Sampai Selasa pagi (21/5/13) dilaporkan korban tewas di terowongan runtuh PT Freeport Indonesia di Big Gossan, Tembagapura, Papua, mencapai 21 orang, tujuh masih tertimbun dan 10 orang selamat.
Evakuasi dilakukan tanpa henti melibatkan 200 anggota tim penyelamat dari Tim Gabungan Penanggulangan Darurat PT Freeport Indonesia. MS Marpaung, Chairman Board of Directors Indonesian Fire & Rescue Challenge (IFRC) dalam rilis perusahaan mengatakan, dengan keahlian dan dukungan peralatan tim penanggulangan darurat di PTFI, semoga pencarian dan penyelamatan bisa selesai secepat mungkin.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Jero Wacik memperkirakan peluang hidup para pekerja tambang yang masih terjebak di areal bawah tambang tambang Big Gossan, Papua menipis. “Perkiraan kami, tak ada yang hidup lagi, tapi yang jelas kami urus jenazah dengan baik,” katanya, seperti dikutip dari Liputan6.com, Selasa (21/5/2013).
Jero mengakui kondisi lokasi kecelakaan menyulitkan bagi tim untuk penyelamatan. “Untuk mengevakuasi tidak bisa dengan orang, harus menggunakan alat bor, karena batu semua. Tapi waktu ditarik batu itu, mau runtuh lagi.”
Dari laporan Badan SAR Nasional, tim evakuasi kemungkinan sudah bisa mencapai lokasi terakhir para korban paling lambat dua hari kedepan. Lalu, tim tinggal menyelesaikan proses investigasi dari munculnya musibah ini.
Pada Senin (20/5/13), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, rapat dadakan dengan para menteri dan pimpinan lembaga membahas kasus Freeport. Ada Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Muhaimin Iskandar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif, dan Kepala Badan SAR Nasional Mayor Jenderal TNI Marinir Alfan Baharuddin dan, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Lalu, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan Menteri Energi Jero Wacik. Namun, Menteri Kementerian Lingkungan Hidup, tak ikut diundang.
SBY mengatakan, proses evakuasi korban diharapkan selesai paling lambat dua hari ke depan. SBY pun memerintahkan investigasi menyeluruh penyebab longsor yang menimbun sekitar 38 pekerja itu. “Ini diperlukan agar penyebab bisa diketahui secara pasti dan bisa dijadikan pembelajaran ke depan.”
Sebelum rapat ini, Menteri ESDM, Jero Wacik dan Menakertrans Muhaimin Iskandar hendak melihat langsung musibah longsor di Freeport. Namun, tidak diberi izin perusahaan. “Permintaan dari Freepot di Tembaga Pura sementara mereka ingin fokus, konsentrasi jalankan tugas. Memohon agar kehadiran pejabat dari Jakarta menunggu beberapa saat sampai situasi tepat,” kata SBY seperti dikutip dari Republika.co.id.
“Saya akan tetap memerintahkan Menteri ESDM, Menakertrans dan pejabat terkait ke depan melihat secara utuh, mendiskusikan, menginvestigasi. Apa yang harus dilakukan Freeport dan yang lain untuk menjamin keselamatan kerja di masa datang.”
Sutarman, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengatakan, tim Mabes Polri sudah turun ke Freeport untuk investigasi. “Untuk mengetahui penyebab longsor, apakah itu kelalaian atau kesengajaan,” katanya kepada Mongabay, di Jakarta, Senin (20/5/13).
Petisi di Change.org
Menyikapi tragedi berulang Freeport ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) membuat petisi di Change.org. “Hentikan tambang bawah tanah Freeport di Papua.”
Dalam petisi itu disebutkan, tambang bawah tanah salah satu pekerjaan paling berisiko di dunia. “Kita tidak bisa biarkan manusia tambang terus mati demi emas-tembaga.” Walhi meminta penghentian penambangan bawah tanah sampai bisa menggunakan teknologi robotik sepenuhnya, yang tak membahayakan manusia dan lingkungan.
Pius Ginting, Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional. Dia mengatakan, “Tambang bawah tanah di Freeport tak aman. Jika dibiarkan, hanya akan menimbulkan korban tambahan lagi. Kerusakan lingkungan di hilir makin parah. S.eharusnya sudah dihentikan,” kata Pius Ginting, Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional.
Pemerintah, kata Pius, seakan tak memiliki kekuatan mengawasi tambang Freepot agar tak membahayakan pekerja dan lingkungan. “Jadi memperkuat alasan bahwa tambang bawah tanah Freeport harus dihentikan.”
Sebagai catatan insiden longsor dan bencana di Freeport dan menelan korban jiwa bukan kali pertama. Pada Maret 2011, longsor menutupi terowongan yang menghalangi jalan masuk ke tambang Grasberg, terulang 19 April 2011, satu orang hilang dan satu tewas. Saat itu, atap tambang bawah tanah runtuh di DOZ karena dampak kegiatan peledakan tambang (blasting).
