Pada tanggal 10 -16 Juni lalu tim sapu jerat PHSKS (Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat) melakukan patroli di daerah Muara Hemat, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dan berhasil menemukan 13 jerat harimau aktif. “Ini merupakan rekor penemuan jerat terbanyak selama patroli” kata Muhammad Subhan, koordinator tim patroli PHSKS. Menurut Subhan patroli rutin ini semakin ditingkatkan frekuensinya pada saat mendekati awal bulan puasa dan akan terus berlangsung hingga akhir bulan puasa karena pada saat ini kebutuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat akan daging semakin meningkat sehingga memicu lonjakan perburuan harimau dan satwa lainnya.
Ada 6 tim sapu jerat yang melakukan patroli di kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Tim ini terdiri dari 3 tim berpatroli di kawasan TNKS yang berada di provinsi Jambi dan 3 tim lainnya beroperasi di kawasan TNKS yang berada di provinsi Bengkulu. Tim sapu jerat di daerah Mukomuko, Bengkulu berhasil menemukan 3 jerat harimau aktif sehingga total jerat yang ditemukan oleh tim sapu jerat menjadi 16 jerat. Selain jerat harimau tim juga menemukan jerat – jerat satwa mangsa harimau di dalam kawasan. Seluruh jerat yang ditemukan langsung dikumpulkan dan dibawa keluar dari kawasan TNKS. Saat ini tim sapu jagat masih terus melakukan penyelidikan secara intensif untuk menangkap para pelaku pemasangan jerat.
Selama tahun 2013 PHSKS telah banyak menerima laporan dan menangani konflik antar masyarakat dan harimau. Pada bulan Maret lalu tim PHSKS menerima laporan dari kepala desa Tiangko Tinggi mengenai seekor anak harimau yang telah mati di dalam kawasan desanya. Desa yang masuk dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Merangin provinsi Jambi ini letaknya cukup jauh dari kawasan TNKS.
Setelah menerima laporan tersebut PHSKS segera mengirimkan timnya ke lokasi untuk mengevakuasi anak harimau yang telah mati itu. “Setelah dilakukan otopsi oleh dokter hewan kami segera mengirimkan sampel dari otopsi itu ke Balai Besar Penelitian Veteriner di Bogor. Dari sampel yang telah kami kirimkan tersebut ditemukan racun Rodentisida zinc phosphidae” jelas Subhan. Rodentisida zinc phosphidae adalah senyawa kimia yang biasa digunakan untuk membasmi tikus.
Pada tahun 1985 Santiapillai dan Ramono mencatat setidaknya 800 ekor tersebar di 26 kawasan lindung. Pada tahun 1992, Tilson et. Al. memperkirakan antara 400 – 500 ekor yang hidup di 5 Taman Nasional dan 2 kawasan lindung. Pada tahun 2007 Kementerian Kehutanan Indonesia memperkirakan minimal 250 individu harimau Sumatera hidup di 8 dari 18 habitat harimau Sumatera.
Data-data ini menunjukkan betapa drastisnya penurunan populasi harimau sumatera. Perambahan, perburuan dan konflik dengan manusia menjadi penyebab utama menurunnya populasi harimau sumatera. Berdasarkan data yang dimiliki oleh PHSKS terdapat sekitar 160 ekor harimau sumatera yang masih tersisa di dalam kawasan TNKS yang memiliki luas 1.386.000 hektar ini. TNKS menjadi kawasan yang sangat penting bagi konservasi harimau karena memiliki populasi harimau yang cukup besar jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Sumatera.