Investor pertambangan di berbagai daerah di Indonesia, harus menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya mineral. Demikian diungkapkan Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo.
Dia mengatakan masa depan Indonesia ada pada sumber daya alam pertambangan ini. “Pengelolaan harus ekstra hati-hati, terutama mengeksploitasi tambang harus selalu menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan,” katanya seperti dikutip dari Antara, pada Rapat Koordinasi Asosiasi Pengusaha Tambang Nikel di Kendari, Jumat (26/4/13).
Bagi investor yang tidak peduli kelestarian lingkungan hanya akan membawa petaka bagi masyarakat, terutama yang bermukim di sekitar kawasan tambang. Ketika lahan-lahan tambang dibiarkan menganga, tanpa direklamasi, sangat memungkinkan terjadi banjir dan tanah tanah longsor. “Ketika terjadi bencana banjir dan tanah longsor, yang menjadi korban, sudah pasti masyarakat di sekitar kawasan tambang.”
Pemerintah, katanya, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada para investor, baik lokal, nasional maupun asing, memanfaatkan potensi pertambangan di seluruh Indonesia. Namun, setiap investor, harus memenuhi empat syarat utama yang ditetapkan pemerintah.
Pertama, dalam mengelola SDA pertambangan investor harus memberikan keuntungan kepada negara lebih besar, yakni 85 persen dari pendapatan perusahaan. Kedua, investor yang mengeruk sumber daya di satu daerah, harus bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar kawasan tambang.
Ketiga, investor harus memperhatikan masyarakat miskin di sekitar kawasan tambang, dengan cara memberikan dana tanggung jawab sosial (CSR) yang memadai. Keempat, setiap investor harus menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan dengan cara mereklamasi lahan-lahan bekas tambang yang sudah dikeruk SDA-nya.
“Kalau investor bisa memenuhi keempat syarat ini, silakan berinvestasi di daerah-daerah penghasil tambang. Pemerintah sebagai regulator, akan memberi kemudahan dalam perizinan.”
Fakta di lapangan, banyak operasi tambang bermasalah, berkonflik dengan masyarakat dan tak memperhatikan keberlangsungan lingkungan, seperti di Bangka-Belitung maupun di Sulawesi Tengah (Sulteng). Untuk itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) akhir Maret lalu, meminta pemerintah melalui Kementerian ESDM mengaudit seluruh perizinan tambang.
A Haris Balubun, pengkampanye Jatam, mengatakan, audit lingkungan memang bukan satu-satunya jalan. Namun, setidaknya bisa mengungkapkan rekam jejak penyimpangan, dan kelalaian penyalahgunaan wewenang pengurus negara dalam mengelola sumber daya alam (SDA). Dari sana, katanya, dapat terlihat proses pemburukan lingkungan dan akibatnya. Ini tak lepas dari kepentingan kekuasan lokal dan nasional plus kekuatan modal.
Audit lingkungan ini, kata Haris, bukan hal baru dalam kebijakan di Indonesia. Sebelum, UU NO 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengamanatkan audit, sudah ada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang Pelaksanaan Pedoman Lingkungan. “Namun, sampai saat ini belum ada langkah nyata.
Padahal, saat ini izin tambang merata di seluruh Indonesia. Jika tambang terus berkembang, maka status warga jauh dari selamat. Tak hanya lahan rakyat, kawasan konservasi juga dicaplok. Data Jatam 2011, menyebutkan, sekitar 2,9 juta hektar luas izin tambang tumpang tindih dengan kawasan hutan.
Andrie S Wijaya, Koordinator Jatam mengatakan, kasus-kasus perusakan lingkungan, nyata di lapangan dan merupakan potret kegagalan perlindungan lingkungan. Fakta ini, ucap Andri, tak lepas dari kebijakan pembangunan berbasis perizinan dengan peluang korupsi begitu luas.
“Negarapun tak hanya rugi oleh kerusakan lingkungan juga oleh para koruptor.” Untuk itu, audit lingkungan sektor pertambangan harus segera dan menyeluruh dari perizinan hingga pasca tambang.
Ingatkan Pengusaha Tambang Bandel
Di tengah kinerja Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang disorot karena dinilai tak bergigi, Menteri Lingkungan Hidup (Menteri LH), Balthasar Kambuaya bersama beberapa deputi kementerian memantau penerapan sanksi bagi perusahaan pertambangan batubara di Samarinda.
Dikutip dari Antara, dia mengatakan, pertambangan berperingkat `proper hitam` dua kali dan belum menunjukkan kemajuan berarti dalam pengelolaan lingkungan akan ditindaklanjuti dengan penegakan hukum, baik perdata maupun pidana.
Kementerian LH memantau proses penaatan penerapan sanksi administrasi terhadap perusahaan pertambangan. “Mulai dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, hingga pencabutan izin bagi perusahaan pertambangan oleh pemerintah daerah dalam upaya penaatan hukum lingkungan,” katanya di Samarinda, Senin(29/4/13).
Penerapan sanksi administrasi, merupakan tugas dan wewenang pemerintah daerah sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khusus pasal 63.
Dalam kunjungan itu, Menteri LH beserta Walikota Samarinda mendatangi tiga perusahaan pertambangan batubara yang telah diberikan teguran tertulis. Perusahaan itu melanggar peraturan lingkungan. “Satu perusahaan dinyatakan taat, satu perusahaan belum taat, dan satu perusahaan tidak taat dan berakibat sanksi penghentian sementara kegiatan penambangan.”
Tiga perusahaan pertambangan batubara di Samarinda ini dikunjungi, PT. Nuansa Coal Invesment, PT. Insani Bara Perkasa, dan CV. Bara Energi Kaltim. “Bila perusahaan tambang tetap tidak taat, sanksi akan dilanjutkan pencabutan izin oleh pemerintah Kota Samarinda,” ucap Balthasar.