Tubuh seorang pria bernama Karman Lubis ditemukan tewas di sebuah perkebunan karet. Kepalanya yang hilang, ditemukan beberapa hari kemudian beberapa kilometer dari jasadnya. Penduduk bahkan belum menemukan tangan kanannya. Pria ini tewas diterkam harimau Sumatera yang menghuni Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, dan dia adalah salah satu dari lima korban tewas yang ditemukan di sekitar taman nasional tersebut dalam lima tahun terakhir.
Dalam artikel yang dimuat di harian The Guardian di Inggris dan ditulis oleh John Vidal ini disebutkan bahwa perebutan wilayah antara manusia dan satwa liar kini semakin meningkat ke level berbahaya di Sumatera, seiring dengan meningkatnya deforestasi, ekspansi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit yang telah menyebabkan terfragmentasinya habitat serta mendorong satwa-satwa liar ini untuk keluar dari wilayah mereka. Jumlah pasti harimau Sumatera sendiri tidak diketahui, namun diperkirakan di alam liar spesies ini masih tersisa antara 300 hingga 500 individu dan tersebar di 27 lokasi.
Batang Gadis adalah salah satu habitat terakhir harimau Sumatera, dimana diperkirakan sekitar 23 hingga 76 individu menghuni hutan tropis yang masih rapat di tempat ini. Jumlah ini adalah nyaris sekitar 20% dari seluruh harimau Sumatera yang tersisa. Kondisi harimau Sumatera sendiri juga semakin rentan, mengingat harganya di pasaran mencai 50.000 dollar.
Para aktivis lingkungan sangat khawatir, jika tiak ada tindakan nyata yang dilakukan , harimau Sumatera akan menyusul dua saudaranya, yaitu harimau Bali yang dinyatakan punah tahun 1937 dan harimau Jawa yang ditemukan terakhir di era 1970-an.
Banyak sekali harimau Sumatera terbunuh akibat ketidaksengajaan. Pada bulan Juli 2011 silam, salah satu harimau Sumatera ditemukan terjerat di perbatasan perkebunan pulp and paper milik perusahaan Asia Pulp and Paper, dimana hutan alami sudah ditebang habis. Sementara harimau lain ditemukan terbunuh di pagar listrk yang dipasang oleh para petani untuk menghindari pencurian.
Tak ada satupun spesies yang cukup aman masa depannya di Sumatera saat ini. Sebuah perusahaan pertambangan emas milik Australia bahkan kini beroperasi di lahan seluas 200.000 hektar yang bertumpang tindih dengan Taman Nasional Batang Gadis, sementara perambahan juga terus merangsek ke dalam wilayah taman nasional ini di sisi yang lain.
Beberapa spesies lain di Indoneia, bahkan bernasib lebih buruk dari harimau Sumatera. Kebakaran hutan yang meluas, yang kebanyakan disulut akibat pembersihan lahan untuk perkebunan kelapa sawit telah membawa bencana bagi orangutan Sumatera. Ribuan orangutan diperkirakan mati terbakar akibat terjebak api di Sumatera dan Kalimantan.
Wilayah satwa liar di hutan hujan tropis, kini semakin dibatasi, ungkap lembaga WWF di Jakarta. Dari sembilan wilayah yang tersisa di Sumatera, hanya tujuh yang dinilai layak. “Nasib orangutan Sumatera sangat terkait erat dengan laju hilangnya hutan. Jika kita ingin menyelamatkan orangutan Sumatera kita harus menyelamatkan hutan yang menjadi rumah mereka,” ungkap Barney Long, pakar spesies WWF Asia.
Spesies lainnya, yaitu badak Sumatera juga bakal punah dalam beberapa tahun akibat perburuan dan kerusakan habitat. Sebuah laporan dari IUCN (International Union for Conservation of Nature) bulan lalu memperkirakan jumlah badak Sumatera kini sudah kurang dari 100 individu yang ada di alam liar.
Para ahli sendiri mengkhawatirkan, spesies ini akan punah dalam waktu 20 tahun, dan kini mereka akan melakukan upaya pemindahan individu antara Indonesia dan Malaysia. Bulan Juni tahun 2012 silam, seekr bayi badak Sumatera lahir di penangkaran di Way Kambas, Lampung, dan ini adalah anak badak keempat yang berhasil lahir di penangkaran dalam satu abad. Pusat penangkaran serupa, dengan sebagian besar wilayah berhutan, juga dibuat di Malaysia. Kedua penangkaran ini yang kini memiliki delapan individu badak, dipandang sebagai sebuah kebijakan yang memberikan harapan bagi masa depan badak Sumatera.