, , ,

Buntut Kebakaran Hutan dan Lahan Sumatera, RI-Singapura Bahas Kabut Asap

“Penyakit” musiman kabut asap datang lagi. Data BMKG menunjukkan kabut asap yang menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Malaysia dan Singapura, karena kebakaran hutan dan lahan di Sumatera, terutama Riau. Pemerintah Singapura menyampaikan keluhan dan prihatin atas kebakaran hutan di Sumatera yang menimbulkan kabut asap ke  wilayah mereka.  Pejabat kedua negara dalam waktu dekat akan bertemu membahas masalah ini.

“Menlu Singapura (K. Shanmugam) sudah berkomunikasi dengan kami. Masing-masing menyampaikan informasi terkait dampak dari lintas batas ini, dan akan terdapat langkah-langkah yang perlu kita tempuh,” kata Marthy Natalegawa, Menteri Luar Negeri Indonesia di Jakarta, Rabu(19/6/13) seperti dikutip dari Republika.co.id.

Menurut dia, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Indonesia beserta lembaga-lembaga terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup,  sudah berkoordinasi menangani masalah  ini. Begitu juga otoritas Singapura sudah menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia.

Singapura, sepenuhnya mengetahui langkah-langkah Indonesia untuk menangani masalah yang bukan pertama kali ini. Kedua pemerintah, katanya, merencanakan pertemuan pejabat tinggi terkait untuk membahas masalah ini dalam waktu dekat.

Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup akan turun ke lapangan hari ini, Kamis(20/6/13). “Deputi akan turun ke Bengkalis untuk usut perusahaan siapa saja itu,” katanya seperti dikutip dari Antaranews.com.

Dia menduga kebakaran hutan dilakukan perusahaan asal Singapura atau Malaysia. “Nanti kami cek. Siapa saja pemilik perusahaan baru nanti berkoordinasi.”

Pelaku pembakaran hutan itu, terancam penjara karena menyebabkan pencemaran lingkungan kabut asap ke beberapa daerah lain bahkan hingga ke negara tetangga.”Penjarakan saja orang yang bakar hutan itu. Jangan ambil gampang saja, membakar untuk menanam.”

Pada Senin (17/6/13), wilayah Singapura diselimuti kabut asap atau campuran asap dan kabut akibat polusi kebakaran hutan di Sumatera. Dari laporan AFP mengutip Badan Lingkungan Nasional (NEA) Singapura, Indeks Standar Polutan saat itu menujukkan level 80. Namun pada Rabu, menurut media The Strait Times, indeks standar polutan melebihi level 100 dan dianggap tidak sehat.

Asap dan kabut itu terlihat di jalan-jalan di kawasan pusat bisnis Singapura. Warga berpenyakit jantung dan paru-paru, serta mereka yang berusia lebih dari 65 dan anak-anak disarankan tidak terlalu lama di tempat terbuka atau di luar ruangan.

187 Titik api

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyatakan titik panas (hotspot) di daratan Sumatera meningkat tajam dari 113 menjadi 187 titik pada Selasa (18/6/13) petang yang tersebar di berbagai provinsi.

“Satelit NOAA 18 hari ini mendeteksi sebanyak 187, dan Riau tetap menempati posisi pertama paling banyak hotspot yakni mencapai 148 titik,” kata Warih Budi Lestari, analis lembaga pemantau cuaca itu, seperti dikutip Republika.co.id.

Selain Riau, titik panas terdeteksi NOAA berada di Sumatera Barat sebanyak lima titik, Sumatera Selatan (6), Bengkulu dan Lampung masing-masing satu hotspot. Lalu, Jambi 26 titik tersebar di berbagai wilayah kabupaten dan kota.

Untuk Riau, ke-148 titik api tersebar di 10 wilayah kabupaten dan kota,  antara lain, Rokan Hilir 32 titik, Rokan Hulu (23), Siak (21), Pelalawan (20), Indragiri Hilir (18), Bengkalis (17), Indragiri Hulu (8), dan Kampar (7), serta Kuantan Singingi dan Kota Dumai masing-masing satu titik panas.”Dominanan titik panas ini merupakan peristiwa kebakaran hutan atau lahan,” ucap Warih.

Menurut dia, dalam beberapa pekan ke depan pertumbuhan titik panas di Sumatera khusus Riau masih berpotensi cukup pesat mengingat musim kemarau masih berlangsung. Potensi hujan masih sangat minim hingga berbagai kawasan akan dilanda kekeringan dan rawan kebakaran.

BMKG mengimbau, tidak melakukan pembakaran lahan untuk perluasan perkebunan.”Pembakaran lahan bisa begitu cepat meluas hingga sulit pemadaman manual. Terlebih kawasan lahan yang terbakar di kawasan jauh dari perkotaan. Kondisi itu akan menyulitkan pemadaman api.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,