Capung: Si Jagoan Mungil Penjaga Air Untuk Manusia

Awal April 2013 lalu, Mongabay-Indonesia mengunjungi perairan Wendit di perbatasan Kota Malang dan Kabupaten Malang. Di area peraian dengan panjang kurang lebih 900 meter ini tersimpan kekayaan sekitar 27 % keanekaragaman Odonata (capung) di Pulau Jawa (berdasarkan data capung Jawa sejumlah 122, dari Jan Van Tol, National Museum of Natural History Naturalis, Leiden).

Hasil pengamatan dari Indonesia Dragonfly Society (IDS) sampai saat ini ditemukan 31 jenis capung di Wendit. Empat diantaranya endemik Jawa. Di Wendit terdapat 4 kondisi vegetasi yang berbeda di Wendit, mulai dari lahan kangkung sekitar tempat rekreasi, ladang dan pemukiman penduduk, lahan kangkung berbatasan dengan sawah dan pepohonan bambu, serta lahan kangkung yang berbatasan dengan semak.

ctinogomphus decoratus / Capungtombak loreng / jantan. Foto: Tommy Apriando

Tidak banyak warga yang tahu akan kekayaan lokasi perairan tersebut. Zaini, 23 tahun, warga Wendit bahkan mengatakan tidak tahu bahwa di lokasi yang hanya berjarak 200 meter dari rumahnya di huni beraneka ragam odonata. Zaini juga tidak tahu bahwa odonata mempunyai fungsi bio-indikator perairan dan lingkungan.

Tabita Makitan, dari IDS kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, odonata atau yang kita kenal dengan capung mempunyai peran sebagai bio-indikator lingkungan. Pertama, capung dapat dijadikan indikator air. Capung bertelur di dalam air kemudian menjadi nimfa (serangga yang hidup di dalam air). Nimfa capung inilah yang sensitif terhadap pencemaran sehingga membantu kita menandai mana air yang masih baik mana yang tidak. Saat menjadi capung dewasa ada beberapa jenis yang hanya bisa hidup di hutan atau perairan alami dan keberadaan capung-capung tersebutlah yang dapat menjadi pertanda. Sebagai predator, capung berperan penting dalam keseimbangan ekosistem terutama dalam dunia pertanian karena ia memakan hama yang kadang mengganggu tanaman seperti kutu daun dan wereng. Selain itu, nyamuk juga salah satu serangga yang menjadi makanan capung.

Orthetrum glaucum – betina. Foto: Aji Wihardandi

Keberadaan odonata sering tidak diperhatikan karena belum banyak yang mengetahui bahwa capung  adalah indikator lingkungan. . “Harapannya tumbuh kepedulian terhadap setiap makhluk hidup yang hidup dan berperan dalam kehidupan kita,” kata Tabita.

Hingga saat ini belum bisa dipastikan berapa jumlah odonata di Indonesia. Riset yang dilakukan oleh IDS masih belum bisa memastikan berapa jumlah pasti dari jenis odonata di Indonesia. Tabita Makitan menambahkan, diperkirakan ada 700 jenis di Indonesia. Namun belum bisa dipastikan dimana tempat yang paling banyak ditemukan capung karena selama ini mereka baru mengeksplorasi di seputar pulau Jawa.

Crocothemis servilia – Capung Sambar Garis Hitam – Jantan. Foto: Aji Wihardandi

Indonesia sendiri belum punya data pasti berapa jumlah capung yang ada dan hingga kini belum ada ahli capung dari Indonesia. “Semoga permulaan ini dapat terus berlanjut seperti banyak negara yang sudah memberi perhatian pada capung. Indonesia harusnya mempunya keragaman capung yang menarik karena termasuk wilayah tropis dimana capung hadir sepanjang tahun dan lebih beragam dari daerah non-tropis,” tambah Tabita.

Wilayah di sekitar perairan adalah tempat hidup yang baik bagi tumbuh kembang capung, capung juga menjadi indikator air yang baik bagi manusia. Foto: Aji Wihardandi

Menjaga keberadaan capung sangat mudah, salah satunya dengan tidak membuang sampah di sungai. Selain itu kita juga dapat membuat habitat buatan / kolam untuk capung. Saat ini, habitat capung sudah banyak terampas bahkan sebelum kita mengerti peran dan manfaat capung. Saat ini di berbagai wilayah di Indonesia, banyak areal persawahan (terutama dalam pertanian modern) sudah bergantung pada pestisida. Capung dan serangga-serangga lain yang tidak tahan terpaksa pergi. Begitu juga jika sungai-sungai kotor. Capung-capung enggan bertelur di lokasi tersebut. Sementara habitat capung yang sudah digantikan dengan gedung-gedung tinggi juga membuat capung hanya tinggal cerita.

Dengan menjaga lingkungan tetap alami dan tidak memakai dan mengkontaminasi lingkungan dengan bahan-bahan kimia maka akan menjaga keberlangsungan siklus kehidupan. “Lingkungan yang alami pasti akan menghadirkan capung dan juga makhluk hidup lain sehingga ada keseimbangan di dalamnya,” tutup Tabita.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,