Seorang Peneliti Indonesia di kampus Virginia Tech, Virginia, Amerika Serikat bernama Sunarto bersama dengan mitranya merilis hasil penelitian terkait harimau Sumatera. Penelitian yang berjudul “Threatened predator on the equator: Multi-point abundance estimates of the tiger Panthera tigris in central Sumatra” ini telah dimuat di jurnal ilmiah Oryx – The International Journal of Conservation bulan April 2013 silam. Penelitian ini mengungkapkan tentang gangguan yang dialami oleh Harimau Sumatera akibat kehadiran manusia yang mengakibatkan rendahnya kepadatan populasi Harimau Sumatera di habitat mereka.
Bersama mitra penelitinya, Marcella Kelly, seorang associate professor alam liar dari College of Natural Resources and Environment di kampus yang sama, serta seorang kandidat doktoral di bidang ilmu alam liar dan analisis geospasial bernama Erin Poor dari East Lansing, menemukan bahwa aktivitas manusia telah membatasi ruang gerak harimau Sumatera.
“Harimau tak hanya terancam dengan hilangnya habitat akibat deforestasi dan perburuan, namun mereka juga sangat sensitif terhadap kehadiran manusia,” ungkap Sunarto. “Mereka bukan hanya tidak bisa bertahan di wilayah-wilayah dengan daya dukung yang memadai, namun mereka bahkan tidak bisa hidup di hutan yang memang sudah pas untuk mereka, jika di dalamnya terlalu banyak terjadi aktivitas yang dilakukan oleh manusia.”
Harimau Sumatera, salah satu keluarga kucing besar dengan ukuran terkecil yang masih tersisa saat ini memang sangat sulit dipahami dan saat ini hidup di tingkat kepadatan yang sangat rendah, yaitu sekitar satu individu per 10 ribu hektar. Studi yang dilakukan oleh oleh Sunarto dan mitranya adalah penelitian pertama yang membandingkan kepadatan Harimau Sumatera di beragam tipe hutan, termasuk di lahan gambut yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Penelitian ini menerapkan teknik estimasi spasial untuk menyediakan data yang lebih akurat tentang kepadatan Harimau Sumatera, dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Sunarto, seorang pakar harimau dan gajah dari WWF-Indonesia, selain mengerjakan penelitian ini bersama dengan Marcella Kelly, juga bersama Profesor (Emeritus) Michael Vaughan dan Direktur Operasional Program Konservasi Spesies WWF Sybille Klezendorf. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dari hasil kerjasama dengan staf Kementerian Kehutanan di lapangan.
“Menangkap kehadiran seekor harimau memang sangat sulit,” ungkap Kelly. “Rata-rata membutuhkan waktu sekitar 590 hari untuk setiap kamera trap untuk merekam kehadiran harimau Sumatera.”
“Kami yakin jumlah harimau yang sangat sedikit terdeteksi di area penelitian kami di Sumatera bagian tengah adalah akibat dari maraknya aktivitas manusia – bertani, berburu, memasang jerat dan mengambil hasil hutan,” ungkap Sunarto. “Kami menemukan tingkat kepadatan yang rendah dari harimau Sumatera, kendati wilayah ini meneydiakan banyak mangsa bagi mereka.”
Melalui perlindungan hukum terhadap wilayah tersebut, dan dengan pengelolaan yang intensif, bisa menekan tingkat gangguan manusia dan menjembatani kembalinya habitat harimau Sumatera dan juga populasi mereka. Para peneliti membandingkan dengan kondisi populasi harimau Sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo di Riau yang cenderung stabil dimana peraturan hukum diberlakukan disana untuk menekan kerusakan akibat aktivitas manusia.
Selain itu pola pengawasan yang intensif serta manajemen populasi dan habitat dinilai sangat krusial saat ini untuk melindungi Harimau Sumatera, sebelum mereka menyusul dua kerabatnya, yaitu harimau Bali dan Jawa yang telah punah. Menurut sejumlah pakar, jumlah Harimau Sumatera saat ini diperkirakan antara 400 hingga 500 individu yang masih tersisa di alam liar. Namun jumlah pastinya masih tetap menjadi perdebatan seiring dengan tingkat kerusakan habitat yang tinggi di Pulau Sumatera saat ini akibat ekspansi perkebunan sawit, perkebunan akasia untuk bubur kertas, serta pertambangan.
CITATION: Sunarto, Marcella J. Kelly, Sybille Klenzendorf, Michael R. Vaughan, Zulfahmi, M.B. Hutajulu, Karmila Parakkasi. Threatened predator on the equator: multi-point abundance estimates of the tiger Panthera tigris in central Sumatra. Oryx, 2013; 47 (02): 211 DOI: 10.1017/S0030605311001530