Upaya memperkuat kesadaran untuk menjaga lingkungan perairan, terutama sungai sebagai sumber air terdekat bagi manusia, kini semakin luas merambah ke berbagai kalangan di Jawa Timur. Sekelompok ibu-ibu PKK dari Dusun Sarirejo Desa Bambe Driyorejo Gresik yang baru saja selesai melakukan arisan rutin hari Minggu 23 Juni 2013 silam berbondong-bondong menuju Kali Surabaya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sungai dengan metode Biotilik atau memonitor kondisi biota tidak bertulang belakang sebagai indikator kualitas air.
Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diadakan Kementerian Negara Lingkungan Hidup bersama LSM Ecoton melalui program pemulihan kerusakan Daerah Aliran Sungai dan pemantauan sungai secara masal diikuti 5.000 orang relawan pemantaun sungai di 5 DAS Indonesia yang termasuk dalam kategori kritis, yaitu DAS Brantas, Bengawan Solo, Citarum, Ciliwung dan Musi pekan sebelumnya. Kegiatan pemeriksaan kesehatan sungai di DAS Brantas telah dilakukan sejak 18 Juni 2013 dan telah melibatkan 1.000 relawan pemantau kesehatan sungai yang terdiri dari pelajar sekolah dan guru, mahasiswa, ibu PKK dan kelompok masyarakat.
Menurut salah satu warga bernama Sumini, kegiatan ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat khususnya ibu-ibu PKK untuk berpartisipasi aktif menjaga kelestarian sungai dan tidak lagi membuang sampah ke sungai. “Dahulu Kali Surabaya di Dusun Sarirejo airnya jernih dan bantaran sungai ditumbuhi bambu dan pohon waru yang rimbun, banyak anak-anak yang ‘bluron’ dan nganco menangkap ikan serta mencari kijing atau kerang air tawar untuk dimasak” sambung Siti Arum.
Hasil pemeriksaan kesehatan Kali Surabaya di Dusun Sarirejo Bambe mengindikasikan kondisi habitat sungai ‘tidak sehat’ karena lebar lahan bantaran sungai yang bervegetasi alami kurang dari 6 meter dan bantaran sungai telah beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah dan permukiman penduduk.
Tingkat pencemaran air sungai diindikasikan oleh Biotilik yang ditemukan, didominasi oleh jenis yang mampu bertahan hidup dalam air tercemar, yaitu cacing rambut (Lumbriculidae), kijing (Unionidae) dan udang air tawar (Atyidae) menunjukkan bahwa kualitas air sungai ‘tercemar berat’. Ibu Joko Susilo (36 tahun) mengatakan “pencemaran sungai di Sarirejo ini karena kesadaran dan kepedulian lingkungan masyarakat masih sangat rendah, sehingga banyak masyarakat yang membuang sampah ke sungai dan limbah rumah tangga dialirkan langsung ke sungai tanpa proses pengolahan limbah.
Setelah mengetahui kondisi sungai yang tercemar berat, ibu-ibu peserta kegiatan pemantauan sungai berkomitmen untuk membersihkan sampah di tepi sungai dengan melakukan kerja bakti setiap hari minggu untuk mengurangi beban pencemaran dan menghimbau masyarakat agar tidak lagi membuang sampah maupun buang air besar di sungai. Mereka bertekad untuk menjaga kelestarian sungai dan meningkatkan kualitas air Kali Surabaya di wilayah desanya yang saat ini termasuk dalam kategori Tercemar Berat, agar menjadi Tercemar Sedang dengan melakukan pengolahan sampah rumah tangga dan menanam beluntas dan bambu di bantaran sungai Kali Surabaya.
Staf Ecoton, Daru Setyo Rini yang mendampingi ibu-ibu PKK melakukan pemeriksaan kesehatan mengatakan bahwa metode Biotilik adalah cara yang mudah dan dapat dilakukan semua orang untuk mengetahui tingkat pencemaran air dan kesehatan ekosistem sungai karena membutuhkan alat yang sederhana dan murah untuk mengambil hewan yang hidup di dalam lumpur atau pasir dan batu di dasar sungai. Biotilik adalah makhluk yang diciptakan Tuhan untuk memberikan petunjuk alami mengindikasikan kualitas lingkungan yang ditempatinya secara akurat.