,

RPHK Nilai Bantahan The Forest Trust Tak Independen

Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) menilai laporan sanggahan dari The Forest Trust (TFT) mewakili Asia Pulp & Paper (APP), masih perlu klarifikasi lebih komprehensif. Perlu melibatkan semua pihak yang disangkakan TFT, baik perusahaan sawit, tambang bauksit, pemerintah kabupaten, maupun masyarakat yang dituduh menerima kayu penebangan hutan.

RPHK mengkritisi pola komunikasi TFT dan APP  yang menyatakan koalisi masyarakat sipil Kalbar itu sebagai “informal dan terburu-buru.” Mereka juga mendesak raksasa pulp dan kertas itu sebenar-benarnya melindungi hutan alam dan lahan gambut sebagai bagian dari kawasan hutan bernilai konservasi tinggi. Dalam laporan yang dirilis TFT pada 2 April 2013, disebutkan RPHK tidak bisa ikut verifikasi lapangan TFT/APP.

Rilis TFT juga membantah temuan RPHK bahwa terjadi penebangan hutan dan pembersihan lahan di dua konsesi, PT Asia Tani Persada (ATP) dan PT Daya Tani Kalbar (DTK),. Menurut TFT itu di kawasan tumpang-tindih dengan perusahaan terpisah, yakni perusahaan sawit PT Gerbang Benua Raya (GBR) dan perusahaan tambang bauksit PT Karya Utama Tambang Jaya (KUTJ). “Secara prinsip RPHK menerima baik tawaran via telepon dari TFT maupun Greenpeace untuk verifikasi lapangan terkait temuan dugaan pelanggaran kebijakan konservasi hutan APP oleh RPHK,”  kata Sulhani, Direktur Yayasan Titian, Selasa (9/4/13) di Pontianak.

Namun, syarat yang diajukan tidak direspon baik oleh TFT maupun APP. “Tidak bersedianya TFT klarifikasi dan monitoring dengan semua pihak termasuk pemerintah daerah adalah kesempatan yang disia-siakan untuk mendapatkan solusi jangka panjang terhadap persoalan yang terjadi.”

Juru bicara RPHK, Baruni Hendri menyesalkan prosedur klarifikasi TFT dan APP dengan cara komunikasi informal dan terburu-buru. Klaim-klaim temuan balik yang bersifat sepihak, tanpa ada partisipasi aktif dari pihak lain yang disebutkan dalam laporan TFT itu.

RPHK juga meminta TFT dan APP mengajak Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Ketapang yang disebut terkait pemberian izin ikut verifikasi. “Klarifikasi dengan multi pihak justru akan menghindari verifikasi lapangan menjadi ajang debat semata antara TFT/APP dan RPHK,” ucap Baruni.

Siaran Pers RPHK 25 Maret 2013 menyatakan, dua pemasok independen APP di Kalbar, masing-masing PT ATP dan PT DTK, masih menebang hutan alam, pembersihan lahan, dan penggalian kanal pada gambut dalam. RPHK menyimpulkan, APP melanggar komitmen kebijakan konservasi hutan yang diumumkan 5 Februari 2013.

TFT juga menganggap penebangan hutan alam dan pembukaan kanal gambut di konsesi PT DTK dan PT ATP tidak melanggar kebijakan moratorium APP. Sebab, terjadi di kawasan tumpang tindih dengan pemilik izin lain, yakni PT GBR dan PT KUTJ, yang dianggap melakukan kegiatan itu. Jika tuduhan tumpang tindih dalam penebangan hutan terbukti benar, menunjukkan kelalaian PT DTK, pemasok APP dalam mencegah pembalakan liar dan pembukaan lahan ilegal.

Laporan verifikasi TFT halaman 12, poin ketiga, menyebutkan, pembangunan kanal di konsesi PT ATP sudah disepakati APP, TFT dan ATP. “RPHK tidak dapat menerima penjelasan ini. Ini klaim sepihak dan tidak bersifat independen,” kata Baruni.

Keadaan ini menegaskan, perlu pihak ketiga yang independen dalam monitoring dan mendorong APP segera terbuka kepada masyarakat sipil dengan memberikan akses data tanpa syarat kepada publik. Misal, data rencana kerja tahunan (RKT) dan peta-peta konsesi mereka.

Dalam monitoring, RPHK menggunakan metode investigasi, yaitu tanpa sepengetahuan operator konsesi guna mendapatkan aktivitas yang sesungguhnya di lapangan. Untuk itu, investigator mengamati dari jarak beberapa ratus meter dari obyek yang diamati menggunakan peralatan observasi berupa teropong dan kamera dengan lensa kuat.

Anton P. Widjaya, Direktur Eksekutif Kalbar, mengatakan, apa yang disampaikan RPHK bukti konkret hasil investigasi lapangan. “Jadi baseline-nya sangat jelas. Kalau APP membantah dan tidak mengakui, itu hak mereka. Biarkan saja publik yang akan menilai,” katanya.

Dalam pandangan Anton, bantahan dan klaim APP melalui Tim Verifikasi Grievance sesungguhnya menjelaskan, sikap defensif mereka. Menganggap komitmen saat ini bisa menjawab seluruh persoalan yang ada. “Inisiatif perbaikan ke depan saja sudah menegaskan banyak hal. Belum lagi kalau kita melihat ke belakang, apa yang sudah mereka lakukan selama ini dalam merusak dan menghancurkan hutan-hutan alam di Indonesia.”

Melaksanakan keputusan sendiri, merupakan tanggung jawab APP. Komitmen ini menjadi signifikan manakala mengakomodir seluruh pertanggungjawaban mereka atas pelanggaran dan penghancuran hutan alam yang selama ini mereka lakukan.

RPHK minta dunia internasional, khusus mitra dagang APP tidak begitu saja percaya dengan klaim inisiatif ini. “Kita juga berharap masyarakat global yang peduli penyelamatan hutan yang tersisa di Kalbar memberikan ruang lebih besar kepada kami memantau dan melaporkan praktik-praktik grup usaha ini setelah komitmen diluncurkan.”

RPHK pun mendesakkan beberapa hal kepada APP. Pertama, segera memonitoring yang sebenar-benarnya independen pelaksanaan kebijakan konservasi hutan. Kedua, menghentikan pelanggaran dan pembukaan kanal dan drainase di lahan gambut sampai terbukti tuntas penilaian HCVF dan high carbon stock.

Ketiga, menghentikan pembukaan hutan alam untuk memberikan kesempatan penilaian HCVF yang kredibel. Keempat,  restorasi pada areal hutan yang sangat penting dan memiliki nilai konservasi tinggi. Kelima, menghentikan cara-cara yang dapat memecah-belah keharmonisan sosial masyarakat desa dengan klaim sepihak.

Verifikasi TFT dan APP

Artikel yang diterbitkan oleh
,