Ada jajaran artis, musisi sampai penyanyi seperti Titi Rajo Bintang, Ringgo, Nugie, Nina Taman, Denada, Kaka, Daniel Mananta, lalu William Wongso (pakar kuliner), Bondan Winarno (pakar kulineri), dan Andrian Ishak (molecular gastronomy chef), sampai Emirsyah Satar, Presiden Direktur Garuda Indonesia, menyerukan penyelamatan hiu lewat program WWF Indonesia, save our sharks (SOSharks). Ini sebuah kampanye publik untuk menghentikan konsumsi berbagai produk dan komoditi hiu di pasar swalayan, toko online, hotel dan restoran, serta menghentikan promosi kuliner hiu di media massa.
“Saya dulu makan shark, keluarga juga makan, terutama pada hari raya seperti Chinese New Year, tapi setelah saya tahu kondisinya, saya tak mau makan lagi,” kata Daniel, entertainer saat peluncuran kampanye SOSharks di Jakarta, Jumat(10/5/13).
Setelah dia mendengar cerita mengenaskan tentang hiu, Daniel tak mau lagi menyentuh makanan yang dipercaya memiliki ‘kekuatan’ itu. Banyak hiu dibunuh dengan kejam, hanya diambil sirip, lalu dilepas ke laut dan mati. “Kini, saya berhenti makan shark, saya ajak keluarga dan yang lain juga. Tak ada itu, shark bisa memberikan kekayaan, panjang umur atau apalah. Yang jelas, jika makan shark akan mengancam lingkungan.”
Berbeda dengan Titi Sjuman. Perempuan yang baru berganti nama menjadi Titi Rajo Bintang ini malah mengagumi hiu, meskipun takut. Sejak awal, dia peduli akan keberlangsungan hiu ini. “Mungkin banyak penyelam yang ingin ketemu hiu, tapi saya tidak, takut.”
Sampai suatu hari, dia tengah di pinggiran laut berwisata mengambil foto ikan-ikan dengan kamera kecil. Tiba-tiba lewat hiu. Entah mengapa, tanpa rasa takut, Titi terus mengikuti dan terus mendokumentasikan hiu itu. “Indah sekali, kulitnya yang cantik. Mungkin kalau itu cowok saya naksir. Sayang ikan ha ha…”
“Kalau saya dari awal sudah anti hiu dimakan,” kata Ringgo Agus Rahman, aktor dan presenter. Saat menyelam, hal yang paling dia nantikan itu bertemu hiu. “Bagi diver, kalo sudah ketemu hiu itu suatu kebanggaan.” Diapun senang kala diajak WWF untuk ikut kampanye penyelamatan hiu ini.
Hiu merupakan predator teratas, mengontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Populasi hiu yang sehat dan beragam berperan penting menyeimbangkan ekosistem laut, termasuk menjaga kelimpahan ikan-ikan yang dikonsumsi manusia.
Kini, spesies ini terancam punah. Jumlah permintaan sirip hiu dan produk-produk hiu lain melonjak hingga menyebabkan penangkapan besar-besaran satwa ini. Data FAO (2010) menunjukkan, Indonesia pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.
Efransjah, CEO WWF-Indonesia mengatakan, WWF mendukung perlindungan hiu, bukan semata mata untuk satwa itu sendiri, tapi karena peran penting menjaga ketersediaan pangan dari sektor kelautan.
Toni Ruchimat, Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, menyelamatkan hiu tak bisa hanya dilakukan pemerintah pusat maupun daerah, tetapi oleh semua pihak. Untuk itu, SOSarks ini, menjadi peluang mengajak masyarakat ikut peduli pelestarian hiu, terlebih yang ikut kalangan selebriti.
Seadang konservasi yang dilakukan KKP dan pemerintah daerah merupakan upaya melindungi kawasan dan jenis serta genetik ikan. “Hiu merupakan ikan prioritas dilindungi dari eksploitasi berlebihan. KKP, sedang menyusun National Plan of Action untuk hiu dan menyiapkan peraturan menteri untuk perlindungan hiu jenis tertentu.”
Pia Alisyahbana, dewan penasehat WWF Indonesia, meminta pemerintah mempercepat kebijakan pelarangan penangkapan jenis hiu yang sudah terancam punah. “Aturan pelarangan ini penting demi menghentikan atau paling tidak mengurangi penangkapan hiu. Sosialisasi kepada masyarakat penangkap hiu juga perlu. Mereka bisa diajak untuk berpindah menangkap ikan lain atau membudidaya jenis ikan, seperti kakap putih.”
Kini, 12 jenis hiu masuk dalam daftar yang harus dilindungi dalam kesepakatan internasional Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Cites). Juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12 dan 30 Tahun 2012 tentang Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, antara lain mewajibkan melepaskan hiu putih dan melaporkan aktivitas penangkapan hiu.
Umumnya, sirip hiu atau terkadang bagian tubuh lain didapatkan dengan memotong mereka hidup-hidup (shark finning). Lalu hiu tanpa sirip ini dibuang ke laut masih bernyawa untuk mati perlahan. “Praktik yang keji ini dilakukan terhadap 38 juta hiu setiap tahun dari sekitar 26-73 juta hiu yang tertangkap dalam aktivitas perikanan dunia.” Keadaan ini menunjukkan, sekitar satu sampai dua hiu tertangkap setiap detik. Padahal, pengembangbiakan ikan ini lambat dan menghasilkan sedikit anakan hingga rentan eksploitasi berlebih.