, , ,

Walhi Minta Presiden Evaluasi Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup

Walhi menilai, kondisi lingkungan hidup di negeri ini makin kritis.Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang seharusnya memainkan peran penting dalam pelestarian lingkungan hidup di negeri ini seakan mati suri, dan tak bergigi.  Walhi pun meminta Presiden SBY mengevaluasi kinerja kementerian ini.

“Kami frustasi dengan keberadaan KLH. Harusnya ada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  yang memberi kewenangan luas, tapi KLH tidak agresif menggunakan itu. Justru sibuk dengan hal-hal lain yang tak kita ngertiin,” kata Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Kamis(11/4/13) di Jakarta.

KLH yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum lingkungan hidup terbukti mandul. Kementerian ini, katanya, tak menunjukkan peran signifikan dalam perlindungan hak-hak warga negara atas lingkungan hidup.  Untuk itu,  Abetnego meminta Presiden SBY melihat kembali kinerja kementerian ini. “Kalau ga akan terus berlanjut situasi ini. Kita harus lihat, bagaimana konflik lingkungan,  yang sebenarnya bisa dicari jalan keluar, tapi dibiarkan hingga berimplikasi menjadi konflik sosial, dan konflik politik.”

Di tengah keberadaan KLH yang jauh  dari harapan, menurut Abetnego, penting Presiden langsung turun mengambil kepemimpinan merespon krisis lingkungan ini.

Pemerintah Absen

Dalam laporan tinjauan dan analisa Walhi terhadap kondisi lingkungan hidup Indonesia, sampai triwulan I 2013 memperlihatkan, negara makin absen dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.

Kondisi menjadi lebih buruk, kata Abetnego, kala aparat negara justru terlibat dalam menghambat pemenuhan hak-hak warga negara atas lingkungan hidup. Bahkan, makin melanggengkan praktik-praktik buruk oleh korporasi perusak lingkungan dan perampas hak warga negara atas SDA dan lingkungan hidup.

Melihat situasi krisis multidimensi ini, tak ada jalan lain, perlu kepemimpinan kuat untuk membawa Indonesia ke arah demokratisasi dan upaya-upaya perlindungan lingkungan hidup. “Presiden SBY harus mengambil tindakan tegas dan berani dalam masa akhir kepemimpinan. Ini jika tidak ingin meninggalkan warisan konflik sosial dan kehancuran kekayaan alam dan lingkungan hidup serta kemunduran demokrasi di Indonesia.”

Abdul Wahid Situmorang, peneliti Walhi Institute mengatakan, angka protes meningkat dan tanpa upaya penyelesaian konflik serius oleh negara. Kondisi ini, menunjukkan demokrasi masih terus diperjuangkan berada dalam kerentanan bahaya.

Dalam kajian ini Walhi, menggunakan protes lingkungan hidup menjadi salah satu prameter. Mengapa? Karena protes yang tinggi menunjukkan beberapa hal. Pertama, menunjukkan mampu atau tidaknya satu negara menjamin dan memenuhi lingkungan yang baik dan berkeadilan. Kedua, menunjukkan kualitas demokrasi. Ketiga, menunjukkan kapasitas lembaga negara dalam penuhi kewajiban. Terakhir, menunjukkan kualitas kepemimpinan bangsa ini.

Sampai Maret 2013, terpantau ada 123 protes, tertinggi di Jakarta (38), disusul Jawa Barat (9), Nusa Tenggara Timur (7), Sumatera Selatan, Aceh, Lampung dan Banten, masing-masing lima kali protes. “Di Jakarta, protes tertinggi bukan berarti paling banyak kasus. Namun, Jakarta, sebagai ibukota dan menjadi sasaran protes.” Begitu juga di Kalimantan, protes tak terpantau tinggi bukan karena tak ada masalah, kemungkinan karena akses ke pemberitaan masih minim. Sumber analisa Walhi ini, menggunakan data dari pemberitaan di media dan advokasi Walhi.

Sumber: Walhi
Sumber: Walhi
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,