,

Walhi Jabar: Pengusutan Kasus KSO Perhutani Lamban

Januari lalu, Walhi Jawa Barat (Jabar) melaporkan Perum Perhutani dan 12 perusahaan tambang galena di Bogor karena dugaan pelanggaran hukum terkait pemberian izin kerjasama operasi (KSO) pertambangan di wilayah itu. Namun, setelah beberapa bulan laporan belum ada perkembangan berarti alias penanganan kepolisian lamban.

Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Walhi Jabar mengatakan, Walhi sudah mendapatkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2H) kedua dari Polda Jabar.  “Intinya mereka sudah memanggil 41 saksi terkait kasus  ini dan segera memanggil kepala Perum Perhutani lama maupun baru,” katanya, Kamis(16/5/13).

SP2H pertama diterima 19 Februari 2013. Isi surat menyatakan, Polda Jabar akan meninjau lokasi lain, memanggil saksi-saksi terkait perkara dan telah dikirimkan surat pemberitahuan mulai penyidikan kepada Kejaksaan Tinggi.

SP2H kedua, 26 Maret 2013.  Isinya menjelaskan, Polda Jabar telah memanggil dan memeriksa 18 saksi dan menyita barang bukti berupa dokumen. Polda Jabar juga akan memanggil dan memeriksa saksi-saksi terkait perkara ini.

“Tetapi kami merasa perkembangan penyidikan dalam SP2H tidak jelas. Notulensi tidak detail, identitas saksi-saksi 41 orang juga tidak dicantumkan jelas.”

Dia meminta Polda transparn dalam menjelaskan hasil penyelidikan. Selama ini, mereka tertutup. Dadan mengatakan, telah mengajukan permohonan audiensi kepada Polda Jabar untuk meminta kejelasan mengenai perkembangan kasus  ini. Audiensi perlu karena publik harus tahu perkembangan kasus  ini.  Terlebih Walhi Jabar menemukan bukti baru saat investigasi ke lokasi. Jika itu tidak diindahkan, akan menggalang massa untuk menekan Polda.

“Dari semua perusahaan yang dilaporkan, delapan aktif beropareasi, sementara empat lain sudah tutup.  Meski empat perusahaan tutup, upaya penegakan hukum atas dugaan pelanggaran izin KSO harus tetap berjalan.”

Menurut Dadan, merreka menemukan beberapa perusahaan lain juga beroperasi di RPH Cirangsad. Perusahaan  ini antara lain PT. Lebah Baja Rekhanusa dan PT. Essa Rekhanusa. Masih ada empat pelaku kerja sama operasional tersebar di beberapa wilayah Jonggol dan Cariu.

“Jadi dari data yang kami kumpulkan bertambah dari 12 menjadi 18 perusahaan yang KSO dengan Perhutani  di Bogor,”  ucap Dadan.

Lokasi pertambangan itu tersebar di beberapa titik meliputi RPH Cariu, Cigudeg, Cirangsad, Jagabaya, Tinggarjaya dan Gunung Karang masuk Jonggol. Walhi Jabar menduga,  praktik usaha pertambangan dengan pola KSO Perhutani terjadi juga di 15 kabupaten di Jabar.

Kerugian Negara Rp78,59 Miliar

“Setelah kami kaji dengan tambahan data baru, usaha pertambangan berdalih KSO reklamasi dan rehabilitasi hutan oleh Perhutani dengan beberapa perusahaan di Bogor juga terperiksa.”

Total kerugian negara atas praktik KSO mencapai Rp78, 59 miliar. Nominal muncul berdasarkan surat perjanjian kerja sama operasional ada 18 perusahaan yang ditandatangani sejak 2007-2012.

Tak hanya kerugian negara dari dana kontribusi, hasil investigasi Walhi juga menemukan penerimaan dana reklamasi dari perusahaan berkisar Rp 10– 17 ribu per ton dari total produksi setiap bulan. Pembayaran uang garansi Rp 100juta setiap perusahaan  serta biaya reklamasi dan rehabilitasi hutan rata–rata Rp 300 juta dari setiap perusahaan.

“ Hasil usaha perusakan hutan ini tidak sepeser pun disetorkan kepada negara. Belum lagi praktik pemberian izin kerjasama operasional di bawah tangan oleh para petugas lapangan Perhutani. Ini jelas melanggat UU nomor 20 tahun 1997 dan PP no 2 tahun 2008 tentang jenis dan tarif PNBP,”  ucap Dadan.

Menanggapi lambannya proses penyidikan kasus tersebut, Paul, Panit I Tipidter Polda Jabar mengatakan karena yang dilaporkan bukan hanya Perhutani, tetapi  12 perusahaan lain. Hingga membuat penyidikan memakan waktu cukup lama. “Penyidikan untuk kasus ini terus berjalan. Kita sudah penyelidikan hingga proses investigasi ke lokasi di Bogor. Tapi masih harus memanggil beberapa saksi.”

Mahmud, Staf Humas Perhutani Jabar-Banten, mengatakan, Perhutani sudah memenuhi panggilan Polda Jabar untuk memberikan keterangan atas dugaan pelanggaran  itu. “Praktik KSO sudah  dihentikan sejak 2006. Itu pun dikeluarkan sudah berdasarkan peraturan berlaku. Jadi tidak bertentangan dengan hukum. Soal tuduhan KSO tidak ada izin menteri kehutanan itu tidak benar.” Mengenai pemberian izin KSO tanpa izin Menteri Kehutanan, kata Mahmud, tidak benar.  Sebab, semua perizinan sudah berdasarkan peraturan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,