WALHI: Kebijakan Legislatif Didominasi Pengusaha Bisnis Ekstraktif, Akan Dorong Eksploitasi Alam

Pemilu 2014 akan menjadi agenda penting dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dalam mengawal para calon legislatif dan Presiden yang pro akan pelestarian lingkungan di Indonesia. Menurut Oslan Purba, Manajer Sekretariat Walhi Nasional mengatakan, selama ini hanya partai politik yang punya visi dan misi soal lingkungan, parpol menempatkan lingkungan hidup hanya untuk pemanfaatan ekonomi, bukan untuk pengelolaan jangka panjang. “Sembilanpuluh persen Parpol tidak ada yang punya visi dan misi soal lingkungan. Pemilu 2014, bagi masyarakat memilih wakil rakyat yang tidak merusak lingkungan,” kata Oslan Purba, dalam konferensi pers, di Hotel Tanjung, Surabaya, Rabu, 17 April 2013.

Catatan Walhi, kebijakan lingkungan yang dihasilkan oleh pemerintah dan DPR/DPRD yang didominasi oleh pengusaha yang terlibat ekstraktif sumber daya alam hingga saat ini masih kental dengan corak eksploratif, liberal, berorientasi pasar, mendorong penghancuran lingkungan hidup serta melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, dalam catatan Walhi Nasional 60 % kerusakan lingkungan disebabkan oleh pemerintah, 40 % pengusaha, 15 % masyarakat, 70 % pemerintah dan pengusaha dan 25 % kolaborasi semuanya.

Penebangan hutan alam yang melanggar batas hutan masih terus berlangsung. Peristiwa penebagan di Kalimantan ini adalah laporan yang disampaikan oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) atas penebangan dua penyuplai independen APP di Kalimantan. Foto: RPHK

Di Jawa Timur, Ony Mahardika, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mengatakan, perusakan lingkungan telah terjadi secara masif dan sistemik. Kerusakan-kerusakan itu menyeluruh di tujuh wilayah krisis ekologi yang meliputi, daerah tapal kuda di ujung Jawa Timur, Madura, Surabaya Raya, Pantura, Malang raya dan Matraman.  Seperti di tapal kuda, proses perusakan lingkungan secara terencana didukung pemerintah dan parlemen.  “Hal ini terbukti dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendukung proses penambangan emas di Tumpang Pitu dan di Kecamatan Silo, sementara di Jember juga dilakukan pertambangan emas dan mangan,” kata Ony.

Ony menambahkan, perusakan lingkungan di Jawa Timur juga disebabkan oleh industri lainnya seperti perumahan mewah, pabrik semen dan perkebunan skala besar. Industrialisasi merukan lahan hutan dan pertanian karena mau tidak mau akan terjadi dikonversi, kerusakan lahan yang disertai kerusakan sumber mata air dan kawasan resapan menjadi pemicu bencana longsor, banjir, kekeringan dan krisis pangan. Di Kota Batu, Hulu Brantas dalam catatan Walhi Jatim, kerusakan akibat pembangunan villa-villa mewah.

Dari 111 titik sumber yang tersebar di Kecamatan Bumiaji, dari 57 titik sumber mata air hanya tinggal 28 titik, sedangkan di kecamatan Batu dari 32 sumber mata air, kini tinggal 15 titik. Di Sumberejo dari 22 ririk tinggal 15 titik sumber mata air. “Parahnya lagi, pemerintah daerah ikut andil dalam menurunkan sumber mata air dengan memberikan izin pembangunan villa-villa di kota Batu,” kata Ony.

Dewan Daerah Walhi Jawa Timur, Sardiyoko (kiri), Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Ony Mahardika (tengah) dan Manajer Sekretariat Walhi Nasional, Oslan Purba (kanan) dalam keterangan pers mereka hari Rabu 17 April 2013. Foto: Tommy Apriando

Walhi Jatim juga mencatat kekeringan dan banjir yang terjadi setiap tahun di Jawa Timur karena kerusakan akibat pembangunan yang merusak sumber daya alam. Parahnya, pemerintah daerah menilai kerusakan yang terjadi sebagai bencana alam biasa, bahkan tidak ada upaya untuk menanggulangi secara serius kerusakan yang terjadi setiap tahun.

Di Surabaya Raya, terjadi banjir polisi industri. Belum lagi, skandal lumpur lapindo yang hampir tujuh tahun dan membuktikan negara absen dalam penanganan hak-hak korban dan pemulihan keselamatan korban Lapindo. Kerusakan akibat lapindo tidak hanya menjadi pelajaran penting pemerintah dalam perencanaan pembangunan, apalagi saat ini Jawa Timur ditetapkan menjadi daerah pertambangan migas dan mineral setelah kepulauan Riau dan Kalimantan Tiimur. “Bahkan Walhi Jatim mencatat ada 16 orang yang mempertahankan lingkungan di wilayahnya, namun dikriminalisasi oleh pihak kepolisian,” tambah Ony.

Dalam rangka mempersiapkan dan menyikapi situasi tersebut dan untuk mengawal pemilu 2014 bahkan Pilgub Jatim Agustus 2013 Walhi menggelar Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) WALHi 2013 dengan  mengambil tema  “Bersih-bersih Parlemen dari Perusak Lingkungan” .

Selain menjadi agenda dan evaluasi tahunan upaya penyelamatan lingkungan hidup, acara ini juga menjadi ajang konsolidasi dan kampanye agar rakyat Indonesia tidak memilih paca calon anggota DPR/DPRD perusak lingkungan pada pemilu 2014 mendatang.

Sardiyoko, selaku Dewan Daerah Walhi Jawa Timur mengatakan, dalam waktu dekat ini akan ada Pilgub Jatim, diharapkan tidak terlena oleh janji-janji politik Cagub-Cawagub yang tidak bisa melakukan penyelamatan lingkungan. Kebijakan pemerintah daerah Jatim yang selama ini cenderung tidak peduli pada tata kelola lingkungan yang adil, hendaknya menjadi refleksi untuk menetukan masa depan poltiknya lima tahun kedepan,” kata Sardiyoko.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,