,

Badan Melepuh, Cacingan dan Malnutrisi, Jack, si Orangutan Pun Akhirnya Meninggal

Diduga saat sakit di Taman Rusa, Jack diinfus glukosa berlebihan hingga pembuluh kapiler pecah. Penggunaan infus pun tidak benar. Sekitar 75 persen usus Jack, berisi sarang cacing.

Jack, tak tertolong. Meskipun para dokter hewan di Pusat Karantina Orangutan Sibolangit Sumatera Utara (Sumut) berupaya intensif, Jack tak kuat melawan penyakit setelah 10 hari dirawat. Pada pagi buta di 6 Mei 2013 Jack pergi selamanya. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) jantan berumur empat tahun ini disita dari Taman Rusa, tempat  rekreasi di pinggiran Kota Banda Aceh 24 April 2013. Saat itu, kondisi Jack sudah parah.

Yenny Saraswati, 29 tahun, dokter hewan di karantina, Rabu (8/5/13), mengatakan, sejak tiba di sana 26 April dini hari, Jack sudah kelihatan  parah. Jack dievakuasi dari Banda Aceh dengan perjalanan darat sejauh lebih dari 600 kilometer ke Pusat Karantina Orangutan  di Desa Batu Mbelin Sibolangit, dekat Medan. Ia  diantar dokter hewan dari Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), staf dari Orangutan Information Centre (IOC), staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan seorang supir.

Jack dibopong dalam kondisi lemah. Sejak terpantau oleh aktivis LSM di Taman Rusa, perutnya dilaporkan buncit dan mata menonjol akibat mal nutrisi, cacingan dan diare berat hingga harus memakai popok bayi. Badan bengkak dan banyak luka melepuh seperti terbakar di punggung belakang. Ada luka besar sudah pecah dekat anus.

“Sejak awal kami sudah tidak yakin melihat kondisi Jack. Orangutan itu satwa yang kuat. Tapi jika sudah tak mau makan dan lemah peluang hidup hanya lima persen,” katanya.

Sejak masuk karantina, dokter perlu menunggu tiga hari hingga pembuluh kapiler pulih agar bisa dimasukkan jarum infus. “Kami menduga saat sakit di Taman Rusa, ia diinfus glukosa berlebihan hingga pembuluh kapiler pecah karena penggunaan infus tidak benar. Mungkin ini yang menyebabkan banyak luka lepuh seperti terbakar di kulit.”

Jack dirawat khusus di kamar intensif care berukuran 3×4 meter, diawasi 24 jam oleh tiga dokter hewan di karantina. Ia ditidurkan di atas meja perawatan dengan posisi miring karena punggung penuh luka. Selama dirawat ia sama sekali tak bisa bangun, meski selalu mencoba mencari perhatian jika ada orang mendekat ke kamar dengan menggeleng-gelengkan kepala. Hanya sentuhan tangan dokter yang bisa direspon dengan gerakan tangan lemah. Terkadang dia mengeluarkan suara lenguhan. “Kami tak sanggup menatap mata yang sayu dan sedih seperti anak kecil yang minta diselamatkan,” kenang Yenny.

Para dokter berjaga bergantian selama 24 jam, memberi suntikan antibiotik, vitamin dan makanan cair bernutrisi tinggi. Namun kondisi Jack terus drop. Kadar hemoglobin darah terus turun. Akhirnya, Jack mulai terlihat payah pada tengah malam itu, nafas berat. Dokter membantu dengan oksigen. Namun, ia tak bisa melewati masa kritis dan menghembuskan nafas terakhir.

“Saat otopsi kami menemukan 75 persen usus Jack berisi sarang cacing. Namun penyebab kematian masih harus menunggu hasil analis seminggu.”

Penyakit Jack salah satu terparah yang pernah ditangani tim dokter di karantina. Yenny bekerja di karantina sejak  2008. Dia  mengatakan, ada orangutan yang mal nutrisi lebih parah dari Jack namun bisa disembuhkan.

“Kami merawat banyak kasus orangutan ditembak, dipukul juga sakit karena dipelihara tidak layak. Namun dari sekian banyak, sedikit yang mati. Jack termasuk yang sudah sangat parah.”

Saat ini, Pusat Karantina Orangutan Sibolangit merawat 48 orangutan Sumatera yang disita dari peliharaan berbagai pihak mulai dari pejabat, militer, polisi, pengusaha, hingga petani. Kondisi orangutan yang datang kesana mulai dari kena penyakit tetanus, cacingan, hepatitis B, dibakar, dipukul hingga ditembak.

Pusat Karantina Sibolangit adalah satu-satunya pusat rehabilitasi orangutan Sumatera di Indonesia. Tempat ini didirikan sejak 2001 kerja sama antara SOCP dan Dirjen PHKA. Tercatat sudah lebih 200 orangutan masuk karantina, sebagian besar sudah dilepasliarkan ke hutan Jambi dan hutan Aceh di Jantho.

Kasus Jack sudah lama dilaporkan para aktivis LSM karena sakit dan dipelihara tak layak di Taman Rusa, di Kecamatan Sibreh, Kabupaten Aceh Besar. Jack disebut-sebut orangutan yang pernah dipelihara mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka di Blangpidie, lalu dititipkan di Taman Rusa, milik keluarganya.

BKSDA Dinilai Lambat
SOCP menyayangkan lambatnya BKSDA Aceh menyita Jack dari taman itu. Tak hanya Jack, aktivis peduli orangutan berkali-kali meminta perhatian BKSDA Aceh segera menyelamatkan orangutan yang dipelihara tidak layak di berbagai tempat lain di Aceh.

Dua minggu sebelum penyitaan, SOCP berupaya mengevakuasi Jack namun gagal. “Andai kata Jack waktu itu cepat diambil, kami yakin dia masih bisa diselamatkan,” kata staf SOCP Asril Abdullah.

Forum Orangutan Aceh (Fora) yang sejak semula mengawal kasus Jack, melayangkan protes kesekian kali kepada BKSDA Aceh. Kematian Jack akibat dari BKSDA Aceh lmban bergerak, padahal kondisi orangutan itu sudah sakit parah.

Fora meminta kasus Jack dijadikan momentum bagi BKSDA Aceh melakukan penegakan hukum. “Tak ada alasan kasus ini tak bisa diseret ke meja hijau. Karena pernah ada kasus serupa di Aceh Tenggara dan pelaku bisa dipenjara,” kata Badrul Irfan, Ketua Fora.

Saat ini, tinggal menunggu Kepala BKSDA Aceh Amon Zamora menunjukkan kemauan menindak pemelihara dan perdagangan orangutan. “Sudah waktunya penegakan hukum dilakukan, bukankah aturan terhadap pelaku perburuan, perdagangan dan pemelihara sudah sangat jelas?”

Fora mengingatkan BKSDA Aceh segera menyita lima orangutan lain dipelihara ilegal dan tak layak di sejumlah tempat di Banda Aceh, Aceh Tamiang, Aceh Selatan, dan Aceh Tenggara. “Kami menuntut keseriusan kepala balai menyikapi semua laporan yang dikirim ke BKSDA Aceh. Jangan sampai orangutan  yang dilaporkan itu mengalami nasib yang sama dengan Jack.”

Jack, sesaat setelah disita. Kondisi Jack sudah parah saat disita. Ia
mengalami diare, cacingan dan malnutrisi. Bagian belakang tubuhnya
pun penuh luka melepuh. Setelah dirawat intensif 10 hari, Jack tak
mampu bertahan dan meninggal dunia. Selamat jalan Jack…
Foto: Forum Orangutan Aceh
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,