa sawit di Papua, yang sebelumnya dimiliki oleh Noble Group Ltd.

Kendati ekspansi perkebunan kelapa sawit dinilai menjadi pendorong paling utama terjadinya deforestasi di Indonesia dan Malaysia, serta meningkatkan secara drastis emisi karbon dan mengancam spesies langka di kedua negara tersebut, namun pihak perusahaan seperti Cargill berargumen bahwa ekspansi bisnis kelapa sawit harus dilakukan dan dianggap sangat perlu untuk member makan populasi penduduk dunia yang terus meningkat. Selain itu hal ini juga dinilai penting untuk memenuhi permintaan industri yang terus berkembang, dan mereka yakin bahwa ekspansi ini bisa dilakukan tanpa mengancam dan membahayakan satwa liar serta lingkungan.

Harga minyak kelapa sawit dunia kini sudah melebihi duakali lipat biaya produksinya dalam beberapa tahun terakhir, satu hal yang tidak terjadi dengan komoditi lainnya di Asia selama beberapa dekade. Minyak kelapa sawit produksi Indonesia sendiri kini mencapai 26 juta ton setahun, meningkat secara signifikan dari 5,8 juta ton setahun di tahun 1998.

Konsumsi minyak kelapa sawit di dunia sendiri meningkat sebanyak 7% setiap tahunnya, dan hal ini akan membutuhkan lahan yang sangat luas, ungkap John Hartmann, Chief Operating Officer Vargill Tropical Palm Holdings Ltd. Hartmann juga mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa Cargill tidak akan berinvestasi perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dan akan mendukung moratorium penebangan hutan di hutan alam yang kini sudah mendekati masa akhir. Hartmann juga meyakinkan bahwa sebagian besar perkebunan kelapa sawit milik Cargill di Indonesia sudah bersertifikasi ‘sustainable’ dari Roundtable on Sustainable Palm Oil dan sebagian yang belum mendapat sertifikasi ini akan memperolehnya di akhir tahun ini.

Kapasitas produksi kelapa sawit Cargill sekitar 300.000 ton per tahun, dan kini mereka tengah melakukan upaya menambah lahan seluas 5.600 hektar di Sumatera Selatan untuk memperluas perkebunan mereka hingga 13%. Secara keseluruhan, Cargill sudah menguasai sekitar 42.000 hektar perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan produksi tambahan dari petani kecil dari lahan seluas 27.000 hektar.

Tabel: Perubahan Tutupan Hutan di Indonesia dan Malaysia 2000-2010. Sumber: Miettinen

Dengan tambahan kapasitas mendekati 6.000 hektar di Sumatera Selatan maka Cargill diperkirakan akan bisa menambah produksi sebanyak 20.000 ton kelapa sawit, dan pabrik baru yang dilengkapi dengan mesin pengolahan bisa mengolah sekitar 60 ton kelapa sawit dalam satu jam.

Kendati pihak perusahaan selalu meyakinkan bahwa mereka berupaya menjalankan praktek penebangan yang ramah lingkungan, namun berbagai fakta di lapangan membuktikan sebaliknya. Baru-baru ini di Kabupaten Kalimantan Utara, dilaporkan oleh The Borneo Post bahwa 700 hektar lahan kawasan lindung telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemukiman. Hutan ini yang menurut peraturan menteri tahun 1979 adalah hutan lindung, berada di pulau Sebatik di Nunukan dan memiliki luas 1.054 hekar. Namun kini, sekitar 70% dari hutan lindung ini sudah lenyap.

Camat Sebatik, Hamran, menyalahkan warga setempat yang terus menebangi pohon dan menggantinya dengan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, pembangunan jalan dengan membuka hutan beberapa tahun silam juga turut memperburuk situasi ini. Apalagi, warga sendiri tidak pernah mendapat informasi tentang batas yang jelas dari hutan lindung ini.

Ekspansi perkebunan sawit, selain dilakukan oleh warga, sebagian besar justru dilakukan oleh korporasi asing yang beroperasi di Indonesia. Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan laporan Centre for Orangutan Protection, dua pebisnis kelapa sawit raksasa dari Singapura, Indofood Agri Resources dan Bumitama Agri, telah melakukan penebangan hutan dengan kategori high conservation value forest di Kalimantan Timur dan Tengah, dan mengakibatkan sejumlah bayi orangutan dievakuasi dari kawasan tersebut.

Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Jukka Miettinen tahun 2011 silam, hutan di Indonesia sudah musnah sekitar 8,8 juta hektar dalam jangka waktu satu dekade antara tahun 2000 hingga 2010. Hilangnya hutan Indonesia, salah satunya adalah akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit. Saat ini, perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 9 juta hektar dari 13 juta hektar yang ada di seluruh dunia, atau sekitar 75% perkebunan sawit dunia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,