Setahun Mongabay-Indonesia: Meluncurkan Media Lingkungan Online di Negara Lain

Sekitar setahun silam, situs Mongabay berbahasa Indonesia diluncurkan (launching resminya tanggal 19 Mei 2012, namun situsnya sendiri sudah tayang sebelum saat peluncuran). Mongabay.co.id adalah proyek pertama dibawah naungan Mongabay.org, anak cabang dari media non-profit Mongabay yang saya luncurkan tahun lalu. Mongabay.org sendiri memiliki tiga program besar: proyek reportase khusus bagi non-jurnalis Mongabay, program edukasi lingkungan bagi anak usia sekolah dan reportase dalam bahasa non-Inggris.

Saya meluncurkan Mongabay-Indonesia sebagai sebuah proyek pertama dibawah Mongabay.org karena meyakini negeri ini tengah berada dalam titik kritis dalam sejarah pembangunannya. Indonesia memiliki kesempatan untuk berubah dari pendekatan business-as-usual yang masih berbasis ekploitasi sumber daya alam (salah satunya dengan membuka hutan), menuju pembangunan rendah karbon yang melestarikan hal-hal yang selama ini membuat Indonesia itu unik (keragaan hayatinya dan kebudayaannya), sementara di sisi lain juga bisa meningkatkan hajat hidup untuk seluruh orang Indonesia.

Dari sudut pandang lingkungan, Saya melihat Indonesia di tahun 2011-2012 sama seperti kondisi yang dihadapi Brasil satu dekade sebelumnya: angka deforestasi tinggi, rawan konflik sosial, dan korupsi yang menjadi penyakit umum namun di sisi lain meningkatnya kepentingan pihak swasta dalam menekan pembabatan hutan, tumbuhnya civil society, meningkatnya transparansi dalam tata guna lahan, serta berbagai sinyal positif di level pemerintahan federal serta di bawahnya mulai membawa dampak. Seiring dengan perkembangan ini, deforestasi di Brasil turun drastis hingga 80%, namun di Indonesia angka deforestasi masih tetap tinggi. Hingga kini, Indonesia dan Brasil memang tetap dua negara yang sangat berbeda, namun saya melihat sebuah benang merah yang sama yang memberikan sebuah harapan.

Peluncuran Mongabay-Indonesia bulan Mei 2012 silam di Jakarta. Foto: Aji Wihardandi

Di Indonesia, salah satu halangan terberat untuk melakukan transisi ini adalah lemahnya transparansi, yang membuat aktivitas business-as-usual tetap melakukan penebangan hutan dan membuat budaya korupsi menggerogoti sektor kehutanan. Salah satu kasus terdekat adalah yang terjadi di Kalimantan Tengah, propinsi yang menjadi salah satu pilot project program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Propinsi ini, saat ini merupakan salah satu kawasan yang mengalami angka alihfungsi lahan tertinggi di Indonesia. Propinsi ini juga banyak diwarnai oleh konflik sosial dan tentu saja, korupsi. Satu bukti adalah hasil audit dari Komisi Pemberantasan Korupsi di tahun 2011 yang menemukan bahwa lebih dari 92% perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Tengah gagal memiliki izin yang sesuai dengan prosedur. Kerugian yang dialami oleh negara akibat praktek ini, mencapai 17,6 miliar dollar AS dalam 15 tahun terakhir.

Temuan yang terjadi di Kalimantan Tengah ini memperlihatkan perlunya membangun transparansi dan menguatkan civil society di Indonesia. Inilah mengapa saya munculkan ide untuk menerbitkan Mongabay-Indonesia. Media yang independen dan memiliki kredibilitas di lapangan dalam mencari dan melaporkan berita, penyebaran lewat media sosial (Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki anggota Facebook dan Twitter terbesar di dunia), diharapkan bisa membantu mendorong upaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan menjaga keragaman hayatinya. Dan untuk itulah, Mongabay-Indonesia lahir.

Tim Mongabay-Indonesia, dari kiri Aji Wihardandi, Ridzki R. Sigit, Rhett Butler, Lidwina Marcella dan Sapariah Saturi.

