,

Revisi PIPIB IV, Hutan Primer dan Gambut Susut Hampir 165 Ribu Hektar

Kebijakan moratorium hutan dan lahan sudah diperpanjang dua tahun ke depan. Revisi peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PIPIB) pun berlanjut. Pada, revisi PIPIB IV yang keluar 16 Mei 2013 ini, kawasan yang diproteksi menyusut lagi menjadi 64.677.030 hektar, berkurang 119.922 hektar. Pengurangan ini antara lain, terjadi karena hutan primer dan lahan gambut keluar dari kawasan proteksi sebesar 164.922 hektar.

Bambang Soepijanto, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut), mengatakan, perubahan pada revisi PIPIB IV ini terjadi penambahan maupun pengurangan hingga jumlah akhir berkurang 119.208 hektar.

Perubahan itu antara lain, pemuktahiran data ruang wilayah menyebabkan pengurangan 93.709 hektar, dan laporan hasil survei hutan primer serta lahan gambut menyusut 164.922 hektar. “Sedangkan penambahan terjadi karena data pemanfaatan, penggunaan dan perubahan peruntukan kawasan yang habis masa berlaku 120.768 hektar maupun data izin lokasi dan HGU seluas 18.656 hektar,” katanya di Jakarta, Selasa (28/5/13).

Yuyu Rahayu, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi, Kemenhut menjelaskan, pengurangan maupun penambahan kawasan dalam PIPIB menyebar. Dia mencontohkan, pengurangan hutan primer dan lahan gambut terjadi di berbagai wilayah antara lain, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Jambi dan Lampung.

“Data kami dari hasil survei lahan gambut dari Balai Besar SDA Pertanian dan survei hutan primer. Menyebar tidak memblok, dengan range antara 10.000 hektar ke bawah. Terpecah-pecah.” Namun, dia tak memberikan data per wilayah. Alasannya,  data belum tersaji rapi.

Menurut dia, pengeluaran hutan primer dan lahan gambut pada revisi PIPIB IV ini atas informasi pengusaha. Saat ada masukan atau informasi dari perusahaan di hutan primer, tim survei turun ke lokasi untuk mengecek kondisi di lapangan. Tim ini, kata Yuyu, terdiri dari Dinas Kehutanan provinsi dan kabupaten, universitas. Jika berada di lahan gambut, survei dilakukan Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Yuyu mengatakan, puluhan ribu hektar lahan perusahaan masuk dalam PIPIB itu, salah satu disebabkan ada izin dikeluarkan daerah dan belum terdata di Kemenhut. “Pengusaha lahan besar, sampai puluhan ribu hektar.” Sedang informasi atau masukan dari masyarakat terhadap PIPIB, karena luasan kecil, biasa Kemenhut langsung cek dan berikan izin.

Zenzi Suhadi, pengkampanye hutan dan perkebunan besar Walhi Nasional mengatakan, jika pada revisi PIPIB moratorium periode kedua masih terjadi pengurangan wilayah, berarti kebijakan hutan oleh Presiden SBY ini bukan menyelamatkan dan memulihkan fungsi hutan, tetapi strategi transaksi perizinan.  “Bahasa lain dari politik kewenangan pemerintah bagaimana agar pemerintah pusat mendapat bagian dari setiap transaksi izin oleh kepala daerah.”

Untuk meningkatkan capaian moratorium, seharusnya dalam setiap revisi PIPIB, Kemenhut menargetkan menambah wilayah. “Misal, dari kawasan yang diambil alih dari wilayah perusahaan pelanggar UU Kehutanan, UU Perkebunan dan Minerba,” ujar dia.

Revisi PIPIB, katanya,  semestinya menjadi kesempatan bagi kawasan kritis dipulihkan. Revisi PIPIB, seharusnya tak diterjemahkan dengan satu defenisi “pengurangan.’ Namun, harus memunculkan makna positif dengan penambahan kawasan yang dilindungi lewat moratorium.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,