Upaya Penyelamatan Sungai Ciliwung Lewat Metode Biotilik

Kondisi kerusakan sungai Ciliwung yang membentang dari dataran tinggi Jawa Barat hingga Teluk Jakarta, kini semakin parah. Tanpa adanya pencegahan dan keterlibatan aktif masyarakat, kondisi Ciliwung akan semakin rusak. Terkait upaya penyelamatan ini, sebuah pelatihan untuk mengukur indiator kebersihan air dengan metode biotilik telah dilakukan di Cisampay, Jawa Barat pada 13-15 Mei 2013 silam. Pelatihan untuk guru, siswa sekolah dan berbagai elemen lainnya ini digelar oleh Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Komunitas Ciliwung. “Kegiatan ini bertujuan untuk melatih fasilitator pendamping yang nantinya akan melakukan kegiatan pemantauan bersama dengan 1000 orang disepanjang DAS Ciliwung dalam puncak peringatan hari lingkungan hidup,” kata Abdul Koordinator penggerak Komunitas Ciliwung yang menjadi koordinator pelatihan.

Pelatihan ini juga diikuti oleh Erna Witoelar Mantan Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah dan kini Ketua Gerakan Ciliwung Bersih juga hadir memberikan dukungan agar upaya-upaya inisiatif warga untuk pemulihan DAS didukungan semua fihak. ”Saya sangat mendukung kegiatan biotilik sebagai cara untuk memulihkan Ciliwung, meskipun sudah banyak cara yang telah dilakukan untuk Ciliwung namun yang terpenting adalah konsistensi dan kerjasama semua fihak untuk pemulihan Ciliwung,” kata Erna Witoelar yang juga ketua Gerakan Ciliwung Bersih (GCB).

Kerusakan DAS di Indonesia

Mengacu pada evaluasi dan hasil pelaksanaan Pemantauan Kualitas  Air 33 Propinsi Tahun 2011 oleh Pusarpedal -KLH yang disampaikan dalam rakernis PKA 33 Provinsi di Jaya Pura, Papua, dari 51 sungai yang dipantau di Indonesia 62, 74% masuk kategori tercemar Berat, 31, 37% tercemar Sedang-berat, 3,92% tercemar. Padahal Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5,5 ribu sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km2. Selain mempunyai fungsi hidrologis, sungai juga mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya, transportasi, pariwisata dan lainnya.

Namun sayangnya setiap tahun selalu terjadi peningkatan jumlah DAS kritis di Indonesia. Jumlah DAS Kritis di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya pada tahun 1984 terdapat 22 DAS Kritis meningkat menjadi 39 DAS pada tahun 1992. Pada tahun 1998 jumlah DAS Kritis meningkat menjadi 55 DAS, hasil inventarisasi terakhir oleh Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2010 terdapat 62 DAS dalam status Kritis. “DAS kritis ini umumnya terdapat di pulau Jawa atau pada daerah lain yang mengalami peningkatan jumlah penduduk,” kata Prigi Arisandi S.Si, M.Si, Koordinator Pemulihan DAS Indonesia.

Kali Ciliwung  salah satunya, termasuk dalam DAS kritis di Indonesia yang saat ini sedang mengalami kerusakan serius pada semua segmen DAS, hal ini diungkapkan oleh Ir. Hj Dewi Nurhayati,Msi selaku Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan  BPLHD Jawa Barat seperti dikutip dari rilis Ecoton yang diterima Mongabay Indonesia.

Prigi Arisandi dari Ecotn bersama para pembicara pelatihan metode biolitik. Foto: Prigi Arisandi – Ecoton

Biotilik dan Pemulihan Daerah Aliran Sungai

Metode Biotilik adalah cara pemantauan kualitas air yang mudah dan murah sehingga membuka ruang bagi masyarakat untuk bisa terlibat termasuk di dalamnya pelajar, guru dan komunitas di Ciliwung. Sudirman Asun dari Ciliwung Institut menyatakan bahwa selama ini  konsep pendekatan pengendalian  pencemaran dan pemulihan sungai jauh dari melibatkan masyarakat, sentralistik, mahal dan eksklusif. Padahal Indonesia yang memiliki keanekaragaman habitat dan ekosistem dengan pengaruh kondisi lingkungan yang berbeda sehingga tidak seharusnya diterapkan metode yang seragam dalam pemantauan kualitas air dan upaya pemulihan DAS.

Untuk pemulihan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dibutuhkan partisipasi masyarakat. “Masyarakat didorong untuk terlibat dalam menjaga Sungai, masyarakat harus diposisikan sebagai komponen penting dalam karena Pemerintah atau instansi yang bertanggung jawab atas pengelolaan sungai tidak memiliki komitmen kuat dalam menjaga kelestarian fungsi ekologis sungai,” kata Daru Setyorini M.Si, Direktur Institut Perlindungan dan Pemulihan Sungai (INSPIRASI).

“Biotilik merupakan metode pemantauan kualitas air yang bisa memberikan informasi lebih mendetail dalam upaya pemulihan DAS, karena dengan biotilik kita bisa mengetahui dampak penurunan kualitas air yang mengakibatkan berubahnya kondisi habitat sungai, perubahan kondisi habitat ini direspon oleh biota air yang tinggal di sungai, karena setiap biota air memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap pencemaran air,” kata Daru Setyorini.

Metode Biotilik dikembangkan dan diuji-cobakan dalam 10 tahun terakhir oleh Inspirasi dan Ecoton di beberapa daerah. Harpannya, metode ini bisa diimplementasikan di seluruh DAS Indonesia karena didesain agar mudah dilakukan dan menyenangkan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,