Komunitas Internasional Kecam Pembantaian Penyu di Bali

Kembali maraknya peredaran illegal penyu di Bali sejak beberapa tahun terakhir, mendapat sorotan masyarakat internasional. Lebih dari 25.000 orang dari berbagai negara, terutama Eropa, Amerika dan Australia, mengecam maraknya pembantaian penyu di Bali melalui sebuah petisi yang disebarkan melalui website www.change.org. Petisi yang diinisiasi oleh SOS-SEATURTLES Switzerland / France, sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional, bekerjasama dengan Profauna Indonesia itu telah disebarkan sejak Maret lalu dan dengan cepat mendapat dukungan dunia internasional.

Dalam petisi yang ditujukan untuk Gubernur Bali Made Mangku Pastika tersebut, habitat dari hewan  yang dilindungi, semakin terancam. “Dalam sepuluh tahun terakhir, di Bali saja, rata rata sekitar 20.000 penyu dipotong dari cangkangnya dalam kondisi hidup!” tegas petisi tersebut.

Petisi itu juga mendesak Gubernur Bali Made Mangku Pastika segera bertindak untuk menyetop pembantaian penyu tersebut, dan menyatakan bahwa mereka tidak akan mengunjungi Bali sampai ada tindakan riil dari pemerintah.

Dalam sebuah aksi damai di depan Kantor Gubernur Bali di Denpasar pada Rabu, 19 Juni 2013, sejumlah aktivis Profauna Indonesia menyerahkan petisi tersebut kepada Gubernur Bali melalui Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, I Gede Nyoman Wiranatha. Dalam aksi tersebut, mereka juga membawa poster berbentuk karapas penyu dengan tulisan “hentikan pembunuhan penyu” dan “stop killing sea turtles”.

“Melalui aksi ini, kami ingin mengingatkan pemerintah Bali tentang keprihatinan masyarakat internasional atas meningkatnya kembali angka peredaran ilegal penyu di Bali. Hal ini harus segera disikapi oleh Bali agar nama Bali tidak semakin tercoreng di dunia internasional,” tegas Jatmiko Wiwoho, Koordinator Profauna Bali.

Seruan masyarakat internasional lewat petisi itu, kata dia, seharusnya menjadi pendorong bagi pemerintah untuk lebih serius dalam menangani perdagangan penyu di Bali. “Jika tidak segera direspon, kami khawatir akan muncul seruan boikot pariwisata Bali yang pernah didengungkan pada tahun 2000 silam,” ujar dia.

Petisi tersebut diserahkan dalam bentuk satu jilid tebal print out yang berisi komentar para penanda tangan petisi. “There will be no more turtles left!! What will they do then?” tulis Michael Langdon, salah seorang penandatangan petisi dari London Inggris.

Meskipun sudah menurun, perdagangan penyu di Bali masih terjadi. Catatan ProFauna dalam delapan bulan terakhir ini ada 4 kasus upaya penyelundupan penyu hijau (Chelonia mydas) ke Bali dengan jumlah total penyu sebanyak 83 ekor. Sebagian besar penyu-penyu tersebut hendak dikirim ke Tanjung Benoa yang sejak tahun 70-an dikenal sebagai pusat perdagangan penyu di Indonesia.

Pada bulan Mei 2013 ProFauna juga melaporkan ke Polda Bali dan BKSDA Bali tentang adanya info penyelundupan karapas penyu dari Bali ke Turki. Fakta penyelundupan penyu ke Tanjung Benoa dan info mengenai perdagangan karapas penyu itu membuktikan bahwa perdagangan penyu di Bali masih terjadi secara lebih tersembunyi. “ProFauna mendesak pemerintah untuk menindak tegas setiap perdagangan penyu dan bagian-bagiannya yang terjadi di Bali, termasuk tempat-tempat wisata yang menggunakan penyu hidup sebagai atraksinya,” Jatmiko menegaskan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, I Gede Nyoman Wiranatha, menyatakan pihaknya akan segera menyikapi isi petisi tersebut. “Selama ini kami sudah berupaya melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Petisi ini akan kami tindak lanjuti segera,” Wiranatha menegaskan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,