Operasi kebun terhenti. Pada Desember 2012, pemerintah Kabupaten Nabire menyampaikan kepada Gubernur Papua agar proses Amdal PT Nabire Baru (NB) diproses. Intinya meminta Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua (BAPSDALH) memberikan rekomendasi Amdal. Permintaan ini karena ada aspirasi dari masyarakat pemilik hak ulayat kepada Gubernur Papua, DPRP, dan Mejelis Rakyat Papua (MRP).
BAPSDALH Papua, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nabire, dan NB pun menggelar konsultasi publik pada Kamis, 4 April 2013 di halaman SD Kampung Sima, Distrik Yaur.
Hadir dari PT Widya Cipta Buana sebagai konsultan, Bupati Nabire diwakili Asisten III, Blasius Nuhuyanan, Ketua DPRD Nabire, Titi Yuliana Marey, masyarakat pemilik hak ulayat, wakil karyawan dan berbagai pihak.
Dari PT Widya Cipta Buana menyampaikan proses Amdal sesuai amanat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyaralat dalam Proses Amdal dan izin lingkungan. Juga Keputusan Gubernur Irian Jaya Nomor 37 tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi dan Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal.
Konsultan itu menyebutkan, NB, sesuai amanat UU telah mengumumkan rencana usaha atau kegiatan perkebunan sawit itu melalui Harian Cenderawasih Pos, Edisi 1 April 2013 di Jayapura. Juga, pertemuan guna menampung aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan dokumen Amdal.
Proses Amdal, akan dilakukan diketuai Asiz Ahman, dengan anggota Rudi Lasmono (ahli lingkungan), Iwan Setyawan (ahli kualitas udara dan kebisingan), Bambang Setyadi(ahli Biologi), dan Wawan Sermawan (ahli teknik industri).
Dalam konsultasi publik itu, konsultan juga menyampaikan dampak negatif dan positif atas kehadiran perusahaan itu. Dampak positif terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, fasilitas sosial dan fasilitas umum bertambah, peningkatan pendapatan dan penduduk, peningkatan kesejahteraan taraf hidup.
Lalu, hal negatif, terjadi perubahan vegetasi yaitu dari hutan menjadi tanaman sawit, penurunan kualitas air permukaan, dan penurunan kualitas udara dan kebisingan. Lalu, peningkatan temperatur udara lokal atau iklim mikro, sanitasi lingkungan, terjadi penambahan penduduk karena penambahan tenaga kerja, serta terjadi gangguan keamanan lingkungan.
Menurut mereka, dampak negatif ini baru dilihat secara umum, dan akan kembali menganalisis dengan mengambil data ke masyarakat untuk melihat kondisi rill.
Pantuan Mongabay, konsultasi publik di sesi dengar pendapat, diwarnai adu mulut dan saling dorong antarwarga. Warga ada yang terang-terangan menolak kehadiran sawit. “Ini sudah dua tahun kerja. Lagi pula, hutan kami sudah habis baru dilakukan Amdal. Kenapa lama-lama?” kata seorang warga. Warga lain pasrah karena hutan sudah habis, sawit boleh masuk.
Iwan Haneroba, intelektual Suku Yerisiam, menilai, sejak awal NB Baru telah menunjukkan pengabaian hak-hak masyarakat adat. “Jangan buat program-program yang sebenarnya belum saatnya dilakukan sedangkan hak rakyat belum diselesaikan.”
Iwan berharap, walaupun Amdal sudah terlambat, dalam proses nanti bisa melibatkan orang-orang Papua. Saat ini, banyak orang Papua di Universitas Cendrawasih dan UNIPA ahli lingkungan, ahli kualitas udara dan kebisingan, ahli Biologi, dan ahli teknik industri. Dia juga menyarankan, melibatkan Antropolog orang Papua yang tahu kondisi sosial-budaya masyarakat, lebih penting mengikutsertakan juga masyarakat.
Pada kesempatan itu, Kepala Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua, Noak Kapisa mengatakan, salah satu tugas Amdal adalah mencari siapa yang menebang kayu hingga habis. “Ke mana dan siapa yang ambil hasil adalah tugas Amdal. Kayu yang bernilai harus dinilai. Kayu ini akan habis karena ini kebun sawit. Suku-suku yang kena dampak harus dipetakan semua.”
Dia menyarankan, proses Amdal melibatkan orang Papua. “Harus orang asli Papua. Karena ada pohon anti ular dan lainnya. Saya pesan sagu itu penting.” Sisi lain, kata Kapisa, memastikan semua keluhan masyarakat harus masuk dalam dokumen Amdal. “Saya datang diskusi untuk memastikan semua itu.”
Kapisa mengatakan, kesejahteraan yang diharapkan melalui sawit ini hanya bisa tercapai jika ada kerja sama dari segala pihak, baik pemerintah, masyarakat dan aparat setempat.
R Hanebora, Aktivis Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat menegaskan, adanya NB tentu akan berpengaruh bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar. Perusahaan ini, akan menimbulkan hal-hal positif atau negatif yang merugikan masyarakat.
“Saya melihat hal negatif lebih banyak dari hadirnya perusahaan ini. Sudah cukup masayarakat Suku Komoro di Timika ditipu PT Freeport Indonesia, jangan lagi masyarakat suku Yerisiam ditipu PT Nabire Baru,” katanya.
Pengabaian hak-hak masyarakat dan konflik antarwarga mengawali kehadiran perusahaan ini. “Teka-teki di awal, mudah-mudahan bukan skenario perusahaan yang lebih hadulu pelajari kondisi masyarakat dan permainkan rakyat dan hutan mereka. Kasihan masyarakat, hutan mereka telah dan akan hilang.”
Mongabay berupaya menghubungi perwakilan perusahaan, namun tak berhasil. Nomor telepon pimpinan perusahaan, sulit dikontak. Investor NB tidak bisa berkomentar banyak soal ini karena kendala bahasa. Dia tidak bisa berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris dengan baik. Habis