,

Warga Serahkan Raju, si Bayi Gajah ke PKG Saree

Setelah negosiasi, warga Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong Aceh Utara akhirnya merelakan Raju, bayi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang mereka pelihara . Bayi gajah ini diserahkan ke Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree difasilitasi relawan pecinta satwa dari Earth Hour Aceh, Darah untuk Aceh dan Indonesia Animal Lovers.

Rasa haru muncul ketika tim relewan dari komunitas pecinta satwa dan tim PKG Saree tiba di lokasi pemeliharaan Raju di pinggir Sungai Krueng Keureutok pada Rabu (27/6/13) siang. Raju masih kuat meski terlihat kurus, berjalan tertatih-tatih di antara seratusan pengunjung yang datang.

Rosa, Dokter Hewan PKG Saree memastikan kondisi Raju lebih baik dari waktu tim medis berkunjung ke sana enam hari sebelumnya. Tali pusar bayi gajah ini sudah kering, dan tidak demam lagi, serta diare sudah berkurang karena susu diganti jenis soya. Menjelang evakuasi Raju tetap diinfus delapan botol untuk menguatkan selama perjalanan darat.

Raju diperkirakan berumur beberapa hari ini ditemukan warga desa pencari jernang di dekat hutan tanpa induk. Iapun dibawa ke desa untuk dipelihara dengan niat penyelamatan. Raju dipelihara warga sejak 18 Juni bersama Raja, anak gajah berumur dua tahun. Naas, Raja mati 23 Juni.

Pasca kematian Raja, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Utara turun ke lokasi membujuk warga menyerahkan Raju. Namun upaya negosiasi tidak mencapai kata sepakat. Warga menuntut biaya pengganti perawatan Raju.

Tidak sabar dengan kelambanan pemerintah, sejumlah orang dari komunitas Earth Hour Aceh dan Darah untuk Aceh di Banda Aceh serta komunitas Indonesia Animal Lovers di Jakarta, berinisiatif mencari dana pembebasan. Awalnya, tujuan mereka hanya ingin mencari dana untuk mengirim tim medis  ke lokasi. “Kami sangat kawatir Raju bisa mati seperti Raja. Dokter bilang Raju hanya bisa bertahan sekitar dua minggu pasca pengobatan terakhir. Penyelamatan nyawa Raju berpacu waktu,” kata Nurjannah Husien dari komunitas Darah untuk Aceh.

Pada 26 Juni malam, komunitas meminta bantuan petinggi Komite Peralihan Aceh (KPA) untuk menelpon Teungku Hasan, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka, yang selama ini memberikan biaya perawatan Raju di Blang Pante.

Teungku Hasan mengatakan, warga setuju melepas Raju dengan harapan ada penggantian biaya perawatan. Tim relawan diminta segera menjemput bayi gajah itu karena kondisi lemas.

Pasca kematian Raja warga khawatir dengan Raju yang sakit. Mereka mulai kewalahan dengan biaya susu Raju yang sangat mahal.  “Sebenarnya sejak awal kami mau saja menyerahkan anak gajah ini kepada pemerintah. Tapi sikap petugas yang datang kemari pertama kali menyinggung hati kami. Apalagi, selama ini pemerintah sama sekali tidak mau peduli dengan nasib kami yang mengalami kerugian akibat konflik dengan gajah. Maka kami bertekad memelihara anak gajah itu,” kata Hasan.

Dalam beberapa kali negosiasi, awalnya warga menuntut pemerintah mengganti kerusakan kebun warga selama lima tahun akibat dihancurkan gajah. Setelah kematian Raja, warga setuju melepaskan Raju dengan harapan pemerintah mengganti biaya perawatan gajah yang mereka keluarkan.

Sejumlah orang yang simpati pada nasib Raju akhirnya mencoba mengumpulkan dana untuk bisa mengevakuasi Raju ke PKG Saree. Hanya dalam tempo 24 jam, rasa simpati mengalir dari banyak orang dari berbagai kota di Indonesia, bahkan ada dari Malaysia dan Kenya. Mereka mengirimkan donasi buat penyelamatan Raju setelah mendapat kabar itu dari facebook dan twitter. Dana untuk evakuasi Raju terpenuhi. Relawan menggalang dana melalui gerakan #SeribuUntukRaju di Banda Aceh dan #SaveRaju di Jakarta.

Menurut salah satu inisiator #SaveRaju, Lily Turangan dari Indonesia Animal Lovers, upaya pencarian dana untuk Raju semata-mata karena kondisi darurat karena nyawa gajah itu terancam. “Ini gerakan spontan karena ingin menyelamatkan nyawa Raju. Bayi gajah itu harus secepatnya dipindahkan ke PKG Saree karena disana ada dokter yang bisa mengawasi.”

Proses evakuasi Raju berjalan lancar. Warga rela melepas Raju kepada tim BKSDA dengan difasilitasi oleh para relawan pecinta satwa. Abdul Thaleb, pemuda berusia 25 tahun yang selama ini merawat Raja dan Raju, tak kuasa menahan air mata menjelang kepergian Raju. Dia berkali-kali mengusap air mata. Raju tak mau jauh dari Thaleb. Selama diinfus, Thaleb mencoba menenangkan Raju yang sempat kesakitan. “Saya berharap Raju lebih baik di Saree. Saya terpukul dengan kematian Raja. Raju harus selamat,” kata Thaleb.

Nurdin, Kepala PKG Saree, yang memimpin tim evakuasi Raju berterima kasih warga merawat Raju. Dia berjanji tidak akan mengubah nama Raju. Bayi gajah itu tetap kepunyaan warga Blang Pante. “Kami akan merawat Raju dengan baik di bawah pengawasan dokter dan mahout yang berpengalaman. Silakan warga mampir ke Saree melihat Raju jika melintas ke sana.”

Raju dibawa ke PKG Saree menjelang magrib setelah dokter memastikan cukup kuat menempuh perjalanan darat selama enam jam. Raju diletakkan di bak bagian belakang mobil pickup milik PKG Saree. Tim sempat dua kali berhenti di jalan untuk memberi Raju susu.

Tengah malam, Raju tiba di PKG Saree. Ia tiba disambut oleh gajah kecil berumur satu tahun bernama Agam. Raju dan Agam saling melemparkan lengkingan suara di tengah malam sebagai komunikasi pertama pertemuan mereka. Agam bernasib sama dengan Raju, ditemukan warga Idie Rayeuk Kabupaten Aceh Timur tanpa induk di kebun. Agam diserahkan ke PKG dan tumbuh sehat.

Raju menemukan teman baru pengganti Raja. Mereka berbagi kandang dan susu. Raju juga mendapat pengasuh baru bernama Sudirwan, asisten mahout yang berpengalaman merawat bayi gajah. Para mahout melengkapi nama Raju menjadi Raju bin Thaleb sebagai rasa terima kasih terhadap warga warga Blang Pante yang merawat bayi gajah itu.

Raju, sesaat sebelum evakuasi. Foto: Chik Rini
Raju, sesaat sebelum evakuasi. Foto: Chik Rini
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,