Meluncurkan Mongabay-Indonesia

Langkah awal untuk mewujudkan berdirinya Mongabay-Indonesia menjadi kenyataan adalah menyusun pendanaan dengan berbagai berkas yang diperlukan. Dengan bersenjatakan dua halaman konsep yang saya buat, dan dengan mengetuk pintu demi pintu selama 15 bulan untuk mengumpulkan pendanaan. Dan saat pendanaan hadir di akhir Februari 2012, saya mulai membuat job description untuk tiga posisi  yang akan dicar – seorang general manager, seorang senior editor dan penulis, dan koordinator media sosial- dan menyebarkannya lewat Mongabay.com dan jaringan yang saya miliki di Indonesia. Hasilnya, lebih dari 200 pelamar mengirimkan aplikasi mereka untuk berbagai posisi tersebut dalam waktu dua minggu. Cukup jelas, situs ini berhasil menarik banyak peminat.

Tiga minggu kemudian, dan setelah berhasil mempersempit pilihan menjadi hanya tersisa 40 kandidat, saya pergi ke Jakarta untuk melakukan wawancara langsung. Saya melakukan sekitar 40 wawancara dalam tiga hari dan disambung dengan perjalanan tiga hari ke Ujung Kulon, Jawa Barat dengan rekan-rekan dari Yayasan Badak Indonesia untuk mencari tanda-tanda keberadaan badak Jawa yang nyaris punah -saya merasa perlu beristirahat sejenak dari aktivitas wawancara-. Saat kembali ke Jakarta saya kembali mewawancara enam besar kandidat utama yang sudah saya pilah kembali. Anggota pertama yang terpilih,, adalah general manager untuk Mongabay-Indonesia, Ridzki Sigit yang dibantu dengan sedikit keputusan yang bersifat pribadi.

Dalam usianya yang masih muda, Mongabay-Indonesia sudah dua kali berhadapan dengan perusahaan kelapa sawit. Di kedua kasus itu, kami menghadapi kedua perusahaan itu karena kami memiliki data lengkap dan laporan yang akurat.

Keempat anggota tim -saya akhirnya berhasil mendapat satu senior editor tambahan setelah sedikit berakrobat dengan budget- mulai bekerja di pertengahan bulan April. Berita pertama dimuat tanggal 16 April 2012 dan tanggal 1 Mei 2012, dan tim di Indonesia membuat posting berita secara reguler setiap hari. Mongabay-Indonesia sendiri melakukan peluncuran secara resmi tanggal 19 Mei 2012 di sebuah event berdurasi tiga jam di Jakarta yang dihadiri oleh 200 orang. Di akhir Juli 2012, Mongabay-Indonesia sudah menjadi salah satu situs media lingkungan berbahasa Indonesia yang populer. Di akhir tahun 2012, kami mencatat tak kurang dari 40.000 pembaca setiap bulan dan sudah mencapai lebih dari 1000 berita. Hal yang lebih mengejutkan, Mongabay-Indonesia seringkali mendapat undangan untuk peliputan berita besar bersama media besar lainnya, stasiun televisi dan situs lain. Situs baru ini juga sudah membangun jaringan korespondensi di 12 kota di Indonesia yang melibatkan 14 jurnalis – semua melakukan peliputan isu sosial dan lingkungan di level lokal.

Mongabay-Indonesia terus berkembang di tahun 2013 dan saya sangat gembira melihat semuanya. Kesuksesan ini diraih berkat seluruh kerja keras tim di Indonesia, dimana kami akan berkembang lagi. Bulan depan, kami akan menambah lagi anggota inti tim ini dan menambah jumlah koserponden di berbagai wilayah yang saat ini masih lemah dalam pemberitaan. Kami juga meningkatkan kerja-kerja dan upaya kami secara offline, termasuk workshop, event di perguruan tinggi, serta kemitraan dengan radio dan televisi. Dalam beberapa bulan ke depan akan penuh dengan perkembangan yang menarik.

Di masa mendatang, saya berharap bisa mereplikasi Mongabay-Indonesia di dalam bahasa yang lain jika saya mampu mendapatkan pendanaan. Tetaplah bersama kami untuk mendengar perkembangan lebih lanjut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,