Pada 2 Agustus 2011, satu karyawean Freeport berkewarganegaraan Australia tewas ketika mobil Ford dihamtam longsoran batuan di Mile 73. Mobil itu terjatuh ke dalam jurang sedalam 150 meter.
Pada Kamis(23/3/06), terjadi tiga korban tewas akibat longsor di area penambangan Freeport. Mereka ini Harsono Mokoginta, Tomas S Toatubun dan Wecky Sianturi, karyawan PT Pontil, perusahaan subkontraktor Freeport. Selain tiga pekerja tewas, lima masih dirawat, karena luka-luka berat, dan satu dikirim ke rumah sakit di Townsville Australia untuk pengobatan patah kaki.
Saat itu, Freeport menyatakan bekerja sama dengan Kementerian ESDM untuk mencari penyebab longsor. Namun, hasilnya, publik tak pernah tahu. Tragedi longsor berdarah juga pernah terjadi di tambang Freeport sebelum itu, pada 9 Oktober 2003. Dikutip dari laporan Down To Earth, menyatakan, saat itu longsor besar di tambang emas dan tembaga Freeport/Rio Tinto di Grasberg, mengakibatkan delapan orang tewas dan lima luka-luka.
Pada hari naas itu, bagian dinding selatan lubang galian tambang perusahaan itu runtuh dan sekitar 2,3 ton batuan dan lumpur menggelosor menerjang para pekerja tambang dan mesin-mesin berat.
Menurut Freeport, ada dua pekerja tewas, lima luka-luka dan enam masih belum ditemukan. Kemungkinan besar mereka juga tewas. Saat itu, Menteri Energi dan Pertambangan, Purnomo Yusgiantoro mengatakan aktivitas pertambangan dihentikan selama dua minggu. Tim dibentuk pemerintah menyelidiki sebab-musabab kecelakaan ini. Namun, kegiatan pertambangan tidak dihentikan seluruhnya. Lubang-lubang galian yang tidak terpengaruh bencana longsor tetap beraktivitas .
Masih banyak tragedi lain. Beberapa kecelakaan yang terjadi di area pertambangan Freeport di Papua yang berhubungan langsung aktivitas pertambangan. Pada
Juni 1998, gelombang air bercampur lumpur setinggi enam meter meluap dari Danau Wanagon dan membanjiri Desa Waa. Pada 1999 , luapan kembali terjadi di Danau Wanagon, tetapi dilaporkan tidak ada korban jiwa. Masih tahun sama, Laporan YALI dan LBH mengindikasikan lima penduduk asli Papua tewas keracunan tembaga yang diduga meracuni hewan yang mereka makan. Tidak ada keterangan terinci tentang jenis hewan apa yang mereka makan. Pada Mei 2000, empat kontraktor Freport tewas ketika limbah batuan tambang dari overburden runtuh ke Danau Wanagon.
Gugat Freeport ke Pengadilan
Tak hanya petisi meminta tambang bawah tanah Freeport dihentikan, Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Senin (20/5/13) mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait insiden ini.
Dalam gugatan bernomor No 243/PDT.G/2012 /PN.JKT.PST ini, FSP BUMN menuntut beberapa hal. Pertama, pemerintah dan Presiden SBY membatalkan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Kedua, menghukum PT Freeport Indonesia dengan menghentikan operasi penambangan di wilayah hukum negara RI. Ketiga, menghukum PT Freeport Indonesia memberikan santunan masing-masing Rp25 miliar untuk korban selamat dan masing-masing Rp50 miliar untuk keluarga korban meninggal dunia.
Keempat, menghukum para tergugat meminta maaf kepada seluruh rakyat dengan memasang iklan permintaan maaf di enam stasiun televisi nasional, enam surat kabar nasional, enam portal berita nasional dan enam stasiun radio.
Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN FX Arief Puoyono seperti dikutip dari Liputan6.com, mengatakan, dasar dari pengajuan gugatan ini, karena menilai Freeport dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) minim.
Menurut Arief, alasan tuntutan ini karena dalam UU Pertambangan apabila sistem K3 ini tidak terpenuhi, izin suatu perusahaan dapat dicabut.
Selama ini, katanya, manajemen K3 PT Freeport, tidak terbuka tentang sistem apa yang digunakan. “Seperti manajemen risiko seperti apa? Itu kan tidak jelas. Mungkin saja ini baru ketahuan 27 orang, mungkin waktu dulu ada kena longsor yang tidak diselamatkan.”
Freeport juga dianggap melakukan pelanggaran serius terhadap pasal 86 UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan pasal 5 Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012 tentang Sistem Management K3.
Dalam kesempatan itu, dia menyayangkan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik yang mengatakan sistem K3 di Freeport sangat terbaik. “Kalau terbaik harusnya zero accident. Artinya pemerintahan SBY sudah terkontaminasi oleh Freeport. Maka, SBY juga menjadi tergugat dalam gugatan saya ini.”