Pulau Orangutan, Sebuah Batu Loncatan Menuju Rumah di Hutan Tropis

Di tengah derasnya tekanan terhadap habitat orangutan di Indonesia, upaya pelepasliaran orangutan yang sempat dijinakkan terus dilakukan. Proses yang memakan waktu lama dan proses rumit ini harus dilakukan untuk menjaga kelangsungan populasi orangutan yang masih tersisa saat ini. Maraknya perdagangan liar orangutan telah memaksa orangutan tidak hanya kehilangan akar kemampuannya untuk bertahan hidup di alam liar, namun juga mengancam kelangsungan perkembangbiakan dan mematikan keumungkinan untuk bertemu dengan pasangannya sehingga menghentikan proses pertambahan populasi secara berkelanjutan.

Kemarin, seekor orangutan jantan dewasa bernama Kirno yang disita oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam di Pati, Jawa Tengah memasuki babak baru dalam kehidupannya setelah dibebaskan dari pemilik lamanya pada 14 Desember 2013 silam.

Kirno, kini akan menikmati sebuah pulau kecil di Taman Satwa Taru Jurug di Solo untuk beradaptasi dengan alam terbuka secara perlahan. Pulau seluas 1000 meter persegi ini dibuat khusus untuk orangutan yang menyesuaikan diri sebelum ia benar-benar siap untuk kembali ke habitat aslinya. Hal ini menjadi vital mengingat selama lima tahun sebelumnya Kirno terkekang di dalam kandang beton yang hanya berukuran 2 x 1,5 meter selama lima tahun. Pemindahan ke pulau kecil ini, adalah sebuah transisi bagi orangutan sebelum memasuki hutan tropis yang menjadi habitat aslinya. Selama masa penyesuaian di pulau ini, setiap orangutan akan belajar menjadi liar kembali dan mengembalikan kemampuannya untuk bertahan dan berkembang biak di alam liar.

Foto: COP
Foto: COP

Proses pemindahan ini adalah kerja bersama antara Taman Satwa Taru Jurug di Solo dengan Centre for Orangutan Protection dan lembaga With Compassion and Soul dari Australia. Proses pemindahan Kirno ke pulau terpisah ini, dilakukan setelah orangutan jantan ini mendapat perawatan selama beberapa bulan di kandang di Taman Satwa Taru Jurug.

1000866_10151738140123944_2118017826_n

“Sewaktu pertama kali datang ke sini, kondisi Kirno sangat buruk. Wajahnya nampak bengkak dan dari luka di dekat telinganya, nanah yang baunya busuk terus mengalir. Kami merawatnya dengan upaya terbaik. Kirno sudah sembuh total dan kini siap untuk hidup selayaknya orangutan semi liar di pulaunya sendiri yang didesain mirip dengan kondisi alaminya. Ini adalah akhir bahagia, setelah setidaknya 5 tahun terkurung dalam kandang beton seukuran 2 x 1,5 meter,” ungkap Direktur Taman Satwa Taru Jurug Solo, Lilik Kristanto.

Hal senada juga diungkapkan oleh Koordinator Program Konservasi Ex-Situ Centre for Orangutan Protection, Daniek Hendarto,”Kirno harus belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup menjadi orangutan semi liar. Dia akan belajar sendiri bagaimana memanjat pohon, mencari makanan tambahan dan membuat sarang. Yang pasti, baginya akan jauh lebih mudah karena dia bisa mencontoh langsung dari kehidupan Tori dan Didi di pulau sebelah. Dulu, Tori dan Didi membutuhkan waktu kira – kira  3 bulan untuk bisa berubah total, dari orangutan yang berjalan di atas tanah menjadi orangutan normal yang hidup di atas pohon. Kami akan terus melakukan pemantauan.”

Proses pemindahan orangutan ke pulau. Foto: COP
Proses pemindahan orangutan ke pulau. Foto: COP

“Selain melakukan pemantauan behaviour , kami juga melakukan pemantauan medik. Sebelum dipindahkan ke pulau, kami melakukan pengetesan klinis untuk mengetahui apakah orangutan mengidap suatu penyakit berbahaya seeprti hepatitis dan tuberkolusis. Jika terbukti sehat, kami akan mencarikan pasangan bagi Kirno agar hidupnya semakin bahagia.”

Proses pelepasliaran secara bertahap di Taman Satwa Taru Jurug ini adalah sebuah program rintisan yang dilakukan oleh taman satwa ini dengan Centre for Orangutan Protection. Jika proses ini berhasil, maka Taman Satwa Taru Jurug akan menjadi perintis dalam upaya onservasi ek-situ yang bisa mendukung program konservasi in-situ di Indonesia. Program serupa, sudah dilakukan oleh Kebun Binatang di Perth Australia dengan orangutan Sumatera.

Memindahkan ke rumah baru di pulau, agar orangutan lebih mudah beradaptasi menjadi liar. Foto: COP
Memindahkan ke rumah baru di pulau, agar orangutan lebih mudah beradaptasi menjadi liar. Foto: COP

Menurut data yang dirilis oleh Orangutan Information Centre, populasi orangutan di Indonesia diperkirakan tinggal 6500 hingga 7500 individu saja di alam liar di Sumatera. Sementara di Kalimantan diperkirakan tingga tersisa sekitar 12.000 hingga 13.000 individu saja. Jumlah ini, merupakan pengurangan sekitar 30% hingga 50% dari individu orangutan yang tersisa satu dasawarsa silam.

Dalam waktu 20 tahun terakhir ini, menurut IUCN pada tahun 1993 sekitar 80% habitat mereka telah hilang atau musnah. IUCN memperhitungkan bila keadaan ini dibiarkan, maka dalam 10 hingga 20 tahun ke depan orangutan akan punah. Saat ini IUCN mengategorikan orangutan sebagai satwa critically endangered species atau sebagai satwa yang terancam punah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,